Bab 10

3K 565 22
                                    

Happy Weekend, semoga suka.

Kisah lengkap sudah bisa didapatkan melalui Playstore dan Karyakarsa.

Untuk Karyakarsa, bisa dibuka melalui website : www.karyakarsa.com

Kalau dari web, ga perlu isi koin, bisa bayar secara Shopee pay dll. Cukup klik kotak harga koinnya dan lakukan transaksi seperti biasa.

Top up koin melalui website juga harganya jauh lebih murah dibanding via googleplay ya.

Enjoy

Luv,
Carmen

__________________________________________

Tepat jam 8 malam lebih sedkit, mereka berdua memasuki restoran. Selama makan, keduanya berdiskusi panjang tentang detail kasus yang mereka tangani, dan ketika kopi dihidangkan, ia agak terkejut saat Dalton tiba-tiba mengubah topik pembicaraan.

Ia mendengarkan pria itu melonggarkan tenggorokannya sebelum mulai. “Charlotte, ada… kurasa ada sesuatu yang harus kukatakan padamu.”

“Ya?”

Charlotte tidak menyangka bahwa Dalton akan seterus-terang ini.

“Aku tahu apa yang ada dalam pikiranmu. Kita sudah bekerjasama cukup lama, jadi aku memperhatikan setiap detail perubahanmu, Charlotte.”

Okay, what is this? Is this bad? Or is this good?

“Huh?”

“Kau tahu, bukan? Aku pernah berhubungan serius satu kali, ketika aku masih sangat muda dan baru mulai bekerja di firma hukum,” lanjut Dalton lagi tapi tidak benar-benar menatap Charlotte.

“Ya, aku tahu.”

“Tapi hubungan kami gagal, karena aku terlalu sibuk di firma. Setelah kegagalan itu, aku tidak pernah lagi berniat menjalin hubungan serius, karena aku tahu pada akhirnya aku hanya akan menyakiti wanita itu.”

Charlotte mereguk ludah keras. Ia mengerjap untuk menahan air mata malu. Oke, ia tahu ke mana ujung pembicaraan ini, tapi Charlotte akan berpura-pura tidak mengerti.

“Oke, tapi… kenapa kau menceritakan semua ini padaku?”
Kali ini, Dalton menatap langsung ke dalam mata Charlotte, langsung menuju pokok persoalan.

“Aku tidak ingin kau salah paham, kau… kau sangat cantik, Charlotte. I’ll be damn for doing this. Tapi kupikir inilah yang terbaik. We can’t be together.”

Charlotte tidak bisa menemukan suaranya untuk membalas ucapan pria itu. Entahlah, apa karena ia terlalu malu karena ditolak sebelum ia bahkan melakukan apa-apa atau karena ia kecewa karena Dalton bahkan tak ingin mempertimbangkannya. Dan selama ini Charlotte berpikir kalau mereka tertarik satu sama lain.

Ia bergeming saat Dalton meraih lalu menggenggam jari jemarinya. “Aku akan berbohong bila berkata bahwa aku tidak menginginkanmu, tapi aku lebih membutuhkanmu sebagai asistenku, Charlotte. Pekerjaaanku… aku menggantungkan banyak hal padamu. Aku tak ingin memperumit hubungan kita. Setelah tadi malam, aku sadar bahwa berada begitu dekat denganmu membuatku hilang fokus dan aku tidak ingin itu terjadi lagi. Sebelum kita melakukan sesuatu yang akan kita sesali, aku merasa aku harus menjelaskan semua ini padamu.”

“Bahwa kalau kita sampai terlibat hubungan romantis, kita akan berpisah pada akhirnya?”

Dalton mengangguk. “Ya, dan itu tidak adil buatmu.”

“Karena kau tidak punya ruang untuk hubungan pribadi.”

Dalton tampak lega. “Ya, ya, bukan karena aku tidak tertarik padamu, tapi karena aku tidak berniat menjalin hubungan. Dan aku membutuhkanmu dalam pekerjaanku.”

Tentu saja, hanya itulah arti Charlotte. Tapi pria itu tidak tahu bahwa Charlotte tak lagi ingin bekerja pada Dalton, karena itulah ia mengambil keputusan impulsif seperti ini, dengan mencoba untuk menggoda bosnya yang dingin dan tak berperasaan itu.

Well, Charlotte tidak buta, ia tahu Dalton menginginkannya sebesar ia menginginkan pria itu, tapi pria pengecut itu tak sanggup mengambil kesempatan dan malah memojokkan Charlotte, seolah semua ini adalah salahnya, seolah ia-lah sang penggoda, seolah ia yang berusaha membuat pria itu hilang fokus dan mengacaukan hubungan mereka ke depannya. Belum-belum, Dalton sudah memberinya peringatan bahwa dia tidak bisa tinggal lama di dalam suatu hubungan.

Berengsek, bukan?

Mendengar semua kata-kata pria itu sudah cukup untuk mematikan gairah Charlotte malam ini.

Charlotte lalu memaksa senyum. “Well, aku mengerti, Dalton. Aku tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan pribadi denganmu.” Itu yang sesungguhnya karena Charlotte tahu diri, karena ia tahu pria seperti Dalton tidak akan datang untuk tinggal, Charlotte tak memintanya banyak, sesungguhnya yang tadi ia inginkan hanyalah satu malam. Tadinya.

“Kurasa kau salah paham, aku tidak mengenakan pakaian-pakaian ini untuk menggodamu. Aku sudah lama sekali tidak berlibur dan kupikir karena kita berada di sini, mengapa aku tidak sekalian memanfaatkannya? I am just creating some holiday vibes,” dusta Charlotte.

Dan walaupun Dalton tahu ia berbohong, pria itu dengan cepat menyambar alasannya, lega karena Charlotte memahami maksudnya.

“Kurasa begitu.” Pria itu lalu tertawa. “Kurasa aku hanya terlalu banyak berpikir. Dengan badai, dengan apa yang terjadi hari ini… aku merasa tidak seperti diriku, Charlotte.”
“It’s okay, Dalton.”

“Kau adalah asisten pribadi terbaikku, Charlotte.”

Charlotte kembali memaksa senyum. Pria itu takp perlu mengingatkannya lagi dan lagi. “Kau sudah selesai dengan kopimu?”

“Ya.”

“Kita kembali ke kamar saja? Sudah jam 11 lebih, nyaris tengah malam.”

Taking The Boss to The BedWhere stories live. Discover now