4. Sini Maju, Nanti Kugigit! Grrrrr.

17.8K 2.8K 25
                                    

Hasil penjualan giwang dan kalung pemberian Tristan ternyata tidak terlalu buruk. Justru mengagumkan! Aku tidak peduli rugi berapa persen, seperti yang penjual katakan kepadaku, yang penting ada uang! Uang! Berhubung Violet tidak memiliki ijazah S1 ataupun sederajat, maka melamar pekerjaan sebagai pegawai di suatu kantor tampaknya sukar diaplikasikan. Teman pun, hasil dari usahaku mengorek ingatan Violet, hanya segelintir saja. Dengan kata lain, Violet ini tidak bisa kuharapkan!

“Yang penting, kan, jadi istri bos besar? Nggak masalah pendidikan cuma SMA doang.”

Pasti itulah yang akan orangtuaku katakan kepadaku. Iya sih nggak masalah, tapi beda cerita semisal suami yang menikahi istri karena dasar pertanggungjawaban semata! Orang juga butuh perhatian! Oh tekanan darahku, jangan sampai melonjak hanya gara-gara memikirkan betapa tinggi hasrat ingin meninju Tristan.

Oke, kembali ke rencanaku. Usai menyelesaikan urusan jual beli perhiasan, aku memutuskan menjemput Damian di TK. Dia terlihat kaget ketika aku menghampirinya dan menghadiahinya dengan ciuman di pipi.

“Mama?”

Pasti Damian terkejut karena Violet yang asli tidak pernah mengurusnya. Jangankan menjemput, menanyai kabarnya pun enggan.

“Damian, kita jalan-jalan yuk?”

Beberapa anak mencuri pandang ke arah kami sementara orangtua anak-anak tersebut tampak pongah ketika melihat penampilanku. Hmm ibu muda, punya anak satu, tapi badan masih oke! Wahahahaha aku menang banyak!

Ayo kagumi dan puja aku. Kalau perlu jadikan aku sebagai role mode!

“Asyik!” Damian langsung menggenggam tanganku. “Mama, aku sayang Mama!”

Aduh-aduh Violet ini. Ada bocah mungil menggemaskan, tapi dia justru sibuk memikirkan lelaki yang hatinya terpaut kepada wanita lain. Bukan sembarang wanita, melainkan saudari tiri pula? DIH GILA!

Ketika aku hendak masuk ke taksi bersama Damian, seorang pria berseragam mencegahku. “Nyonya,” katanya, “Tuan bilang saya harus mengantar Tuan Muda ke rumah.”

Sopir pribadi, tebakku. Beraninya hendak menghalangi kebahagian Damian!

“Nak, kamu masuk dulu ya?” perintahku kepada Damian. Dia menurut, masuk ke dalam taksi tanpa bertanya. Lantas aku menatap tajam kepada sopir yang kira-kira berusia sekitar tiga puluhan tahun. Kepadanya aku sengaja memasang tampang mama galak! Grrrr akan kugigit dia. “Kamu bilang saja kepada Tuan bahwa Nyonya dan putra tersayangnya ingin bersenang-senang.”

“Ta-tapi, Nyonya.”

“Kenapa? Takut?” Aku mendecih sembari mengibaskan tangan, tanda bosan. “Kamu nggak perlu gentar. Tinggal kamu katakan bahwa semua ini perintahku. Kalau Tuan memecatmu, kamu hubungi aku dan akan kuganti gaji beserta kerugian yang kamu terima.”

Titik-titik keringat bermunculan di kening pria itu. “Nyonya, tolong mengertilah.”

“Tuanmu bahkan nggak peduli terhadap perkembangan putranya,” balasku, sengit. “Bila dia tidak suka dengan keputusanku, katakan saja untuk menceraikanku. Beres.”

Lekas aku masuk dan menutup pintu. Kepada sopir aku menyebutkan nama tempat yang ingin kudatangi. Taksi pun melaju meninggalkan anak buah Tristan.

Kemenangan pertama terasa begitu manis.

***

Pada pukul tiga sore kami, aku dan Damian, pulang.

Puas! Sangat puas! Aku berhasil memperkenalkan Damian kepada segelintir kesenangan. Mulai dari mandi bola, mencoba es krim, makan kue cokelat, dan tentu saja meracuninya dengan kebiasaan membaca. Penting menumbuhkan minat baca sedini mungkin. Tidak harus membaca novel filsafat, asal ketika membaca bisa mengambil sedikit moral saja itu sudah lebih dari cukup. Membaca melatih seseorang belajar berempati. Apabila menemukan orang yang mengaku suka baca, tapi mulut dan ketikannya beracun dan senang merendahkan bacaan orang lain; maka, sudah pasti ada yang salah dalam dirinya. Membaca tidak akan membuat seseorang menjadi tinggi hati. Justru melalui membaca orang jadi paham bahwa ada banyak hal yang ternyata belum mereka ketahui. Semacam itu.

Violet is BLUE (Tamat)Where stories live. Discover now