2.

8.2K 413 2
                                    

Author POV

Setelah tertidur cukup lama di unit kesehatan sekolah, dia menepati janjinya untuk menemui Bu Dona. Tidak ada perdebatan ataupun penolakan dari Bell atas hukuman dan omelan yang dilontarkan oleh gurunya itu. Jiwanya belum sepenuhnya terkumpul, jadi apa yang diomongkan oleh Bu Dona pun sebenarnya tak begitu ia mengerti. Intinya adalah ia harus meminta maaf pada siswa tadi dan menulis surat pernyataan bahwa ia tidak akan berkelahi di sekolah lagi. Hukuman yang mudah.

Saat ini, Bell sedang menekan beberapa tombol di handphonenya untuk menelpon salah satu temannya. Bell berencana untuk pulang lebih dulu karena benar-benar sudah tidak menemukan moodnya di sini. Percuma juga jika ia melanjutkan untuk berkumpul sebentar dengan teman-temannya atau bermain basket di lapangan, tidak akan ada yang ia dengarkan.

"Halo?" sahut Romeo.

"Lo di mana? Tas gue sama lo, kan?"

"Iya, tas lo ama gue. Sekarang gue lagi di kelas."

PIP!

Pembicaraan itu dihentikan secara sepihak oleh Bell. Dia sedang malas untuk mengeluarkan kata-kata sekarang, karena bibirnya sedang sakit. Lagipula informasi yang ia butuhkan sudah jelas. Temannya itu sedang ada di parkiran. Dia pun segera menghampiri temannya yang sedang duduk di atas motor.

"Cepet banget.." ucap Romeo bermaksud berbasa-basi.

"Tas gue mana?" tanya Bell to the point. Sebagai orang yang sudah cukup lama mengenal Bell, dia dengan mudah menyadari mood kalau mood Bell sudah sangat buruk. Tidak akan bisa di ajak bercanda atau basa basi. Jadi, ia pun langsung memberikan tasnya.

"Muka lo, ngga lo obatin? Perlu kita anter aja ke rumah?" tanya temannya yang lain, Daffa, Ketika melihat wajah Bell yang masih lebam.

"Ngga perlu. Nanti juga sembuh sendiri. Ya udah Rom, Daf,  Jer, gue cabut duluan. " jawab Bell sambil melakukan tos dengan 3 sahabatnya itu dan langsung berlalu keluar sekolah.

"Bell.. Bell" gumam Romeo sambil menggelengkan kepalanya.

Sekarang Bell sedang berjalan kaki menuju rumahnya yang bisa dibilang cukup jauh dari sekolahnya itu. Mungkin bagi sebagian besar orang akan lebih memilih untuk menggunakan kendaraan daripada jalan kaki. Apalagi ini dikawasan Ibukota yang panas dan ramai nya minta ampun. Ditambah lagi banyaknya berita tentang kasus pencopetan dan begal, yang pastinya membuat sebagian orang akan lebih memilih kendaraan daripada berjalan kaki.

Bell yang sudah sampai di depan komplek perumahan rumahnya itu, tidak langsung melanjutkan perjalanan menuju rumahnya, ia malah lebih memilih untuk duduk di taman depan di dekat gerbang kompleknya. Dia duduk di bawah pohon rindang di taman itu. Menyandarkan kepalanya, memejamkan matanya, sambil menikmati hembusan angin sejuk. Dia memejamkan matanya sambil menyentuh sudut bibirnya yang berdarah akibat perkelahian tadi pagi di sekolah.

"Anya? Lo ngapain di situ?!" teriak seorang laki-laki dari kejauhan. Suara yang tak asing terdengar oleh Bell. Dia hapal betul suara siapa ini.

Bell yang merasa dipanggil pun beranjak dari bawah pohon dan berjalan mendekat ke arah mobil mewah berwarna hitam itu. Laki-laki yang ada di dalam mobil itupun kaget ketika melihat wajah Bell yang babak belur.

"Muka lo kenapa Nya?! Pasti berantem lagi kan?!" tanya laki-laki itu dengan nada marah lalu segera keluar dari mobil dan menghampiri Bell.

"Itu lo tau." jawab Bell ketus dan langsung masuk ke dalam mobil. Laki-laki itu adalah kakaknya. Angga. Sang kakak yang sudah tidak mengerti lagi dengan sikap adiknya itu hanya bisa memijat pelipisnya.

Cold, Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang