+62 8*** **** ****

Kakak lagi ada masalah ya? Kenapa malah mengelak kalo kakak bukan penyelenggara terus keluar gitu aja. Itu namanya nggak tanggung jawab, Ka.

Saya kira orang dewasa yang berani bikin gc TO kayak gitu adalah orang dewasa yang berani tanggung jawab. Bukan malah lari dari amukan pesertanya!

Kalo kakak emang lagi ada masalah, semoga cepet selesai! Tapi kita yang udah masuk gc TO merasa kecewa dan lebih baik keluar dari gc yang kakak buat!

Tangan Nala tergerak untuk menjawab chat itu. Ia cukup kesal karena terus dianggap penyelenggara padahal dirinya juga masuk grup tersebut untuk mengikuti simulasi TO.

Nalara A

Sekali lagi maaf, tapi saya bukan penyelenggara. Saya sama kayak kamu yang mau ikut TO!

Setelah mengirim pesan tersebut, tiba-tiba pemilik nomor tak dikenal itu mendial nomor Nala. Panggilan video! Di jam 12 lewat 15 menit.

Dengan berat hati, akhirnya Nala mengangkat panggilan itu. Ia hanya ingin menunjukan bahwa dia bukan seorang admin apalagi penyelenggara.

"Sorry sebelumnya Ka ganggu malem-mal--"

"Jangan manggil gue 'ka'. Harus berapa kali gue jelasin kalo gue itu bukan penyelenggara! Lo mau bukti apa si dari gue?"

Belum selesai orang di sebrang sana berbicara, Nala sudah memotongnya karena teramat kesal.

Siap sih yang tak kesal setelah mengerjakan soal latihan yang tak kunjung selesai, bukannya istirahat malah di tuduh menjadi admin grup TO dan harus menjelaskan teknis simulasinya padahal dia tak tau apa-apa.

Gambar langit-langit rumah di sebrang sana berganti dengan wajah seorang laki-laki yang juga terlihat sangat berantakan. Sama seperti Nala, rambut laki-laki itu terlihat tak terawat. Banyak helaian yang mencuat, membuat Nala bisa langsung menyimpulkan kalau laki-laki di sebrang sana juga sama stressnya.

"Lo anak smp?"

"Gue kelas 12! Kalo gak percaya--" Nala membuka laci nakasnya, mencari kartu identitas siswa di SMA-nya. Kartu putih dengan logo sekolahnya ketemu, ia buru-buru mengangkat kartu itu di depan kamera.

"Kartu tanda siswa SMP Cakra Buana. Nalara Agnessia."

Nala berjengkit, sikap tidak telitinya kembali berulah. "Salah, ini kartu gue pas SMP. Tunggu!" Tangan gadis itu kembali mengubek isi lacinya, sampai akhirnya menemukan kartu putih berlogo sama. Tidak mau salah lagi, dia membaca kartu identitas itu lebih dulu.

"SMA Cakra Buana. Tapi muka lo keliatan masih SMP."

Sampai sini, Nala juga bisa menyimpulkan sesuatu. Orang di sebrang sana adalah orang yang keras kepala.

"Alahh, tadi aja lo ngotot bilang kalo gue penyelenggara yang nggak tanggung jawab!" amuk Nala.

"Yakan tadi gue belum liat muka, lo. Lagian kenapa lo nggak masang profil foto?"

"Terserah gue dong, akun punya gue kenapa lo yang ikut ribet."

"Terus kenapa lo bisa jadi admin coba? Atau jangan-jangan lo punya orang dalem ya? Hayo ngaku, lo!"

Nala menarik nafasnya dalam-dalam, mencoba mestabilkan emosinya yang sudah di ujung tanduk.

"Gue aja nggak tau kenapa gue bisa jadi admin di sana! Gue aja baru buka hp, tau tau udah diserang karena ternyata jadi admin di grup TO! Harusnya lo kontak aja orang yang bikin gc, bukan malah nyerang gue!"

Di sebrang sana, orang itu juga menarik nafasnya dalam-dalam. Bahkan laki-laki itu meneguk air terlebih dahulu sebelum kembali berbicara dengan Nala.

"Gue kira nomor yang bikin gc sama admin di gc itu ya orang yang sama. Kan sekarang banyak yang punya dua nomor kayak gitu." Penjelasan itu masuk akal, dan Nala dapat menerima penjelasan itu.

"Terus jadinya grup itu gimana?" Nala akhirnya sedikit penasaran dengan apa yang terjadi di grup itu setelah dia keluar.

"Bubar, lahh. Langsung pada keluar. Beberapa orang bahkan katanya mau demo ke akun ig penyelenggara. "

"Ya emang harusnya langsung gitu aja, bukan malah nyerang gue yang nggak tau apa-apa. "

Laki-lakiitu menggaruk kepalanya, terlihat begitu frustasi. "Yakan gada yang tau kalo ternyata lo admin yang salah. Sorry udah nuduh lo."

Nala mengangguk. Ia tak ingin lagi memperpanjang masalah aneh ini. Sekarang ia hanya ingin tidur.

"Btw kenalin, gue Ardana Adhariansyah dari Samarinda."

"Gue Nalara Agnessia dari Bandung."

"Nice to meet you, Ara."

Nala sedikit kaget saat laki-laki bernama Ardana itu memanggil dia dengan panggilan Ara. Terdengar lucu dan tak biasa.

"Nice to meet you too, Ar."

Hening beberapa saat, tapi tidak ada tanda-tanda jika keduanya ingin memutuskan panggilan video tersebut. Nala yang justru melamun di depan ponselnya, dan Ardana yang terlihat sedang berjalan di rumahnya entah hendak menuju ke mana.

"Bentar gue isi ari dingin dulu," ucap Ardana membuat pemandangan di ponsel Nala berganti dengan langit-langit bercat putih.

Nala bisa mendengar suara Ardana yang membuka kulkas, lalu di susul dengan suara air yang masuk ke dalam gelas. Mendengar itu membuat Nala juga ikut merasa haus. Gadis berkacamata itu turun dari kasurnya, mengambil botol minum yang ia simpan di atas meja belajar.

"Lo kenapa belum tidur?" tanya Ardana tiba-tiba, membuat Nala yang sedang minum sedikit tersedak.

Nala berdeham. Ia menutup botol minumnya lalu menyeka sudut bibirnya dari sisa air minum. "Gue abis ngerjain soal latihan UTBK, abis itu buka hp. Eh malah di serang sama lo, jadi ya belum tidur," jelas Nala dengan nada menyindir di ujung kalimatnya.

Di sana, Ardan terkekeh. "Ya maaf, kan gue gatau."

"Lo sendiri kenapa belum tidur?" Nala balik bertanya seraya kembali naik ke atas kasurnya.

"Sama kayak lo, gue juga abis ngerjain latihan soal persiapan UTBK. Kalo gue berhasil keterima di PTN impian gue, gue kayaknya bisa ketemu, lo."

Kening Nala mengerut, menandakan ia penasaran PTN manakan yang menjadi impian Ardana. Padahal tadinya ia tak pernah memiliki rasa penasaran terhadap mimpinorang lain. Si Optimis Nalara ini hanya bisa peduli pada mimpinya sendiri.

"Emang di mana?"

"Universitas Pendidikan Indonesia. UPI, Bandung. Jurusan Ekonomi."

Ardana tersenyum melihat ekspresi Nala yang terlihat cengo. Sepertinya gadis itu merasa takjub padanya. Atau ... karena PTN impian mereka sama?

"PTN impian gue juga di sanaa!" pekik Nala.

"Semoga kita berdua bisa keterima di sana terus bisa ketemu." Ardana tersenyum simpul. "Mau jurusan apa?" lanjut Aradana.

"Sastra Indonesia. Fakultas pendidikan dan Sastra Indonesia." Nala menjawabnya dengan mantap.

Perbincangan mereka berlanjut, membuat rasa kantuk keduanya hilang. Hingga ntah bagaimana, jam dinding di kamar Nala sudah menunjuk pada angka 3.

Ardana yang mengerti langsung mengakhiri obrolan. Melihat mata sipit terhalang kacamata milik Nala yang mulai memerah, Ardana sedikit tersenyum. Rasanya baru kali ini dia asik berbicara dengan orang yang baru ia kenal. Dan menurutnya, Nala menarik.

Setelah menyimpan ponselnya di atas nakas, Nala merebahkan tubuhnya. Wajah Ardana yang baru ia lihat memenuhi pikirannya. Nala mengakui kalau laki-laki itu telihat tampan tapi dalam versinya. Dia tidak terlalu putih, namun manis. Ditambah dengan gigi gingsul dan lesung pipit, membuat ketampana Ardana di atas rata-rata menurut Nala. Dan tentu saja pembahasan dia dan Ardana sangat klop. Mereka sefrekuensi.

□♧♧♧□

Thanks a lot udh baca, semoga suka. Kalo suka partnya boleh ss terus post ig dan tag @z_naaaaaaaa

VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}Where stories live. Discover now