12.

0 0 0
                                    

Gambar bayi yang berlumuran darah!

Pada kertas yang seharusnya terdapat gambar sketsa wajah gadis kecil, justru terdapat gambar tersebut. Erin pun terhuyung mundur, menunduk, dan memejamkan mata erat-erat, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

Setelah beberapa saat, Erin memberanikan diri mendongak dan perlahan membuka matanya yang mengeluarkan air mata, guna melihat meja. Erin pun dibuat tertegun, kala kertas di meja kembali tergambar sketsa wajah gadis kecil, bukan lagi bayi yang berlumuran darah.

Bangkit dari rasa terkejutnya, Erin segera memasukkan barang-barang dari kakek Doko yang telah ia keluarkan ke dalam kardus seperti semula. Setelah itu pwrgi ke dapur dan duduk di kursi makan.

Usai makan malam, Erin kembali ke kamar. Bermain ponsel beberapa saat, kemudian tidur. Lagi-lagi, Erin memimpikan seorang wanita berlumuran darah yang merangkak berusaha menuju pintu, hingga ia terbangun di tengah malam.

Erin duduk di kasur. Tangannya mengusap keringat di wajahnya. Napasnya pun masih sedikit cepat. Kemudian, Erin menoleh ke meja nakas dan ia berdecak kesal. Rasa haus datang, tetapi ia lupa menaruh minun di meja nakas.

Hela napas Erin lakukan, sebelum akhirnya turun dan pergi ke dapur untuk minum guna menghilangkan dahaga.

Ketika berjalan ke kamar, Erin mendengar suara gedoran dari dalam pada pintu kamar depan. Erin pun menoleh dan memang tak ada siapa pun. Namun, suara gedoran kembali terdengar. Seolah ada seseorang di dalam yang membuat suara tersebut.

Pandangan Erin kemudian turun dan seketika ia membelalak, kala melihat banyak cairan merah pekat mengalir keluar dari bagian bawah pintu.

"Da-darah," gumam Erin lalu tubuhnya limbung dan jatuh ke lantai, bersamaan dengan gelas berisi air yang ia pegang.

Pagi hari, Erin terbangun dari tidurnya di lantai. Duduk di lantai, gadis itu linglung beberapa saat, lalu segera ingat kejadian semalam. Seketika, Erin menoleh ke pintu kamar depan dan menatap lantai di bawahnya. Namun, Erin tak melihat apa-apa. Tidak ada darah seperti yang dirinya lihat semalam.

Bangkit dari rasa bingung dan heran, Erin berdiri dan merasakam tubuhnya sedikit pegal dan kurang enak badan, mungkin masuk angin karena tertidur di lantai. Setelah memasak dan bersiap, ia pun pergi bekerja.

Sore harinya, setelah selesai memasak dan mandi, Erin duduk di teras rumah. Kepalanya menoleh ke samping dan pandangannya kosong. Di seberang jalan, Puput dan kakek Doko baru keluar dari rumah. Keduanya melihat Erin yang sedanf duduk.

Setelah kakek Doko duduk di kursi teras, ia berkata, "Put, coba kamu undang lagi Erin untuk makan malem bareng kita. Sejak pulang ke rumah ibunya, kita belum ngobrol lagi sama dia. Anak itu sendirian, mungkin dia seneng kalau maen ke sini."

"Iya Kek. Yaudah, saya hampirin Erin dulu."

Puput pun segera menghampiri Erin. Ketika jaraknya dengan Erin semakin dekat, Puput mengernyitkan dahi.

'Dia ngelamun?'

Terus mendekati Erin, dan dahinya terus berkerut karena melihat Erin tak menyadari kehadirannya.

"Rin," panggil Puput.

Satu alis Puput sedikit naik saat tak mendapat respons apa pun.

"Erin," panggilnya lagi.

Namun sama, tak ada tanggapan. Tangan Puput lalu terjulur memegang pundak Erin sambik memanggil untuk ketiga kalinya.

"Erin."

Erin tersentak dan lekas menoleh pada Puput. "Kak, Puput?"

"Kamu kenapa? Kok ngelamun?"

Erin hana tersenyum tipis dan menggelengkan kepala.

"Ada apa, Kak?" tanya Erin.

"Ini, kakek minta saya untuk ngundang kamu makan malem. Apa kamu mau?"

Erin segera mengangguk. "Iya Kak, mau."

Puput tersenyum. Kemudian, ia menatap Erin intens dan bertanya, "Rin, apa kamu sakit? Kamu pucet dan keliatan lemes gitu."

Erin mengulas senyum kecil dan menjawab, "Kurang enak badan aja, Kak. Mungkin masuk angin."

"Minum obat, Rin, sebelum sakitnya nambah. Kalau ada apa-apa, saya ada di rumah kakek. Dateng aja kalau butuh sesuatu, ya."

Erin tertegun sesaat lalu mengangguk. "Makasih banyak, Kak."

"Yaudah kalau gitu, saya mau pulanh dulu."

Puput pun kembali ke rumah kakek Doko, sedangkan Erin segera masuk ke dalam rumah dan bersiap. Ia membawa masakannya yaitu terong balado dan tempe goreng, lalu menyusul Puput.

Saat melihat Erin, kakek Doko tampak sedikit khawatir. Ia pun bertanya, "Apa kamu sakit? Kenapa pucet?"

"Sedikit nggak enak badan, Kek. Tapi, baik-baik aja, kok," jawab Erin sambil memberikan masakannya pada Puput yang langsung dibawa masuk.

"Kalau gitu, kita masuk aja. Nanti malah kamu masuk angin."

Kakek dan Erin pun menyusul Puput masuk rumah. Lagi-lagi, Erin melihat lukisan seorang wanita hasil karya tangan kakek sendiri. Erin pun merasa jika dirinya seperti pernah melihat sosok perempuan itu.

"Kek?"

"Huh? Ada apa?" Kakek duduk di sofa dengan dibantu oleh Puput yang telah kembali dari dapur. Dia juga mendampingi Kakek duduk di sampingnya, sedangkan Erin duduk di depan mereka.

Erin menunjuk lukisan tersebut. "Kalau boleh tahu, objek lukisan itu, apakah dia nyata atau khayalan saja, Kek?"

Kakek menoleh pada lukisannya, lalu pandangannya menyendu, seiring senyum sedih muncul di bibirnya.

"Dia nyata, tetapi sudah tiada."

Warna Merah Darah [Tamat]Where stories live. Discover now