BAB 1

1K 283 58
                                    

"Jaga Papa ya, Mei."

Pagi Sabtu itu Ai berangkat ke Bali. Semua persiapan tempat tinggalnya sudah beres dan dia hanya perlu menuju rumah kos barunya nanti. Dua hari lalu dia sudah dihubungi staff kos dan mengatakan kamarnya sudah siap pakai. Tambahan lagi sehari sebelum dia berangkat, pihak perusahaan telah memberi tahu detil yang harus dia persiapkan selama masa training dan tentu saja berikut tanggal masuknya. Bukankah ini waktu yang sangat tepat. Ai menghirup udara dalam-dalam dan merasa hidupnya berubah drastis.

"Aku akan menjaga Papa. Baik-baik aja kamu di sana." Mei menepuk lengan Ai.

Ai menatap Papa yang berdiri tegak. Wajah keriputnya selalu tersenyum meski ada binar sedih di sepasang matanya. Ai beralih memeluk perut Papa seperti kebiasaan kecilnya dulu.

"Aku akan menelpon Papa setiap hari. Bahkan aku akan video call." Ai mendongak dan tersenyum lebar. "Dan aku akan mengirimkan sesuatu untuk Papa di gaji pertamaku."

Papa tertawa dan mengusap kepala Ai. "Enggak perlu. Cukup kamu hidup dengan baik dan kerja semangat, Papa udah seneng."

Air mata Ai merebak. Selama 25 tahun hidupnya, dia belum pernah sekalipun berjauhan dengan keluarganya. Bahkan putus dari mantannya saja enggak sesedih ini tuh. Lah iya sih, mantan itu apa? Sejenis kotoran yang harus segera disingkirkan.

Nomor penerbangan diumumkan. Ai terpaksa melepaskan pelukannya pada Papa dan Mei.

"Mei... Kalau kamu nikah, jangan coba-coba pindah ke rumah Juan. Awas kamu."

Mei tertawa dan melambai. "Kalau sampai video call ya."

Uuh Ai merasa sendirian sekarang. Duduk di bangku pesawat dan menatap langit biru di jendela. Jantungnya berdebar-debar menanti hari baru yang akan hadapinya. Ia mencoba mendengar musik namun enggak bisa melupakan rasa berdebarnya dan akhirnya dia membuka profil perusahaan yang akan menjadi tempat kerjanya kini.

Dengan menggunakan mode pesawat, Ai membuka pdf yang dikirimkan oleh manager administrasi melalui grup pegawai baru untuk dipelajari.

Pesan yang diingat Ai dari Pak Liong adalah seluruh pegawai baru harus mengingat urutan struktur perusahaan terutama bos besar mereka.

"Ingat ya mbak/mas. Bos besar kita tidak suka dengan sikap malas-malasan. Tiap bertemu bos besar harus menunduk dan menepi. Tidak boleh menatap mata. Tidak boleh berjalan mendahului. Lift yang dipakai bos besar tidak boleh pegawai pakai. Ada lift tersendiri nanti kalian akan tahu. Dan satu lagi. Satuu lagi. Jika bos besar mau masuk ke lift yang ada pegawainya, kalian semua HARUS keluar dari lift. Tapi tenang saja mbak dan mas, meski bos besar terlihat dingin dan menyeramkan. Bos besar enggak pelit gaji kok. Tiap 6 bulan sekali akan ada bonus bagi divisi yang menunjukkan kinerja meningkat, jadi semangat semuanya."

Ai tentu saja ingat pidato luar biasa yang diucapkan Pak Liong saat mereka semuanya vcon melalui gmeet. Jari Ai mengusap layar ponselnya dan mulai membaca visi misi perusahaan,  cara kerja baik dalam segala divisi perusahaan, aset dan laba.

Ai membaca tugas tiap divisi dan bacaannya berakhir pada struktur perusahaan yang kotak tertinggi berisikan Direktur yang dilengkapi nama.

Ai melebarkan layar dan membaca baik-baik nama bos besar yang diucapkan Pak Liong dengan nada keramat.

"Gui Adelio Ong."  hanya nama no picture available.

Laki-laki berdarah Tionghoa dengan marga Ong. Rasanya marga itu enggak asing di benak Ai. Ong. Ong. Apa kaitannya dengan perusahaan raksasa Ong yang di Beijing? Ai suka membaca apa saja saat dia menganggur hingga artikel bisnispun dilahapnya. 

Love in BaliWhere stories live. Discover now