"Memang harus dicium ternyata," bisik Mark diakhiri senyum kecil.
Sebuah bisikan, yang berhasil membuat bibir Haechan mengerucut seketika.
"Curang..." lirih Haechan memprotes.
Sebuah protes, yang berhasil membuat Mark tak sanggup menahan kekehannya, sebelum menyatukan kening mereka dengan lembut demi mencuri sebuah kecupan kecil di bibir sang pudu.
"Yang penting kau sudah tidak panik lagi kan?" balas Mark santai.
Untuk kesekian kalinya Haechan mengerucutkan bibirnya, bahkan lebih mengerucut dari sebelumnya.
"Tapi aku serius, Mark..." protes Haechan lagi walau dengan nada yang terdengar lebih kalem dari sebelumnya, "Kalau Dad dan yang lainnya tahu kau menikahiku secara diam-diam seperti ini, mereka pasti akan membunuhmu," lanjutnya sambil kembali meremat-remat piyama Mark, "Aku... tidak mau menjadi duda secepat itu."
Untuk kali ini, Mark sumpah tidak bisa menahan tawa gelinya berkat rajukan dari Haechan yang baginya sangat menggemaskan tersebut. Bahkan saking gemasnya, Mark sampai memeluk tubuh Haechan begitu erat sembari melayangkan sebuah gigitan main-main di pipi sang pudu.
"Jangan khawatir, Pudu," ucap Mark setelahnya seraya menangkup kedua sisi wajah Haechan dengan lembut, "Aku yang akan mengurusnya."
"Kau yakin?" balas Haechan ragu, "Caranya?" lanjutnya sambil memainkan surai hitam Mark dengan jemarinya, "Kau tahu sendiri kan mereka sangat overprotektif padaku? Terutama Dad dan Nana?"
"Kau benar-benar ingin tahu caranya?" tanya Mark memastikan.
Haechan lantas mengangguk cepat, hingga membuat Mark tak sanggup menahan senyum menggodanya sebelum kembali berkata.
"Cium aku dulu."
"Ish!"
Pada akhirnya Haechan malah menyubit pipi Mark dengan kesal, setelah menyadari bila dirinya baru saja termakan oleh jebakan Mark yang lagi-lagi malah mengerjainya, tanpa mempedulikan reaksi dari singa kesayangannya satu itu yang kini sedang mengaduh kesakitan dengan hebohnya.
"Apa cium-cium?!" keluh Haechan, "Di kamar saja kau berani minta cium, huh?" lanjutnya diakhiri dengusan, "Tadi siang waktu kita menikah, kau bahkan tidak menciumku!"
Seraya menggenggam tangan Haechan agar berhenti menyubiti pipinya, Mark lagi-lagi terkekeh.
"Mana bisa aku menciummu di depan anak-anak?" balas Mark sambil mencuri kecupan di punggung tangan Haechan yang kini menempel di sisi wajahnya, "Kita tidak mungkin meracuni kepolosan mereka dengan ciuman kita kan?"
Haechan lantas mendengus.
"Pembohong," keluh Haechan untuk kesekian kalinya, "Bilang saja kau tidak ingin orang lain melihat ekspresi seksiku saat berciuman denganmu, kan?" lanjutnya malah narsis, "Karena itu, kau sengaja memilih mengadakan upacara pernikahan bersama anak-anak panti, agar kau punya alasan untuk tidak menciumku di depan umum, kan?"
"Cerdas," balas Mark dengan bangganya sambil melayangkan sebuah kecupan di bibir Haechan.
Sebuah reaksi, yang kembali membuat Haechan mengerucutkan bibirnya dengan kesal.
"Posesif sialan," keluh Haechan, "Tapi kau tahu tidak sih? Justru kau baru saja menghancurkan imajinasi indah mereka, tahu!"
"O ya? Kenapa?"
"Seharusnya kau menciumku seperti seorang Pangeran yang mencium seorang Putri di buku-buku dongeng," ucap Haechan menjelaskan dengan jari telunjuk yang menepuk ujung hidung Mark pelan, "Dengan begitu, imajinasi mereka saat menikahi orang yang mereka cintai kelak akan terasa lebih nyata!"
YOU ARE READING
Reverse
Fanfiction"Bisakah kau berhenti membuatku semakin jatuh padamu?" "Tidak akan. Bahkan semesta telah menuntunmu agar terjatuh padaku. Untuk apa aku melawan takdir?" *** Berawal dari kesalahpahaman "panas" yang tidak sengaja tercipta di salah satu ranjang ruang...
Chapter CII (When Mark Meets Haechan in Their Universe: Psyche)
Start from the beginning
