- Story in Your Eyes -

67 13 78
                                    

---

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

---

"Kumohon. Bangun, ya."

Hening.

Degup jantungku seolah berlomba dengan suara monitor ICU yang menggema di seluruh ruangan; menggantikan suara jantung lain dari seseorang yang masih betah mengatupkan kedua matanya. Mata yang begitu kurindukan sinarnya. Yang tenggelam terlampau dalam pada kelopak yang tertutup rapat.

Dadaku seolah diremas kuat ketika sekali lagi aku memperhatikan wajahnya yang begitu pucat tanpa rona sedikitpun.

Sudah satu bulan lamanya. Dan dia masih begitu betah berada dalam mimpi yang berputar di dalam kepalanya, entah sampai kapan.

"Aku punya kejutan untukmu," ujarku sembari menunjukkan sebuah amplop padanya.

Meski tak ada respon apapun darinya, aku tetap membuka amplop tersebut dan membacakan surat di dalamnya yang berisi tentang pemberitahuan bahwa aku telah resmi diterima pada salah satu Universitas seni terbaik di Korea Selatan; K'ARTS University sebagai mahasiswa di sana.

"Mereka bahkan memuji hasil karyaku yang terlampir di portofolio," ungkapku dengan senyum yang tak dapat disembunyikan.

Bayangan tentang senyumannya yang ikut merekah setelahnya membuat kedua pipi ini terasa panas seketika. Senyuman manis yang tak akan pernah pudar dari ingatanku sampai kapanpun.

Mungkin ini terdengar sedikit gila, ketika kepalaku pun tiba-tiba berandai tentang reaksi lain darinya yang akan menyampaikan pujian padaku tentang pencapaian yang aku dapatkan ini.

Dengan kepayahan aku mencoba mempertahankan kurva yang terbit dari kedua sudut bibirku, untuk menyambutnya kalau-kalau ia mendengar kedatanganku kali ini.

"Kau telah berhasil membuatku lebih percaya diri. Terima kasih, ya."

Tanganku terangkat untuk menggenggam salah satu tangannya yang tak terpasang selang infus, mengusap pelan di sana. Berharap ia akan merasakan kehadiranku yang tak pernah sekalipun absen untuk mengunjunginya setiap sore.

"Aku merindukanmu, Jim," gumamku seraya menatap kedua matanya yang masih tertutup rapat dengan perasaan putus asa yang tak dapat ku bendung lebih lama lagi.

Dadaku terasa kosong; hampa. Begitu menyakitkan tatkala udara di sekitarku mulai menjauh seolah tak sanggup mendengar tangis yang akhirnya pecah dalam ruangan serba putih ini. Tangis dengan isak yang membuatku semakin sulit untuk berhenti. Rasa sesak luar biasa menghantam hingga membuat kepalaku pening seketika saat mencoba menjangkau udara agar mau kembali.

Aku tenggelam dalam perasaan campur aduk yang untuk pertama kalinya, tak dapat aku lukiskan sama sekali.

===

Satu tahun lalu.

13 Juni 2021

STORY IN YOUR EYESWhere stories live. Discover now