📷 chapter f i f t e e n

Mulai dari awal
                                    

"Lo bener juga, sih. Yah, pokoknya kita liat aja ke depannya kayak gimana ya, Rad."

Radya mengangguk-angguk meski Risha takkan bisa melihatnya. "Jadi, sekarang lo butuh banyak banget, nggak? Jujur aja gue cuma bisa ngasih seadanya dulu karena gue belum dapet job lagi, dan papa juga kebetulan belum ngirim uang bulanan. Tapi sebenernya nggak masalah juga, sih. Duit tabungan gue masih banyak."

"Duh, Rad, nggak papa banget malah. Gue bersyukur banget kok mau berapa pun yang lo kirim, dan lo nggak perlu sampe nyentuh tabungan lo sedikit pun," sahut Risha, lalu helaan napasnya terdengar. "Sori banget ya, Rad, jadi nyusahin lo lagi deh, gue. Padahal lo sendiri juga pasti lagi punya banyak kebutuhan. Habisnya gimana, gue belum bisa kerja part time untuk saat ini."

Dengkusan pelan pun Radya loloskan. "Nyusahin apa sih, Sha?" sergah laki-laki itu. "Walaupun lo sama mama udah punya keluarga baru, tapi tetep aja kalian tuh keluarga kandung gue. Gue mana bisa diem aja lah, kalau tau keadaan kalian lagi kayak begini. Selagi gue mampu, ya gue pasti bakal bantuin."

"Ih, kenapa sih ngomongnya harus kayak gitu? Jadi terharu deh gueee." Risha kemudian menirukan suara orang menangis sebelum melanjutkan, "Sumpah, kangen berat gue sama lo, Faradya. Liburan semester lo main dong, ke Bandung!"

Radya kontan saja mengernyit dan merasa geli sendiri mendengarnya. "Dih, kesambet setan apaan lo tiba-tiba ngomong kangen?"

Sejatinya Risha memang jarang sekali Risha sampai mengutarakan rasa rindunya secara langsung seperti itu. Namun, harus Radya akui bahwa perasaan kakak kembarnya itu tak bertepuk sebelah tangan--sebab sudah lama sekali mereka tidak berjumpa. Lantas, Radya pun membalas, "Ah, sial. Ini menggelikan, tapi ternyata gue juga kangen lo, Sha."

"Cie, kangen sama siapa tuh, Bang?"

Sontak Radya pun tersentak hingga hampir mengumpat usai mendengar sebuah yang tiba-tiba menyahutinya seperti itu. Radya lekas saja menoleh ke sumber suara guna menemukan sang pelaku. Tanpa disangka, ia mendapati dua orang adik tingkat yang dikenalnya di sana--Kania dan juga ... Alsa. Namun, Radya cukup yakin kalau suara yang didengarnya tadi adalah milik Kania.

"Duh, maaf nih, Bang, gue nggak bermaksud nguping, kok," kata Kania sembari menampakkan cengiran tak bersalahnya, "tapi kebetulan aja kedengeran sampe kuping gue."

Radya mendengkus, sejenak ia pun kembali pada Risha di seberang sana. "Sha, udah dulu, ya, entar gue telepon lagi. Bye."

Sebelum Risha sempat membalas, Radya sudah lebih dulu mematikan sambungan telepon.

"Lo pasti habis teleponan sama pacar lo ya, Bang?" Kania kembali bersuara dengan tampang penasaran.

"Pacar?" ulang Radya dengan kerutan samar yang terbentuk di dahi. Tampaknya Kania benar-benar mengira bahwa orang yang tengah berbicara dengan Radya tadi adalah pacarnya. "Kalau emang pacar gue kenapa? Terus, kalau bukan juga kenapa?" tanya laki-laki itu kemudian.

"Ya nggak kenapa-napa sih, Bang, gue cuma penasaran aja," kata Kania. "Tapi, semisal lo beneran punya pacar, kayaknya bakal ada yang patah hati berjamaah, tuh."

"Patah hati berjamaah? Maksudnya?"

"Lo beneran nggak peka atau cuma pura-pura nggak tau, nih? Temen-temen gue kayaknya banyak yang naksir lo deh, Bang, pas liat lo ngobrol sama Jeremy tadi."

Radya justru semakin tak mengerti karena ia benar-benar tak tahu. Lagi pula, saat di dalam auditorium tadi Radya memang tak memerhatikan teman-teman satu jurusan Jeremy yang juga berada di sana.  Seketika Radya pun bingung harus merespons seperti apa sebab sejujurnya ia sama sekali tak tertarik akan hal itu.

Through the Lens [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang