"Ayo pulang! Gue udah capek ini!" teriak adiknya itu dari dalam mobil.

Angga pun segera masuk dan menjalankan mobilnya. Saat sampai di rumah, Bell langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah tanpa melepas sepatunya lebih dulu. Jangankan sepatu, salampun tak ia ucapkan.Angga yang geram dengan tingkah adiknya itu langsung keluar dari mobil dan menyusul adiknya.

"Ya ampun, sayang. Muka kamu kenapa?" tanya sang mama, Zinia.

"Biasalah ma, berantem. Kayak ngga kenal dia aja. Anak bungsu mamakan singa betina. " sela Angga sedikit mengejek.

"Udah berapa kali sih mama bilangin. Jangan berantem lagi, Anya! Jangan buat mama tambah pusing dong karena ulah kamu itu!" bentak Zinia.

"Iya, maaf. Kali ini hukumannya ga sampai harus mama dateng lagi ke sana. Sesuai janjiku sama mama. " jawab Bell yang memiliki panggilan Anya dirumah itu.

"Yasudah, tetapi kesalahan kamu itu tetap saja tidak bisa dibenarkan. Jadi, kamu ke kamar sekarang. Jangan keluar sebelum makan malam. " tegas Zinia yang berhasil membuat Bell membelakakkan matanya, sedangkan Angga tersenyum puas. Jatah makan siangnya akan bertambah menjadi 2 kali lipat.

"Tapi ma, makan siangnya?" tanya Bell.

"Ngga ada makan siang buat kamu. Itu hukumannya. Sudah sana masuk kamar." ucap mamanya itu lalu beranjak dari ruang tengah. Zinia sangat tau anak gadisnya itu tidak bisa terpisah lama-lama dari makanan maka dari itu ia memilih untuk menghukumnya seperti itu.

"Mama.." ucap Bell memelas.

"Udah deh Anyaku sayang, ngga bakalan mempan juga. Ngebujuk mama tu susah. Apalagi salah lo fatal. Pecicilan sih. " ujar Angga terkekeh.

"Bukannya bantuin gue malah ketawa! Seneng lo?" Angga hanya tersenyum dan mengulum tawanya. Baginya ini adalah keseruan tersendiri. Memanas-manasi amarah Bell.

"Seneng lah. Jatah makan siang gue jadi 2 kali lipat hari ini.. " jawab Angga lalu tertawa lepas.

"Abang, jangan gitu ke adeknya. Sudah kamu ganti baju dan renungi kesalahanmu. Angga langsung makan ya, mama sudah siapin dimeja. " sahut Zinia menengahi. Kedua anaknya ini harus segera dilerai jika sudah ejek-ejekan seperti tadi. Kalau tidak, bisa jadi mereka justru berbaku hantam karena terbawa ejekan satu sama lain.

"whatever!" Bell yang malas dengan kakaknya itu pun memilih untuknaik ke atas dan masuk ke kamarnya.

"Ck! Untung gue udah nyimpan banyak cemilian. Coba kalau ngga? Mati kelaperan gue." ucap Bell lalu mengambil sebungkus Sari Roti yang ia simpan di laci nakasnya. Terkadang rasa laparnya tidak mengenal waktu dan sering kali bersamaan dengan rasa malasnya untuk ke bawah mengambil makanan. Maka dari itu, ia memutuskan untuk menyimpan beberapa persediaan makanan.

"Aw!" pekiknya saat menganga untuk memakan roti tersebut. Mood makannya turun seketika, walaupun perutnya sudah menjerit menderita.

"Argh! Percuma kalo gini nyimpan banyak cemilan, tetep aja ngga bisa makannya!" kesalnya langsung melempar rotinya itu ke atas meja.

Kruukk!

"Aduh, mana perut laper lagi. Belom makan dari pagi!" kesalnya lagi.

Ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur dan memilih untuk bermain social medianya di laptop. Namun, dewi fortuna benar-benar tidak berpihak padanya. Sepertinya semua orang sedang menguji kesabarannya hari ini. Nyaris seluruh timeline social medianya menampilkan gambar dan video makanan yang sangat menggiurkan.

"Ah! Kenapa timeline mesti penuh dengan gambar makanan kayak gini, sih?!" gumamnya.

Dia menutup laptopnya begitu saja dan memilih untuk memejamkan matanya. Dia terus berguling ke sana kemari tapi tetap saja tidak bisa tidur. Perutnya terus berbunyi dari tadi. Perutnya juga semakin sakit. Dengan nekat dia pun mengambil roti itu dan memakannya.

Cold, Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang