Bab 1. Meninggalkan Indonesia

6.5K 260 1
                                    

Aku memeluk mama dan juga kakak lelakiku satu satunya, sebelum beranjak meninggalkan mereka dan ikut pergi dengan paman, adik dari mendiang papaku, ke negara asalnya. Baru satu minggu papa meninggalkan kami semua, kepergianya masih menyisakan duka mendalam di hati kami, keluarganya, terutama mama, isak tangisnya masih sering kulihat kala dia menyendiri. Bukan berarti kami belum mengikhlaskan kepergian beliau namun caranya pergi yang membuat hati kami tertusuk sembilu, papa dinyatakan meninggal dunia oleh dokter karena kehabisan darah akibat luka luka yang di dideritanya karena serangan hewan buas. Memang papa yang hobi berburu selalu keluar masuk hutan di hari liburnya. Luka luka yang di temukan di sekujur tubuh papaku sangatlah menyayat hati, sepertinya hewan itu menyerang papa dengan brutal, namun apa mau dikata itu sudah menjadi suratan takdir.

Akhirnya hari ini setelah menjadi perdebatan panjang, diambilah keputusan bahwa aku akan meneruskan sekolahku di negeri paman sam tersebut, setelah paman mengutarakan niatnya untuk memboyong seluruh keluarga papa kesana, paman bilang karena dia ingin menjaga dan bertanggung jawab pada anak dan istri yang ditinggalkan oleh kakaknya, tapi mama menolak, karena ingin selalu dekat dengan makam papa, sedangkan kakaku juga berkewajiban meneruskan bisnis papa, maka di putuslah aku yang akan dibawa paman ke USA, untuk melanjutkan sekolahku disana. Dan disinilah kami semua sekarang berada, di bandara Soekarno-Hatta, mendengarkan wejangan wejangan dari mama dan kakaku Dimitri.

Oia aku lupa memperkenalkan diri, namaku Vanessa Anderson, umurku 16 tahun, anak ke dua dari dua bersaudara, papaku orang USA bernama Wilson Anderson dan mamaku orang Indonesia bernama Latika Sri Wedari, sadangkan kakaku berbeda 10 tahun dariku bernama Dimitri Anderson yang saat ini menggantikan papa mengurus pabrik tekstil, satu satunya sumber mata pencaharian keluarga kami, kakaku itu telah berkeluarga namun keluarga kecilnya tertimpa musibah, sebuah kecelakaan mobil yang menewaskan kakak ipar dan calon keponakanku yang berusia 6 bulan di dalam rahim istri dari kakakku tersebut.

ka Dimi sempat sangat terpukul atas kehilangan istri dan calon anaknya tersebut, bahkan dia mencurigai kecelakaan itu adalah rencana dari seseorang, namun kami tak mendapatkan bukti yang cukup kuat untuk melaporkan kecurigaan tersebut ke polisi. Dan setelah enam bulan berlalu, keluarga kami kembali tertimpa musibah, yakni kami kembali kehilangan orang yang kami cintai. iya.. kepergian papa hanya berselang enam bulan setelah kecelakaan maut yang menimpa kakak iparku.

Kini tibalah saatnya aku harus meninggalkan tanah air tempat kelahiranku tercinta, dan mulai mencoba menata hidup baruku di negara tempat papaku berasal. Selama di pesawat aku hanya tidur dan tidur, terbangun hanya karena mba pramugari menawarkan minuman atau makanan, karena memang seminggu ini aku merasa sangat lelah, kehilangan orang terpenting dalam hidupku sesaat setelah ujian kenaikan kelas berakhir sunguh sangat menguras energiku, jadi wajarlah disaat berdiam duduk di pesawat aku lebih memilih tidur, mengistirahtkan tubuh dan pikiranku, walau pun itu tak banyak membantu karena saat aku terbangun, ingatan akan papaku kembali mengusik pikiranku.

"Vanessa, makanlah dulu ini masih sangat lama, tubuhmu butuh asupan makanan" ucap paman Taylor membangunkanku, aku menoleh padanya sesaat dan melirik makanan yang di sodorkan oleh paman, akhirnya aku paksakan juga untuk makan, walaupun setelahnya aku tertidur kembali, dan terbangun karna untuk berganti pesawat, yup untuk tiba di Wisconsin kami harus dua kali transit, dan ini adalah transit terakhir kami, setelah sebelumnya transit di Qatar, dan sekarang kami sudah berada di Chicago O'Hare International untuk melanjutkan ke tempat tujuan akhir kami.

Perbedaan waktu Indonesia dengan USA yaitu di Indo lebih cepat 13 jam, dan perjalanan untuk sampai disana membutuhkan dua kali transit dengan memakan waktu sangat lama yaitu 39 jam 49 menit, yang terdiri dari 8 jam 50 menit untuk sampai di bandara Qatar, lalu 9 jam untuk menunggu pesawat lanjutan, dan 15 jam 45 menit untuk sampai ke ORD Chicago dari Qatar, lalu menunggu kembali selama 5 jam lebih sedikit untuk naik ke pesawat terakhir kami, dan dibutuhkan waktu 1 jam lebih 9 menit untuk sampai di bandara Wausau Central Wisconsin. Waktu yang tidak singkat untuk sebuah perjalanan, mungkin tubuhku lelah namun aku tak terlalu menghiraukanya, karena pikiranku jauh lebih lelah, dan kurasa paman Taylor pun merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan, terlihat dari sikapnya yang jadi pendiam, padahal pamanku itu orang yang humoris, paman juga cukup dekat dengan kami para keponakanya. oh iya... Paman Taylor adalah satu satunya saudara papaku, walaupun mereka tinggal di negara yang berbeda namun paman sesekali berkunjung ke Indonesia untuk menemui kami, bahkan paman pernah mengambil cuti lama dari pekerjaanya saat papa meminta bantuanya untuk mengurusi pabrik textile kami, dan Paman Taylor juga lah yang mengajariku bersepeda.

Kedekatan dan keakraban paman dan papaku menginspirasi kami, maksudku aku dan Kak Dimi, kami jarang sekali bertengkar, atau mungkin karena rentang usia kami yang lumayan jauh, entahlah tapi Kak Dimi adalah sosok kakak idaman untukku. tanpa kusadari airmataku kembali luruh membasahi pipiku, teringat akan kenangan manis dalam hidupku dan menyadari bahwa aku tak memiliki kesempatan untuk mengulangnya kembali sungguh sangat memilukan bagiku. HIngga aku merasakan sebuah lengan melingkari bahuku, dan mengusapnya perlahan, aku menegakkan tubuh dan mendongakan kepalaku keatas ke arah paman, karena tubuh paman lebih tinggi dariku, kupaksakan memberinya sebuah senyuman untuk menunjukan bahwa aku baik baik saja. Saat itulah aku menyadari di sinilah kami sekarang berada, di rumah Paman Taylor, aku lebih suka memanggilnya paman daripada uncle, setidaknya itu akan menjadi pengingat diri tentang tanah kelahiranku, dan Paman Taylor tidak keberatan sama sekali dengan panggilan khas orang Indonesia tersebut.

"Beristihatlah nak, besok pagi aku akan mendaftarkanmu sekolah" kata Paman Taylor sambil membantuku membawa koper besarku masuk ke rumah. "Ayo aku tunjukan kamarmu" lanjutnya.

aku mengikuti jejak langkahnya memasuki rumah hingga sampai di pintu sebuah kamar.

"Nah Vanessa, ini kamarmu, semoga kau betah disini, dan jika kau ingin mendekor ulang kamar ini, kau tinggal memberitahukanya padaku"

"Terimakasih paman, ini sudah cukup nyaman untukku, aku suka"

"Syukurlah jika kau menyukainya, jika ada apa apa aku ada di kamar sebelah, dan kau tidak perlu berterima kasih padaku, aku adalah pengganti ayahmu, ini sudah kewajibanku"

Selesai berkata demikian paman langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya sendiri, meninggalkanku yang masih melihat sekeliling kamar yang akan menjadi tempat tinggalku di masa yang akan datang. Kamar tersebut memiliki kamar mandi didalamnya, dan terdapat bathub juga, aku jadi berpikir untuk berendam air hangat disana, mungkin inilah yang aku butuhkan saat ini.

that wolf is your mate sweety !Where stories live. Discover now