"Temen gue itu beneran sakit, dan terserah kalian mau percaya atau enggak. Udah bubar" Melly menepuk-nepuk pundak Guin sebelum duduk di bangkunya.

Pelajaran dimulai seperti biasa, Bu Diana meminta masing-masing murid untuk membawa 4 tabulampot* esok hari dan diletakkan di greenhouse*.

Ketika kelas selesai, Guin mengajak Melly dan Rani ke kantin terlebih dahulu. Ia membawa bekal banyak dan berniat membaginya dengan kedua sahabatnya.

"Wah, ini masakan apa Guin. Kok gue baru tahu. " Melly mencicipi salad sayur dan buah yang dipadukan dengan saus rasberry.

"Enggak tau juga, nyokap yang masak."

"Eh," Rani dan Melly spontan menatap Guin.

" Guys, ternyata gue masih punya keluarga utuh. Gue bersyukur banget buat semua ini, Gue..." Guin tersenyum mengingat keluarganya di rumah. "Gue seneng Mel,Ran. Gue punya bapak sama ibu" ucapnya sembari menundukkan wajah. Melly dan Rani mendekat, Mereka bertiga berangkulan.

"Lah, Teletubbies kok cuman bertiga. Ikutan dong..." Galih datang menghampiri. Adegan berpelukkan tak bisa terelakkan.

"Lo kenapa sedih gitu Guin, ada yang gangguin? Btw. Lo ada hubungan apa sama Gabriel. Soalnya dia yang langsung minta ijin ke kepala prodi kalo Lo sakit."

"Gabriel?" Oh iya, Guin baru ingat sedari tadi dia belum melihat Gabriel.

"Dimana Gabriel?" Ia bertanya kepada Melly dan Rani. Keduanya menggeleng tanda tak tahu. Guin belum mengucapkan terima kasih kepada Gabriel.

"Cie, nyariin Gabriel ciee.  Ternyata tipe-tipenya si Guin kayak Gabriel guys."

Guin menggeplak lengan Galih, namun justru dia yang merasakan sakit. Ah, tulang rusuknya, semoga tidak retak lagi.

"Tulang rusuk gue kemarin retak," Guin menjelaskan. Terserah ketiga temannya percaya atau tidak.

"Ngayal nih bocah, kerjaan rebahan pake tulang retak segala. Hati Lo kali retak, ditolak pak Airlangga" Guin meringis mendengar omelan Galih. Dia tidak marah, Galih memang tidak tahu apa yang telah dia alami.

"Rese lu lih, temen sakit malah ngatain. Belum sembuh si Guin dikata-katain temen kelas. Sekarang gantian Lo. Dih parah lo " Rani memberi perhitungan, kasihan juga Guin kalau di bully terus-terusan.

"Girls, so tell me" Galih menagih penjelasan.

________________________________

Alexander Rhodes keluar dari mobilnya dengan tergesa-gesa, ia merasa terlambat untuk menjemput putrinya. Setelah menemui presiden Indonesia untuk membahas kerjasama mereka di bidang teknologi clean energy ia langsung meminta sopirnya untuk kemari.

Ia berjalan santai ke kelas Guin, mengabaikan beberapa mahasiswa yang mengamatinya. Hmm, ia mulai berpikir untuk membeli kampus ini agar dirinya bisa lebih bebas menemui putrinya.

Ketika melewati toilet umum, ia mendengar suara seseorang meminta tolong. Ingin ia abai, namun lamat-lamat suara itu seperti suara putrinya.

"Guin, " Alexander berteriak memasuki toilet.

"Dad, Aku disini Dad. Tolong" Guin menggedor-gedor pintu dari dalam. Ia kecolongan. Rupanya karena perseteruan kecil di kelas hari ini, Nana dan antek-anteknya tidak suka kepadanya. Mereka menguncinya dari luar.

Alexander menghubungi beberapa pasukannya yang berjaga di luar. Beberapa menit kemudian beberapa orang berseragam mengerubungi toilet itu. Banyak yang merekam aksi tersebut membuat Alex semakin geram.

"Hancurkan gedung ini jika Guin sampai lecet sedikitpun" ucapnya lantang.

Beberapa dosen yang tahu kejadian tersebut langsung melapor pada rektor*. Takutnya orang-orang berseragam itu adalah teroris.

Suasana mendadak heboh, Alexander menghubungi Jennifer agar menemani putri mereka. Sementara dirinya ingin membuat perhitungan dengan pihak kampus.

Setelah Guin berhasil keluar, ia langsung memburu ayahnya. Mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas semua perhatian ini.

"All is well, my girl" ucapnya menenangkan Guin.

Di ruangan lain, rektor universitas tersebut baru saja mendapatkan telpon dari ajudan presiden bahwa Kanselir Austria, Alexander Rhodes sedang berkunjung ke kampusnya untuk menjemput salah seorang keluarganya.

"Pak, permisi. Sedang ada keributan di fakultas pertanian".

Ketika rektor dan pihak dekanat* sudah tiba di lokasi kejadian, toilet tersebut kosong. Namun ada satu pintu yang rusak. Kemungkinan karena didobrak dari luar.

Salah seorang saksi maju untuk menjelaskan apa yang terjadi. Mendadak wajah sang rektor berubah tegang. Apapun hubungan korban dengan Sosok Alexander pastilah sangat dekat. Dia harus mengusut kasus ini, bila perlu mengeluarkan mahasiswanya yang telah berbuat tidak baik kepada keluarga Alexander.

"Cari tahu dan keluarkan murid bermasalah itu paling lambat besok" ucapnya tajam kepada dekan fakultas pertanian.

Setelah ini ia harus datang secara pribadi ke kediaman Alexander untuk meminta maaf.
______________________________

Tabulampot: tanaman buah dalam pot

Greenhouse: rumah untuk tanaman, biasanya digunakan oleh mahasiswa pertanian untuk menyimpan tanaman-tanaman yang harus hidup di lingkungan terkontrol atau membutuhkan naungan penuh.

Rektor: kepala universitas

Pihak dekanat: kepala (sub bagian) Fakultas

The Minister is MineWhere stories live. Discover now