BAB 11: FIRST DAY

8 4 0
                                    

Pagi tadi Raline hampir bangun kesiangan jika Eyang Norma tak membangunkannya. Dan itu gara-gara dia memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan ditemuinya di sekolah baru. Seperti, bertemu cewek yang berdandan maksimal dengan rok setengah paha, perhiasan berkilau di tangan dan telinganya, bedak tebal ditambah pemoles bibir merah menyala, dan cewek itu selalu menyambut anak baru dengan sedikit keusilan tak lucu. Tapi Raline akhirnya sadar, dia telah diracuni drama televisi yang sering ditonton ibunya.

Sejam yang lalu Eyang Utomo mengantarnya ke sekolah baru, termasuk menemui kepala sekolah. Eyang Utomo sangat akrab dengan pria kurus berkulit cokelat dan berpotongan rambut rapi itu. Padahal Raline menaksir, sang kepala sekolah setidaknya sepuluh tahun lebih muda dari Eyang Utomo.

Setengah jam yang lalu, dia keluar dari ruang kepala sekolah. Eyang Utomo keluar dari ruang itu dengan wajah yang ceria. Dengan sedikit wejangan pada Raline, Eyang Utomo pamit pulang. Raline pun masuk ke kelas barunya bersama seorang guru pembimbing. Beberapa siswa menatapnya dengan antusias saat dia berkenalan. Beberapa siswa di barisan belakang tampak tertawa tanpa dia tahu sebabnya. Satu hal baik yang dia syukuri, tak ada cewek dengan dandanan separah di sinetron yang dikhawatirkannya. Tapi, dia tak tahu soal kejutan untuk anak baru itu. Dia hanya berdoa semoga semua berjalan baik-baik saja.

Kini Raline sudah duduk di salah satu bangku SMA Gelora Pemuda, sekolah barunya, menikmati jam kosong pertamanya. Di luar hujan sedang turun.

"Gue nggak tahu, ini pertanda baik atau buruk. Hari pertama lo ke sini langsung hujan pagi-pagi," seloroh Meghan, teman sebangku Raline yang baru kembali dari toilet.

Saat berkenalan dengan Meghan tadi, Raline yang selama ini tinggi badannya standar, tiba-tiba merasa menjadi cewek yang tinggi. Puncak kepala Meghan setara dengan letak bibir Raline.

"Ah, lo diem aja dari tadi!" seru Meghan yang telah duduk di sebelahnya.

Raline hanya membalasanya dengan senyuman terpaksa.

"Kalau senyum yang ikhlas, dong!"

Perkataan Meghan membuat Raline kagok. Baru mengenal cewek itu tak lebih dari setengah jam, entah sudah berapa kali nada bicara cewek itu terdengar tajam. Raline menebak, Meghan sepertinya tipe cewek besar mulut tanpa prestasi. Tipe talk more do less. Raline merasa dia perlu menjaga jarak dengan Meghan.

Meghan mengamati wajah Raline yang tampak memucat. Dan saat itulah dia menyadari satu hal. "Eh, sori, ya, kalau perkataan gue agak gimana gitu. Gue udah biasa bocor gini, sih. He he." Meghan cengar-cengir.

Sekali lagi Raline mencoba menampilkan senyuman. Sekali lagi pula dia tampak memaksakan hal itu muncul di bibirnya.

"Lo ada masalah, Lin?" tanya Meghan setelah melihat wajah Raline yang tampak muram.

Buru-buru Raline menggeleng.

"Tunggu! Gue nangkep sesuatu yang aneh di wajah lo." Meghan menatapnya penuh selidik, membuat Raline salah tingkat.

"Lo lagi dalam tahap move on ya? Atau jangan-jangan lo baru aja brokenheart?"

Raline tercengang dengan tebakan Meghan. Dia tak mengiyakan atau mengelak tebakan itu.

"Terbukti sudah!" ujar Meghan sambil menggebrakkan satu tangannya ke meja. Dia yakin salah satu dari dua opsi yang ditanyakannya pada Raline tepat.

Aras yang duduk di depan mereka langsung menoleh ke belakang. Wajahnya langsung menampilkan pertanyaan "ada apa?" pada Meghan.

"Lo nyadar nggak, sih, teman baru kita ini lagi merana?" Meghan makin menjadi.

Aras, satu-satunya cowok di antara mereka langsung menyela, "Apaan sih, lo? Anak baru lo godain terus." Aras menutup perkataannya dengan tawa. Tubuhnya yang terbilang besar berguncang-guncang.

DEAR UMBRELLAWhere stories live. Discover now