Part 19

3.3K 395 68
                                    

Seorang gadis berseragam SMA terlihat mendesah saat dirinya dihadapi masalah perundungan yang terjadi di lingkungan sekolahnya. Menggaruk lehernya yang tak gatal, dia sangat bingung harus bagaimana melihat ban sepedanya sudah berada di atas pohon besar itu.

Kesehariannya memang selalu membawa sepeda sebagai alat transportasinya. Bukan tak bisa memakai sepeda motor atau pun mobil, dia gadis yang sangat kaya tetapi selalu menunjukkan kesederhanaan yang membuat semua orang sayang pada dirinya meski tidak sedikit juga yang membencinya.

"Ck, gak ada kerjaan banget ngegantungin ban sepeda orang" mata gadis itu mengedar ke mana-mana, mencari cara untuk menurunkan ban sepedanya. Senyum terbit saat matanya tak sengaja melihat kayu berbentuk panjang seperti gala dibiarkan begitu saja di dekat pos penjaga sekolah.

Segera dia dekati pos itu, mengutarakan keinginannya untuk meminjam kayu dan langsung diizinkan oleh satpam tersebut bahkan satpam itu ikut membantu menurunkan ban sepedanya.

"Makasih yah pak udah bantuin Shani, maaf juga jadi ngerepotin" satpam tersebut menggeleng sembari tersenyum. Tangannya terlihat sangat lihai dalam memasang baut ban sepeda siswi sekolah itu, gadis bernama lengkap Shani Indira Natio itu sangat bersyukur masih di pertemukan manusia yang masih baik kepadanya seperti pak satpam ini.

"Gak masalah atuh, neng Shani. Toh bapak juga ikhlas bantunya, lain kali kalau ada yang bully kamu tuh lawan jangan diem aja. Jangan buat mereka kuat karena megang fakta tentang kamu, harusnya kamu tunjukkin kalau kamu tuh anak kuat dan anak yang diinginkan semua orang"

Shani tersenyum tipis, yah gadis yang ban sepedanya di ikat menggunakan tali dan dililitkan di atas pohon besar itu. Sejak kejadian mengenaskan itu, hidup Shani berubah drastis. Teman-teman yang tadinya bersikap baik dan ramah kini memandangnya seperti seonggok sampah.

Pembullyan kepada dirinya juga sering terjadi sejak hari itu, mulai dari terjatuh karena dijegal, disiram kuah bakso panas, dilempari sampah , rambutnya ditarik seperti menunggang kuda, dan sekarang ban sepedanya juga harus menanggung atas pembully-an yang telah mereka lakukan.

Tak sampai di situ saja, Shani juga mendapat sikap yang tidak baik di lingkungan keluarganya. Semua anggota besar keluarga Harlan memusuhinya, menghardiknya sebagai dalang atas kematian orang tuanya. Mengingat itu membuat air mata Shani luruh seketika, apalagi saat bayang perlakuan kasar sang adik hinggap di kepalanya.

Shani merindukan adiknya, Shani merindukan Gracia. Sejak hari itu, Gracia tak pernah lagi menampilkan wajah hangat saat mereka berpapasan. Berdecih, menatap tajam, berlalu tanpa menjawab panggilannya, Gracia melakukan semua itu. Sakit, tentu saja sakit. Saat orang yang kamu percaya akan selalu berada di pihakmu tiba-tiba berlari dan menatapmu dengan tatapan kebencian, itu adalah kesakitan yang paling nyata di muka bumi ini bagi Shani.

Shani terus melamun sampai tak sadar jika dirinya dipanggil berkali-kali oleh pak satpam. "Neng, neng Shani.. neng ini sepedanya udah siap" pak satpam sampai menggoyangkan bahu kokoh itu untuk menyadarkan gadis berlesung pipi dari lamunannya.

"Eh, udah siap yah pak? maaf saya melamun tadi"

"Udah neng, mending sekarang neng pulang deh ke rumah. Udah sore banget ini, nanti dicariin orang rumah loh"

Mendengar itu membuat hati Shani kembali merasakan sakit. Orang rumah? menunggunya? Gracia? itu sangat tidak mungkin terjadi, saat bel pulang sekolah tadi saja Gracia berjalan pergi bersama temannya-temannya untuk berbelanja. Tidak mungkin gadis itu memikirkannya, Shani tak boleh berharap lebih jika tak mau menyakiti dirinya sendiri.

Shani menduduki sepedanya, menoleh sebentar ke arah pos satpam. "Pak makasih yah udah mau bantuin Shani"

"Sama-sama atuh neng, pulang gih. Udah mau maghrib ini"

Bersama Selamanya [End]Where stories live. Discover now