28

12 2 0
                                    

"Hubungin bunda kalau sudah sampai, kalau enggak bunda bakal ngehubungin kamu duluan atau bunda bisa tanya ke Jia sama abang."

"Iya bunda."

Tadinya ayah ingin mengantarku tentu saja bunda ikut, tapi aku langsung melarang ayah karena aku tau ayah sibuk, ayah kembali sibuk lagi beberapa minggu ini.

Aku bisa pergi sendiri, tapi tetap saja bunda menyuruh untuk membawa supir tapi aku kembali menolak karena aku sudah memesan tiket kereta api.

"Aku pergi dulu yah bun..." Ayah sudah berangkat ke rumah sakit jadi aku hanya berpamitan pada bunda. Aku juga sudah berpamitan pada ayah ketika sarapan tadi pagi.

Perjalanan Jakarta-Bandung tidak terlalu lama tapi aku menikmatinya. Menikmati setiap pemandangan yang aku lihat dari jendela kereta api.

Hal-hal yang tanpa kita sadari yang seharusnya kita syukuri. Hari ini aku masih bersama dengan keluargaku, masih bisa makan dengan nyaman dan enak, masih bisa beristirahat dengan nyenyak dan sekarang masih bisa menikmati pemandangan yang indah yang Tuhan ciptakan.

Dulu aku tidak cukup mensyukuri semuanya, tapi sekarang aku mulai menyadari hal-hal yang dulu aku abai dan hanya berfokus pada sesuatu yang membuatku sakit, membuatku sedih dan membuatku marah.

Beberapa jam, aku sudah sampai di stasiun Bandung dan Jia sudah meneleponku dari beberapa menit lalu menanyakan apakah aku sudah sampai atau belum.

"Ini...aku bisa liat kamu." Aku melihat sosok Jia yang tidak tampak berubah dari setengah tahun yang lalu.

Jia menjemputku.

Tempat pertama yang aku datangi begitu sampai di Bandung adalah restoran Jia, karena sudah waktunya makan siang dan aku sudah lapar lebih dari itu aku sudah sangat merindukan risotto dari restoran Jia.

"Spesial, aku kasih 2 porsi langsung. Pesanan khusus." Iya dua porsi, sangat terlihat. Piringku sangat besar dan aku tidak menolak. Aku sudah lapar dan aku merindukan risotto ini.

"Mau langsung kerumah?"

"Iya, bunda memang nyuruh orang untuk mengurus rumah. Kata bunda setiap seminggu sekali datang kerumah buat bersih-bersih."

"Oke."

"Aku mau istirahat dulu hari ini, baru nanti besok aku mengurus sesuatu yang harus aku urus." Jia paham. Aku belum menghubungi Ren, dan aku juga sudah memastikan nomor ponsel Ren masih aktif lewat Jia. Dan sepertinya Jia mendapatkan informasi dari Kay.

"Aku sempet bingung ngejawab pertanyaan Kay..."

"Terus kamu jawab apa?"

"Ya enggak dijawab, takut salah. Aku cuma bilang, rahasia aja dan untungnya Kay enggak banyak nanya lagi."

~

Ren terlihat baik, sangat baik.

Apakah aku mengharapkan Ren terlihat menderita karena aku yang tiba-tiba hilang, tidak tentu saja. Aku akan sangat sedih dan menyesal jika Ren seperti itu. Aku senang Ren terlihat baik-baik saja.

Tidak ada lingkar hitam dibawah matanya, atau wajah yang pucat sayu dan tubuh yang terlihat kehilangan berat badan yang signifikan.

Ren terlihat sama seperti aku pertama mengenalnya.

Besoknya setelah aku sampai di Bandung, dan kembali kerumahku aku menghubungi Ren.

Hatiku tidak karuan, dan aku jelas gelisah tapi aku berusaha menjaga nada bicaraku ketika sambungan telepon tersambung dan suara Ren terdengar menyapa disebrang sana.

"Bisa kita bertemu Ren?"

"Tentu."

"Direstoran Jia bagaimana? Atau kamu ada rekomendasi tempat yang lain?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KesalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang