21 - Pretty Cloud

Start from the beginning
                                    

Nadir menunduk melihat dasar gedung, setelah itu bergantian mendongak menatap bentuk awan di atas langit. Dia turun dari pembatas atap. Niatnya untuk terjun bebas dari atap gedung sirna. Laki-laki yang mengaku penunggu atap bernama Caka Elvano itu berhasil membuat niat menggebu-gebu Nadir reda begitu saja karena penghinaan yang dilakukannya. Jika biasanya orang lain akan panik melihat orang hendak terjun bebas dari atap, berbeda dengan Caka yang seolah tidak peduli. Hal itu membuat Nadir merasa malu sendiri.

"Penunggu atap aneh."

❤︎❤︎❤︎

Bilal melihat Caka masuk ke kelas sebelum bel masuk, membuat dahinya mengerut heran. "Ini belum bel, tumben?"

"Kangen sama lo," balas Caka sekenanya.

Bilal mual dibuat-buat, ia ternganga seraya memegang dadanya dengan gerakan dramatis. "Gue masih normal ya anj!"

Caka tertawa singkat. Dia juga masih normal, tidak normal pun seleranya bukan Bilal. Asik mendengarkan ocehan Bilal, pandangan Caka teralih di pintu kelas saat Avarez masuk seraya memasang wajah ceria.

Bilal ikut melirik arah pandangan Caka yang ia ajak bicara, dan ocehannya ter-pause begitu saja karena tertarik menggoda Alvarez, "Cieee abis apelin Zea cieee!" hebohnya.

"Apaan sih!" Alvarez duduk di bangkunya. Bilal memutar tubuhnya untuk menoleh ke belakang, "Kapan jadian?" tanya Bilal.

"Gue cuma tagih hutang dia aja, kok. Nggak lebih."

"Affah iyah? Seorang Alvarez ATM AJA tagih uang receh?"

Alvarez lelah berdebat. Dia memilih untuk tidak mempedulikan Bilal. Cowok itu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku untuk dimainkan sambil menunggu bel berbunyi.

Tak lama, sepuluh menit sampai bel berbunyi dan membuat beberapa siswa kalang kabut menghabiskan makanan yang masih tersisa banyak. Pasalnya tidak boleh makan di dalam kelas, dan beberapa masih melanggar aturan membawa makanan dari kantin ke kelas. Ada juga yang sibuk membereskan make up ke dalam pouch kemudian menyembunyikannya di sela loker belakang kelas.

Dan semuanya langsung tertib saat guru memasuki kelas. Mereka sedikit bingung karena bukan guru matematika yang masuk, melainkan wali kelas mereka.

"Siang, anak-anak!" sapanya.

Kompak sekelas menjawab kecuali Caka dan Alvarez yang malas berbicara. "Siang, Pak Rudi."

Tangan Pak Rudi melambai untuk menyuruh seseorang masuk. Caka sedikit terkejut melihat Nadir masuk ke kelasnya. Dia bertemu dengannya di atap dua puluh menit lalu.

Ternyata murid baru, batin Caka.

"Ada murid baru dari Bandung. Nadir, perkenalkan diri kamu," ujar Pak Rudi.

Nadir menatap teman baru sekelasnya, "Halo, gue Nadir Kamaya. Kalian bisa panggil Nadir. Semoga kita bisa berteman. Ada yang ditanyakan mungkin?"

"Kenapa lo pindah sekolah? Kan sudah kelas dua belas?"

"Bokap gue dipenjara karena korupsi, mama tiri gue minta cerai, dan gue pindah Jakarta karena satu-satunya yang mau nampung gue cuma Nenek. Oh iya, kalian jangan benci gue karena gue nggak makan uang hasil korupsi bokap gue kok. Tenang aja."

Sekelas menjadi hening seketika. Mereka bertanya-tanya siapa ayah Nadir yang korupsi, sampai-sampai ada yang browsing untuk mencari tahu hal itu. Kelas menjadi suram seketika.

Pak Rudi berdeham untuk mencairkan suasana yang berubah canggung. "Nadir, kalau begitu bisa duduk di...," ucapan Pak Rudi menggantung karena matanya sudah melihat dua kursi kosong yang ada di belakang kelas bergantian. Satu kursi kosong di samping Alvarez, dan satu lagi di samping Demian—siswa yang terkenal cetus dan ambisius. Pak Rudi menelan ludahnya, ia bingung mau menyuruh Nadir duduk di samping siapa.

Strawberry Cloud [End]Where stories live. Discover now