Erlan menarik napas kuat, ia harus segera menghentikan tingkahnya, sebelum gejolak itu membunuhnya perlahan.

Waktu menunjukkan pukul satu dini hari saat Seana membuka matanya. Tubuhnya tersentak saat menyadari ia tengah berada di pelukan seseorang dan gerakan tiba-tibanya berhasil membangunkan Erlan yang ikut tertidur.

"Sea?" Panggil Erlan heran saat melihat Seana melepaskan pelukannya dengan cepat.

"Aku kaget," gumam Seana mengusap wajahnya. "Udah jam 1 sekarang, kamu kenapa belum pulang?"

Erlan masih bertahan diposisinya, mengamati wajah Seana yang baru bangun tidur semakin membuatnya merasa terpesona.

"El?" Panggil Seana, merasa sedikit gugup karena tatapan mata Erlan.

"Hm."

"Kenapa belom pulang? Kamu besok kerja."

"Aku tidur sini ya." Erlan kembali menutup matanya.

"Gak, sofa ini gak nyaman buat tidur." Seana berdiri cepat, menarik tangan Erlan agar berdiri.

"Kamar kamu kan ada."

Seana menggeleng tegas, "pulang. Besok jemput aku."

Erlan mengembuskan napas kasar, berdiri dari posisinya dan melangkah ke arah dapur. Ia perlu mencuci wajahnya sebelum mengemudikan mobil.

Erlan kembali ke tempat mereka menonton tadi dan Seana masih di sana, menunggunya.

"Kamu yakin gak ngizinin aku nginap?" Erlan tidak menyerah begitu saja.

"Ya yakin, pulang sana."

"Udah malem ini."

Seana menarik napas kuat, pukul satu dini hari terlalu beresiko membiarkan Erlan pulang sendiri, terlebih pria itu sudah sempat tertidur, menandakan ia mengantuk. Tapi mengizinkan Erlan untuk menginap juga bukan pilihan yang tepat.

"Kamu minta jemput supir aja." Seana memberikan usulan, ia tetap tidak mengizinkan Erlan menginap ditempatnya.

Erlan menarik napas kuat, tidak ada harapan untuk saat ini.

"Yaudah aku pulang. Kamu langsung tidur." Menepuk singkat puncak kepala Seana, Erlan melangkah pergi.

"El?" Panggil Seana saat Erlan hampir menyentuh ganggang pintu.

Erlan memutar tubuhnya, "ya?"

"Hm.. kamu bisa tidur di sofa, aku masuk dulu."

Setelah mengatakan itu Seana melangkah masuk ke kamarnya. Meninggalkan Erlan yang mengerjab bingung.

"Sea? Aku boleh nginep di sini?" Teriaknya memastikan.

"Iya." Seana menyahut pelan, tapi mampu telinga Erlan tangkap dengan jelas.

Dengan wajah penuh kebahagiaan Erlan kembali masuk ke dalam dan menghempaskan tubuhnya di sofa. Ia sudah sangat mengantuk sekarang, besok ia harus bangun pagi karena ada rapat dengan beberapa karyawannya untuk proyek mereka yang baru.

Sedangkan Seana yang sudah masuk ke kamarnya, berdiri bingung. Seketika otaknya buntu harus melakukan apa, sementara jantungnya tiba-tiba saja menggila tanpa sebab.

"Astaga jantung, kenapa sih?" Gumamnya merasakan debaran jantungnya yang semakin parah.

Seana menarik napas kuat, sebelum akhirnya membaringkan tubuhnya di atas kasur. Lebih baik tidur dari pada larut dengan jantungnya yang tidak bisa dikendalikan.

Namun hanya setengah jam, Seana tiba-tiba merasa haus. Dengan malas ia beranjak keluar kamar.

Seana terdiam tolol saat melihat Erlan yang tidur di sofa, mulai merutuki dirinya sendiri yang tiba-tiba menjadi bodoh, bagaimana bisa ia tidak memberi Erlan bantal maupun selimut. Otaknya yang biasa cerdas tiba-tiba me jadi tidak berfungsi karena salah tingkah sejak tadi.

Seana bergegas masuk kembali ke kamar, keluar dengan membawa bantal dan selimut. Sangat pelan ia mengangkat kepala Erlan yang tampak sangat pulas di tidurnya.

Posisi saat ini membuat wajah keduanya sangat dekat, bahkan Seana bisa merasakan hembusan napas segar Erlan di wajahnya. Tak ingin napasnya mengganggu Erlan, Seana memilih menahan napas dan setelah berhasil menyelipkan bantal dibawah kepala Erlan baru ia kembali bernapas normal.

"Huhh.."

Seana menarik napas kuat, lalu dengan cepat menyelimuti tubuh Erlan, sebelum melangkah pergi ke dapur dengan terkikik geli, merasa lucu dengan tingkahnya sendiri. Padahal tadi ia dengan lancang menggoda Erlan, tapi sekarang malah terlihat seperti gadis polos yang begitu lugu.

Seana kembali ke kamarnya setelah mengambil air dengan gelas besar. Sebelum itu ia menyempatkan diri untuk melihat Erlan. Pria pemilik mata indah dengan senyum menawan itu masih terlelap damai.

****

Seana terbangun pukul enam pagi, meneguk air putih sebelum melangkah ke kamar mandi. Meskipun tidak mandi, setidaknya ia harus menutupi wajah bantalnya lebih dulu sebelum bertemu dengan Erlan.

"Pagi." Erlan langsung menyapa Seana saat melihat gadis itu keluar dari kamar.

"Pagi," sahut Seana, menatap heran pada Erlan yang sudah sangat rapi dengan pakaian kerjanya. Bahkan jas mahalnya sudah membungkus tubuhnya.

Seana menatap jam yang ada di dekat mereka, mungkin saja jam di kamarnya yang  bermasalah, tapi ternyata sama. Saat ini baru pukul enam lewat lima belas menit, "Baru jam enam kan ini?" Tanyanya.

"Iya, baru jam enam."

"Kamu udah mau ke kantor?" Seana melangkah mendekat, wangi Erlan benar-benar memabukkan. Rasanya ruangan di apartemen sudah dipenuhi aroma Erlan.

"Iya. Hari ini kamu berangkat sama supir aku ya? Aku ada pertemuan pagi ini." Erlan bangun dari posisinya, mengusap kepala Seana pelan.

"Aku bisa bawa mobil sendiri."

"Sama supir."

"El..." Panggil Seana penuh peringatan, ia tentu tidak ingin ucapannya dibantah.

Erlan menarik napas kuat, "oke. Nanti siang aku jemput."

Seana tersenyum senang, "oke. Tapi kalau kamu sibuk, kita makan malam aja."

"Di luar?"

"Boleh."

"Yasudah aku berangkat dulu. Nanti hati-hati bawa mobilnya."

Seana tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, kembali ia mendapatkan usapan di kepala sebelum Erlan melangkah pergi.

Seana menatap lekat pintu yang baru saja Erlan lewati. Adakah yang kurang dari Erlan? Saat ini Seana akan menjadi tidak ada. Pria itu teramat istimewa dan luar biasa untuk diabaikan begitu saja. Tapi Seana menghembuskan napas kasar. Perasaan ini terasa campur aduk.

Sampai saat ini Seana masih tidak mengerti bagaimana perasaannya. Menjalani dan menikmati semua yang ada mungkin lebih baik saat ini.

Tidak pernah mengizinkan dirinya untuk terlalu larut akan suatu hal, Seana memilih untuk kembali masuk ke kamar. Lebih baik ia bersiap-siap untuk ke kantor. Terbiasa diantar belakangan ini membuat Seana merasa sedikit malas untuk membawa mobilnya. Tapi diantar oleh supir Erlan tentu saja bukan solusi terbaik saat ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 14, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Psycho LoveWhere stories live. Discover now