Mulai Dari Sini

29 7 3
                                    

Air hujan berjatuhan membasahi pepohonan, ranting, jalanan, intinya semua, termasuk bus yang sedang ia naiki. Walaupun begitu, jalanan tetap padat, macet, lebih tepatnya. Nadine menengok ke arah jendela kaca di sampingnya yang terkena tempias air hujan, yang- walaupun buram, ia masih bisa melihat kalau pohon-pohon di pinggir jalan itu seakan bergerak seiringnya bus berjalan.

Bus bergerak lebih pelan dari sebelumnya dengan diiringi bunyi decitan yang berasal dari rem bus. Lalu beberapa detik setelahnya- saat bus berhenti, beberapa orang turun, lalu digantikan dengan tiga orang pekerja dan seorang siswa naik ke dalam bus. Baru setelahnya, bus kembali melaju.

Nadine merapatkan cardigan yang dipakainya saat merasa udara semakin dingin, terasa menusuk kulit. Kalau saja hari ini adalah hari libur, sudah pasti ia akan menghabiskan sepanjang harinya di dalam kamar. Mungkin ia akan duduk di kasur dengan balutan selimut tebal juga menonton drama-drama dari Negeri Gingseng yang sudah ia download. Tapi mungkin, ditemani dengan semangkok mi kuah yang masih mengepul hangat akan lebih baik lagi.

Ya, tapi itu jika hari libur. Berbeda halnya dengan saat ini. Jadi sekarang ia harus membuang jauh-jauh pikirannya itu. Dan yang harus ia pikirkan sekarang adalah, apakah ia akan sampai ke sekolah tepat waktu atau tidak?

Decakan kecil keluar dari mulutnya, merutuki dirinya yang menolak tawaran papa yang ingin mengantarkannya. Walaupun kemungkinan besar tetap saja ia akan terjebak macet dengan iringan suara klakson yang sedikit tertelan bunyi hujan, sama seperti sekarang ini.

Nadine mengecek arloji yang menempel di pergelangan tangannya. Jarum panjangnya berada di antara angka 6 dan 7. Lalu jarum pendeknya berada tepat pada angka 8.

Pukul 06.40. Artinya, lima belas menit lagi bel tanda masuk berbunyi. Nadine tidak pernah berangkat sesiang ini sebelumnya. Jadi, ia takut telat saat tiba di sekolah nanti.

Bus kembali bergerak lambat. Kemudian berhenti. Namun kali ini tidak ada penumpang yang turun. Hanya ada beberapa perkerja yang menaiki bus, mengisi beberapa kursi yang masih kosong. Nadine baru sadar kalau penumpang bus lebih banyak dari kalangan pekerja dari pada pelajar seperti dirinya.

Bus baru saja hendak melaju saat laki-laki bertubuh kurus yang menjadi kenek bus itu berseru, meminta supir untuk tidak melaju, menunggu seorang siswa yang sedang berlari ke arah bus.

Nadine menoleh ke luar, mencari keberadaan seseorang yang semakin memperlambat perjalanannya. Namun getar singkat yang berasal dari ponsel mengalihkan perhatiannya. Notifikasi pesan muncul di layarnya. Ada pesan dari Nania- kakaknya.

Bekalnya nggak dibawa?

Nadine langsung menepuk kening setelah membaca pesan tersebut. Ia lupa tidak memasukkan bekal ke dalam ranselnya. Karena tadi ia sangat buru-buru, bahkan ia pun tak sempat menyentuh nasi goreng yang telah disediakan di meja makan oleh mamanya.

Setelah membalas pesan dari Nania, Nadine membuka room chat grup kelas, membaca sekilas beberapa pesan tanpa membalasnya. Lagipula bukan hal penting juga.

Bus kembali melaju tepat saat Nadine merasa ada yang menempati posisi di sebelahnya. Dan, benar. Ada sesosok cowok yang duduk di sebelahnya. Nafasnya terengah-engah, bulir-bulir keringat muncul di dahinya, berbanding balik dengan cuaca yang dingin pagi ini.

Cowok itu mengenakan jaket berwarna navy dengan kacamatanya berbingkai hitam yang bertengger di hidungnya.

Manis sekali.

Nadine merasa tidak pernah melihatnya sebelumnya. Apa karena ia berangkat terlalu pagi?

Nadine memerhatikannya. Cowok itu baru saja melepas kacamata yang dikenakan lalu mengelapnya selama beberapa detik, sampai merasa kacanya tidak buram mungkin. Cowok itu mengenakan lagi kacamatanya tapi langsung berdecak, lalu melepasnya lagi, kembali mengelapnya. Begitu terus hingga beberapa kali.

Nadine terus memerhatikan cowok itu, hingga getar singkat yang kedua kali dari ponsel membuatnya mengalihkan perhatian. Ada pesan masuk dari salah satu temannya yang isinya menanyakan dirinya yang datang ke sekolah atau tidak, dan langsung ia balas setelahnya.

Kemudian, untuk yang ketiga kalinya, bunyi derit dari rem bus kembali terdengar. Padahal tadinya Nadine pikir jarak ke sekolahnya masih cukup jauh, tapi nyatanya terasa cukup singkat. Tangan kanannya bergerak mengambil uang yng berada di saku bajunya setelah tadi memasukan ponselnya ke dalam ransel.

Saat bus berhenti, dengan segera cowok di sebelahnya itu berdiri, hampir saja tadi kepalanya terantuk atap bus karena tubuhnya yang tinggi. Jadi saat bergerak keluar ia sedikit membungkukkan badan. Dan setelah berhasil keluar ia segera menyerahkan selembar uang untuk ongkos pada kenek bus tersebut. Lalu berlari dengan cepat menerobos hujan, menyeberangi jalanan, lalu memasuki pintu gerbang sekolah. Nadine terus saja memandangi punggung yang semakin kecil itu, hingga menghilang di balik gerbang yang menjulang tinggi.

Setelah puas memandangi kepergiannya dan sebelum ia benar-benar terlambat, Nadine bergegas untuk berlari menuju pintu gerbang. Ia tak perlu menyebrangi jalanan, jaraknya juga lebih dekat. Namun baru beberapa langkah Nadine berlari, tiba-tiba terdengar suara melengking di belakang sana, ada yang meneriakinya, "Kok lari, Neng?! Ongkosnya mana?!"

.....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 13, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My YouthWhere stories live. Discover now