Prolog

3.9K 317 8
                                    

Aku merasa bodoh saat hampir luluh melihat dia menangis di bawah kakiku dengan gumaman maaf yang dia ucapkan berkali-kali. Aku sudah mati rasa, nggak peduli lagi dia akan melakukan apa.

"Berhenti melakukan ini, Yo..."

"Win..."

"Kamu bisa melakukannya sesuka hatimu setelah ini," aku berusaha menegarkan hatiku saat berkata seperti ini. Jantungku bertalu lebih cepat hingga terasa menyakitkan. Tapi aku nggak bisa lagi menerima dia dengan segala kesalahan yang udah dia lakukan berkali-kali, yang udah diperingatkan dan dimaafkan tapi dia tetap melakukannya dengan sadar.

Dia harusnya sadar jika maafnya sudah tidak lagi mempengaruhiku.

"Aku akan bilang ke orang tuaku, dan aku akan membawa Vania."

"Winda... Aku mohon, Win..."

Aku menunduk melihat Gio memeluk kakiku dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Matanya memerah dan dari sana aku tau kalau dia menyesali perbuatannya.

Tapi dulu Gio juga begitu, dan dia kembali mengulanginya.

"Ini udah kali kedua Yo, aku capek, kamu nggak capek?" Tanyaku dengan nada yang sudah sangat lelah. Aku benar-benar sudah putus asa akan pernikahan ini. Mempertahankannya pun hanya akan membuatku sakit hati terus menerus.

Dia bangkit dan memelukku erat, sementara aku hanya diam mematung tak melakukan apapun, membiarkan dia melakukan itu sampai puas.

"Aku benar-benar minta maaf sayang, aku akan memperbaiki semuanya, Ya Win?"

Aku nggak menanggapi lebih karena yang keluar dari mulutku sama. Aku akan menuntut cerai. Sudah.

"Apa yang harus diperbaiki, Yo? Bahkan setelah ada Vania aja kamu nggak berubah. Kamu nggak mikir gimana Vania kalau tau bapaknya kaya gini?"

"Makanya..."

"Makanya apa? Aku nggak mau nanggung resiko kalau suatu saat Vania bakal mergokin kami sama cewek-cewek diluaran sana sementara ada ibunya di rumah. Mending kita bubar dari sekarang dan kasih pengertian ke Vania pelan-pelan."

"Aku janji sayang... Aku janji nggak akan ngulangin lagi."

Ku hembuskan nafasku keras-keras, aku mengibaskan tangan Gio yang berada di bahuku. Aku sudah jengah dengan obrolan ini.

"Apa jaminannya, Yo?"

Gio hanya bisa diam, tapi tatapannya masih memohon seperti sebelumnya.

"Nggak ada kan? Nggak ada jaminan kalau kamu bakal tetap setia dengan pernikahan ini."

Lucky To Have YouWhere stories live. Discover now