Malam yang sumpek bagi April. Seisi rumah benar-benar ribut. Entah itu suara obrolan ayah dengan pakde Purnomo yang asyik membicarakan KTT G20 di teras depan atau suara ribut bocil-bocil bermain sambil menonton tv di ruang tamu.
Sebenarnya suasana rumah yang ramai itu sudah biasa bagi April. Di dalam rumahnya itu bukan hanya keluarganya yang tinggal, melainkan nenek, pakde, bibi, dan saudara-saudara sepupunya. Walaupun terbilang sudah biasa, April kadang pengen marah ketika mendapati rumahnya sama sekali tidak ada damai. Kalau sudah sumpek seperti itu, April pasti akan langsung mengungsi ke rumah tetangga. Siapa lagi kalau bukan rumah Nana-nya.
Seperti biasa, April masuk ke rumah Naka tanpa mengetuk apalagi salam. Lagian kalau salam dulu gak akan dijawab juga, Naka biasanya mendem di kamar, sementara orang tuanya lagi di luar kota. Namun, alih-alih menemukan Naka di kamar, April malah mendapati cowo itu sedang sibuk membuat kopi di dapur.
"Ngapain lu?" Ucap Naka melihat sahabat perempuannya datang dengan wajah tertekuk.
"Ngungsi bentar, rumah ribut." Jawab April membuka kulkas, mencari-cari dessert buatan umi Hanin.
"Emang sejak kapan rumah lo gak ribut? Orang isinya bejibun gitu." Naka beranjak duduk di kursi makan sambil menyeruput kopi seduhannya.
Tidak salah sih. Dibanding rumah April, rumah Naka sepi. Abi Yahya dan umi Hanin cuma punya satu anak, jadinya tidak ada yang membuat keributan selain Naka kalau lagi mode full battery.
"Lo gak mungkin ngungsi dari rumah kalau bukan karena para bocil ngerusuh, kan?" April yang duduk di depan Naka langsung mengangguk.
"Si Jio ngerobek kanvas gue, mana sisa itu doang lagi. Gue belum bisa beli, soalnya dompet menipis. Kalo gak buru-buru pergi, bisa-bisa gue smackdown tuh bocil." Keluh April di sela-sela suapannya.
Itulah alasan April bergegas mengungsi ke rumah Naka tadi. Sebenarnya itu salah April juga sih meletakkan kanvas sembarangan. Setelah ini April terpaksa harus menahan jajan untuk bisa membeli kanvas baru lagi. Jangan pernah berpikir, April itu memiliki uang saku yang banyak. Dengan jumlah anggota keluarga yang berjibun, tentu saja April harus bersabar mendapat jatah seadanya. Belum lagi ia memiliki tiga saudara yang masih kecil-kecil juga. Berbeda dengan Naka yang memiliki nasib lebih baik. Tingkat perekonomian keluarga cowo itu lumayan, menengah ke atas.
Naka mendengarkan seluruh keluh kesah April dengan penuh perhatian. Semua kalimat yang keluar dari mulut cewe itu didengarkannya dengan seksama. Walaupun terlihat serampangan, tengil, dan menyebalkan, Naka itu bisa menjadi pendengar yang baik. Bagi Naka selalu menyenangkan mendengar April berceloteh seperti ini.
"Belum lagi si Haikal sama Harsakha yang ngabisin stok cookies buatan lo. Padahal udah gue umpetin jauh-jauh tetep aja dua kembar nyebelin itu nemu." Gerutu April. Wajahnya terlihat begitu kesal sampai tak sadar dirinya sedari tadi menggebrak-gebrak meja makan.
"Yaudah nanti gue buatin lagi, lo request cookies apa?"
Sedetik kemudian wajah tertekuk April berubah riang. Gadis itu tersenyum lebar sambil menatap Naka berbinar-binar.
"Cookies cokelat."
Sungguh disaat-saat seperti ini jantung Naka kembali berdegup kencang. Naka tidak paham dengan dirinya sendiri. Hanya dengan mata berbinar-binar itu, jantungnya berulah lagi. Kalau diingat-ingat juga Naka tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
"Siap, nanti gue bikinin." Ucap Naka yang dibalas anggukan semangat April. Tidak apa-apa lah dirinya kembali harus berkutat dengan adonan kue. Setidaknya sahabatnya ini tidak lagi marah-marah.
"Eh Na, gue lagi bingung." April menyuap dessert terakhir di sendoknya, kemudian menatap Naka serius. "Menurut lo, gue terima ajakan jalannya Kak Martin apa Zaki ya?"
Martin dan Zaki, akhir-akhir ini April sering membicarakan kedua cowo itu. Naka tentu saja mengenal keduanya. Martin adalah kakak kelas 12 yang lumayan dekat dengan Naka karena sering nongkrong bareng. Kalau Zaki adalah teman dekat Naka, satu kelas juga. Entah kenapa setiap kali April membicarakan cowo lain didepannya, Naka merasa tidak suka. Ada rasa-rasa tidak rela sahabat perempuannya mulai memperhatikan orang lain.
"Lo maunya jalan sama siapa?" Naka nanya balik.
April menggeleng, "gue bingung, Na."
"Gosah jalan sama mereka, lu jalan sama gua aja." Habis ngomong gitu, Naka langsung ngeloyor pergi menuju ruang tengah.
"Eh gimana?" Tanya April bingung.
Yang satu tsundere, satunya lagi tidak peka. Klop sekali.
💌
To be continued...
YOU ARE READING
Friend to Love || Jaemrina ✓
FanfictionGara-gara perjanjian konyol tujuh tahun lalu, keduanya terpaksa memendam perasaan masing-masing. Perjanjian untuk tidak saling menyukai sampai kapanpun. Apalah daya, manusia berencana, akan tetapi takdir terus berjalan sebagaimana semestinya. Nakama...