1. Klub Ruang dibuka

20 6 0
                                    


*

Rin yang baru saja tiba di sekolah pukul enam pagi lebih sedikit itu mendengus. Ia agak menyesal kenapa memilih untuk berangkat pagi. Sekolah masih begitu sunyi. Bahkan ia yakin belum ada siapapun yang datang kecuali penjaga sekolah yang punya tugas membuka pagar sekolah.

Ia menginjakkan kakinya masuk ke dalam gedung sekolah dengan agak berat. Bergerak dengan perlahan-lahan menyusuri koridor, sengaja memperlambat waktunya agar tidak segera sampai ke kelasnya sambil menikmati hawa dingin di pagi hari.

Terasa menenangkan.

Ia menarik napas pelan. Menghirup udara pagi yang tidak akan ia rasakan jika sudah menginjak siang hari. Perlahan perhatiannya teralihkan, begitu mendapati ada sosok lain selain dirinya di sekolah ini. Seorang laki-laki, yang tengah berjalan beberapa meter di depannya.

Lalu tatapannya turun ke lantai, saat ia melihat selembar kertas jatuh dari tangan laki-laki itu dan tanpa dosanya laki-laki itu juga sengaja menginjaknya dan berlalu begitu saja.

Rin melangkah mendekat, membungkukkan badannya dan memungut kertas itu yang ternyata adalah sebuah brosur.

Gadis itu berdiri tegak, mengamati tulisan yang tertera di brosur itu. Di sana tertulis :

'Klub Ruang'

'tempatnya bercerita'

Resmi dibuka!

Jika minat gabung, hubungi :

089xxxxxxxxx

Rin mengernyit, karena baru kali ini ia tahu ada klub yang bernama Klub Ruang. Tapi sebelum ia berpikir lebih lanjut seseorang dengan cepat merebut paksa brosur itu dari tangannya.

Ia mendongak pada sang pelaku yang jauh lebih tinggi darinya. Matanya menyipit, ia yakin orang dengan wajah datar ini adalah orang yang menjatuhkan brosur tadi.

Laki-laki itu menatap Rin dengan datar. Lalu tangannya meremas kertas brosur itu hingga menjadi gumpalan kertas bulat.

Melihat apa yang dilakukan laki-laki itu entah kenapa membuat Rin tidak terima. Gadis itu segera bersuara.

"Kalau lo emang nggak niat gabung. Lo nggak perlu ngancurin kertas itu." Rin menampakkan wajah tidak terima.

"Ngancurin?" Laki-laki itu mengulang kata-kata Rin. Bola mata coklat itu menatap manik mata Rin dengan tajam. Seolah tengah mengintegrasi gadis itu. Tapi Rin juga tidak gentar di tempatnya, ia juga membalas menatap mata laki-laki itu tanpa takut.

"Emang ini punya lo?"

Rin tidak menjawab.

Sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas. Ia merasa menang menyudutkan lawannya.

"Bukan kan?"

Rin diam lagi.

"Ini punya gue. Dan seharusnya lo tahu, gue ngancurin milik gue."

Entah kenapa mendengarnya Rin merasa sedikit aneh. Seperti ada sesuatu hal yang tidak ia pahami dari suara yang barusan terdengar dari laki-laki itu.

"Lagian brosur kayak gini cuma bakal dibuang. Nggak akan ada yang mau gabung di klub sampah kayak gini." Setelah mengatakan itu laki-laki itu berlalu sambil membuang kertas yang baru saja dia remas ke tong sampah.

Rin segera memungut kertas itu. Memandang punggung tegap yang tidak ia ketahui nama pemiliknya itu.

"Meskipun lo nggak ngancurin milik orang lain. Tapi seharusnya lo nggak perlu ngancurin milik lo. Lo mungkin juga butuh bercerita." Rin mengeraskan suaranya ketika langkah laki-laki itu menjauh, meskipun laki-laki itu tetap berjalan tanpa meresponnya.

***

Bel istirahat berbunyi. Begitu guru yang mengajar keluar dari ruang kelas, siswa-siswinya langsung berhamburan keluar. Tapi Kila, yang tadi pagi hampir saja telat itu langsung memutar kursinya menghadap ke belakang, tepatnya pada tempat kedua temannya.

"Eh, kalian berdua udah tahu nggak sih ada yang heboh tadi pagi?"

"Apaan?" Rossa terlihat tertarik dengan ucapan Kila.

"Klub Ruang dibuka." Kila bicara dengan ekspresi wajah yang terlihat senang.

Rin yang awalnya fokus membaca cerita wattpad di ponselnya, mendadak mengangkat kepalanya.

Rossa mencebik. "Klub nggak jelas itu."

"Sa, klub itu jelas loh. Klub itu kan kayak ngasih kesempatan remaja yang mungkin ngalamin broken home, depresi, stress, buat cerita. Yang mungkin aja hal yang nggak bisa mereka ceritain sama keluarga mereka, orang terdekat mereka tapi mereka bisa ceritain ke klub itu." Kila nampak tidak terima dengan ucapan Rossa tentang klub Ruang.

"Dan lo pasti udah denger kan La. Klub itu makan korban!" Rossa berbicara keras, untung saja kelas saat ini sepi hanya mereka bertiga.

"Korban?" Rin mengeluarkan suara.

"Itu kan cuma isu, Sa."

"Korban apa?" Rin bertanya.

"Itu.. katanya ada yang bunuh diri karena klub itu. Tapi masih nggak ada bukti," jawab Kila.

"Bukti atau nggak ada bukti. Tapi gue yakin pasti yang bunuh diri itu alasannya karena klub sialan itu." Rossa terlihat yakin dengan ucapannya.

"Kenapa lo berpikiran kayak gitu Sa?" Kali ini Rin bertanya pada Rossa.

"Ya mungkin aja di klub itu ada pengaruh buruknya dan itu mungkin berdampak besar dan mengakibatkan tekanan sama anggotanya." Rossa memalingkan wajahnya sebentar. Lalu berbalik menghadap temannya lagi."

"Pokoknya kalian berdua nggak boleh ikut klub itu. Lagian nggak ada gunanya juga. Cuma buang-buang waktu dan tenaga lo. Kalau kalian emang pingin cerita, kalian bisa cerita ke gue," tukas Rossa.

"Udah ah, ke kantin aja yuk. Laper nih." Rosa sudah buru-buru keluar sebelum kedua temannya mengiyakan.

"Kenapa Rossa bisa berpikiran kayak gitu ya? Emang klub Ruang seburuk itu?"

Kila mengedikkan bahu. "Nggak tahu. Mungkin Rossa ngarang kali. Ke kantin aja yuk Rin."

Rin mengikuti Kila yang berjalan keluar dari ruang kelas. Meskipun sebenarnya ia masih kepikiran tentang klub Ruang itu.

Sebenarnya klub Ruang itu seperti apa? Dan apa yang sebenarnya terjadi?

**

Nggak tahu pingin banget update cerita ini.

Menurut kalian dengan part pertama ini gimana?

Ngerasa penasaran atau nggak?
Komen ya!

Itu menentukan aku antara nglanjutin cerita ini atau nggak.

Kita butuh ruang Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin