Tujuh

103 7 0
                                    

Hari-hari berlalu begitu saja. Baik Seana maupun Erlan mulai menjadikan makan siang dan malam bersama sebagai aktivitas wajib untuk mereka. Kedekatan keduanya tentu terjadi dengan begitu sempurna. Bahkan perlahan keduanya sudah tidak lagi menggunakan kata saya dan berbicara dengan santai.

Malam ini, seperti biasa Erlan menghabiskan malamnya di apartemen Seana. Mereka sudah selesai makan dan saat ini tengah menonton film.

"Aku nginap di sini." Erlan berujar santai, ia mendekatkan tubuhnya pada Seana yang sibuk menonton sambil memakan cemilan yang tadi mereka beli sepulang dari kantor.

Seana menggeleng, "Gak. Kamu bisa ke sini kapan aja, tapi jangan mimpi buat nginap."

"Kenapa?"

Seana memutar bola mata jengah, "Pertanyaan apaan tu?"

"Apa salahnya aku nginap di sini."

"Ya salah, pacar juga bukan main nginap sembarangan," gerutu Seana pelan.

"Ya jadi pacar."

Seana hanya diam, tidak berniat merespon apapun.

"Aku serius." Erlan kembali bersuara, ia menatap lekat Seana yang sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.

"Tau."

"Mau jadi pacar aku?"

Seana mengalihkan pandangannya ke arah Erlan, tersenyum sangat manis membuat Erlan menarik sudut bibirnya membentuk senyuman kecil.

"Tentu aja...gak." Tawa Seana terdengar kencang saat melihat wajah Erlan yang berubah datar seketika.

Erlan masih dengan wajah datar sampai Seana menghentikan tawanya, dengan menahan geli Seana menggerakkan jari lentiknya di wajah Erlan dengan gerakan pelan, berniat menggoda. Namun hanya sebentar karena Erlan dengan cepat menggenggam jari itu.

"Jangan buru-buru dong, pelan-pelan aja," bisik Seana sensual. Ia mendekatkan wajahnya pada Erlan yang menegang seketika.

Senyum licik Seana muncul, menjauhkan wajahnya secepat mungkin saat Erlan ikut mendekat membuat pria itu menggeram tertahan.

Seana terkekeh pelan, ia menyandarkan tubuhnya ke dada bidang Erlan yang dengan segera memeluk tubuhnya.

"Aku serius, Sea." Erlan tidak menyerah begitu saja.

"Hm, aku tau. Tapi jangan sekarang."

"Kapan?"

Erlan bukan pria yang sabar untuk hal apapun, terlebih pada apa yang ia inginkan. Ia merasa waktu yang ia berikan pada Seana selama ini sudah melebihi batas waktu dari kesabarannya.

"Nanti," sahut Seana pelan. Ia bergerak mengubah posisi menjadi memeluk tubuh Erlan, wajahnya menempel sempurna di dada pria itu. Mendengar detakan jantung Erlan yang menggila, namun terasa menenangkan.

Secara naluri Erlan mengusap rambut Seana yang perlahan mulai tidak sanggup menahan kantuk yang menderanya.

"Aku ngantuk," bisik Seana pelan.

"Tidurlah." Tangan Erlan berpindah ke bahu Seana, memberikan usapan lembut di sana.

Erlan menunduk saat mendengar suara napas Seana mulai teratur, wajah tenangnya sangat berbanding terbalik dengan gadis yang tadi sempat memberi Erlan senyuman licik. Wajah tidur Seana membuat Erlan melihat sosok lain dengan kepribadian yang berbeda.

Cukup lama Erlan mengamati wajah Seana dalam diam, dengan terus memberikan usapan di bahu, lalu berpindah ke kepala. Pria itu sama sekali tidak bosan meski hanya diam.

Perlahan Erlan menundukkan kepalanya, mengecup sisi kepala Seana lembut. Berusaha keras menahan dirinya agar tidak melakukan apapun pada Seana yang seperti putri tidur. Tidak terganggu sama sekali dengan kecupan-kecupan ringan yang Erlan berikan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 14, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Psycho LoveWhere stories live. Discover now