Sebuah Perpisahan

Start from the beginning
                                    

“Iya, makanya kita harus cari mereka, mungkin mereka ada di rumah Bibi Fatma, Teteh takut Ibu sama Bapak kenapa-kenapa, Dri.”

Dengan perasaan cemas mereka berjalan menuju rumah Bibinya untuk memastikan jika orang tuanya ada di sana dengan keadaan baik-baik saja.

***

Setelah sampai di rumah Bu Fatma Anaya langsung mengetuk pintu dengan tergesa-gesa.

Tok, tok, tok, tok.

“Assalamualaikum, Bik? Bibi..?”

“Waalaikumussalam, iyaaa sebentar...!!” Bu Fatma menyahut seraya berjalan membukakan pintu.

Ceklek.

“Lho, Anaya? Adrian? Kalian ngapain ke sini? Mana mau magrib lagi,”

Bu Fatma cukup kaget ketika melihat Anaya dan Adrian bertamu di waktu menjelang magrib, dengan wajah lelah diiringi cemas, dan pakaian mereka yang terlihat lusuh disertai keringat yang membasahi tubuh mereka, sungguh memprihatinkan.

Karena perasaan cemas yang menggebu, tanpa basa-basi Anaya langsung menanyakan keberadaan orang tuanya.

“Kita mau mencari Ibu sama Bapak, apa mereka ada di sini?”
“Iya Bik, soalnya mereka tidak ada di rumah, kami takut terjadi apa-apa sama mereka,” sambung Adrian yang tak kalah cemas.

“Apa? Mereka tidak ada di rumah? Tapi, mereka juga tidak ada di sini,”
Seketika tubuh Anaya pun lemas, karena mendengar jawaban di luar harapannya, tanpa di sadari ia menjatuhkan tubuhnya di kursi yang ada di teras rumah Bu Fatma.

“Ya Allah, Bu, pak...kalian di mana?” lirihnya seraya menutupi wajahnya menahan tangis.

Adrian yang menyadari keadaan Kakaknya pun langsung menghampiri untuk memberi ketenangan.

“Teh, Teteh yang tenang ya! Kita harus berpikir positif! Kalau Bapak dan Ibu pasti baik-baik aja. Apa Teteh udah coba hubungi nomor Ibu?”

Anaya pun mengangguk sembari menatap Adrian.

“Iya udah, Dri, tapi pulsa Teteh habis.”

Lalu Adrian menoleh ke arah Bibinya untuk meminta bantuan.
“Bik, Bibi punya pulsa tidak? Tolong hubungi nomor Ibu ya! Kebetulan pulsa kita habis.”

Bu Fatma melihat tingkah Adrian yang terlihat malu-malu langsung mengusap lembut bahu keponakannya. Sungguh, Bu Fatma merasa kasihan pada kehidupan Anaya dan Adrian, mereka harus banting tulang untuk membantu orang tuanya mencari nafkah agar bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Yang seharusnya mereka menikmati masa remajanya dengan bermain atau fokus untuk belajar.

“Iya, sebentar ya! Bibi ambil dulu handphonenya.”

Bu Fatma masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil ponsel miliknya, tak lama Bu Fatma kembali sambil mengetik nama Teh Rani untuk melakukan panggilan.

Tuttt tuttttt.

“Halo, assalamualaikum, Teh Rani? Teteh di mana? Ini Anaya sama Adrian nyari Teh Rani sama Kang Firhan.”

“Iya Waalaikumussalam, hiks hiks maaf ya hiks, tadi Teteh belum sempat ngasih kabar ke Anaya dan Adrian hiks hiks kalau Bapaknya masuk rumah sakit, hiks hiks dan Kang Firhan sudah tidak ada Fatma... Kang Firhan sudah meninggal, hiks hiks hiks.”

Takdir Cinta (TAMAT)Where stories live. Discover now