4 : Masa Lalu Robert

4 2 0
                                    

 Kenangan itu masih membekas di benak Robert. Kematian istrinya sepuluh tahun lalu membuatnya terpukul habis-habisan. Kematian istri dan anak semata wayangnya terekam dengan sangat jelas saat cewek bajingan itu menyiksa kedua wanita tercintanya di hadapannya tanpa belas kasih sedikitpun. Keduanya dikekang habis-habisan. Tangan dan kaki mereka terikat erat, seperti tidak memberikan peluang untuk bergerak sedikitpun bahkan kabur. Sementara mata mereka tertutup rapat oleh sehelai kain tebal, tidak memberikan celah bahwa orang yang paling mereka sayangi sedang menonton penyiksaan itu.

Gumaman tak jelas pun muncul dari mulut Robert yang terhalang ball gag. Pria itu terus meronta cukup brutal, menimbulkan suara gemericik pada rantai kedua tangannya. Sorot matanya terbesit kilatan amarah. Tangannya terus memberontak, bahkan Brisia terpaksa memberikan suntikkan sebuah obat yang Robert sendiri tidak tahu. Efeknya begitu cepat, tubuh Robert lemas tak bisa digerakkan sedikitpun hanya melalui gumaman mulutnya sebagai penyuara rasa amarahnya.

"Ternyata barang-barang di pasar gelap dunia manusia benar-benar mujarab. Tidak sia-sia, aku bayar mahal banget untuk beberapa dosis obat ini." Brisia masih terus menatap botol mungil dan membaca label komposisi pada botol mungil itu.

Pertunjukkan sudah dimulai. Erangan Robert semakin keras, semakin brutal tak karuan melihat sebuah cambuk berulang kali mengenai tubuh istri dan anaknya. Tidak hanya itu, tindak pelecehan terus dilakukan Brisia pada kedua manusia yang paling Robert cintai. Kilat mata kebencian begitu terpancar di wajah Brisia saat melayangkan cambukan demi cambukan di tubuh istri dan anak mereka.

"Mau kamu apa?"

Suara gemetar istrinya menghentikan cambukkan Brisia.

"Akhirnya kamu bicara juga, kenapa tidak dari tadi? Aku tidak perlu melakukan kegiatan kotor ini," komentar Brisia tak suka.

"Mau kamu apa?" Istrinya mengulangi pertanyaannya, sekarang wanita itu sudah lebih tenang dan berhasil mengendalikan rasa takut dalam hatinya.

"Aku cuma ingin," Brisia menggantung ucapannya, seperti sedang menilai reaksi istrinya.

"Teruskan," ucap istri Robert penuh ketenangan.

Robert tahu istrinya sangat takut, hanya dia berhasil mengendalikan rasa itu dan memulai negosiasi. Brisia tersenyum penuh kemenangan, "Aku hanya ingin suamimu buka suara tentang tunanganku—Malaikat Gabriel."

Istri Robert tidak langsung merespon. Informasi itu terlalu berat baginya, walau diberikan waktu untuk mengolah, Robert sendiri tidak yakin istrinya akan mendapatkan jawaban yang jelas dan bisa diterima nalar manusia.

"Kenapa kaget? Apa kamu tidak tahu kalau suamimu adalah B-E-K-A-S Malaikat juga." Brisia benar-benar cari mati. Selama berkeluarga, Robert sama sekali tidak mengungkit masa lalunya, dirinya juga sudah dibuang setelah kegagalannya melakukan kudeta kedudukan Tuhan saat itu. Dirinya dibuang dan memilih menjadi manusia sepanjang sisa hidupnya.

Rahasia yang disimpan Robert rapat-rapat terungkap berkat mulut Brisia. Identitas sesungguhnya Robert dijabarkan secara singkat dan padat oleh wanita ular itu. Sang istri masih tidak memberikan respon, telinganya seperti sedang bekerja menangkap informasi penting yang mungkin bisa digunakan untuk menyerang balik Brisia.

"Itu hanya masa lalu, sekarang dia tetaplah Robert, pria yang kucintai."

Jawaban istri Robert benar-benar membuat murka Brisia. Wanita itu tidak menjawabkan ekspresi ataupun jawaban yang diinginkan, penuh ketakutan dan kekecewaan. Tidak. Pada akhirnya kedua manusia tercinta meregang nyawa di tangan Brisa.

"Lihatlah, keduanya sudah mati. Semua salahmu, andai saja kamu mau bekerja sama denganku untuk merayu Gabriel." Brisia menyuruh orang berjas hitam segera melepaskan kekangan di tangan Robert dan ball gag di mulutnya.

Robert benar-benar tidak bisa berkutik. Sekarang dirinya tahu bagaimana rasanya saat tidak mempunyai kekuatan dan hanya bisa menyerahkan hidup matinya pada Tuhan layaknya manusia bumi.

"Aku cinta kalian dan maafkan—" Sebelum kata-kata itu selesai terucap, semua pandangan Robert mendadak menggelap.

*

Robert POV 

Kedua tangannya bertautan, berusaha menopang kepalanya yang tertunduk. Aku tak tahu harus berbuat apa, dimana Brisia menyekap San. Rasa bersalahku pada Gabriel akan terus mengikutiku kalau San meregang nyawa di tangan Brisia. Otakku terus menelusuri tempat-tempat berpotensial dipilih Brisia sebagai persembunyian. Hampir setengah jam otakku berputar, menerka-nerka, hasilnya nihil. Aku tidak mempunyai petunjuk sama sekali. Hanya secarik pesan itu petunjuknya.

"San, aku harap kamu baik-baik saja."

Perasaan hopeless. Perasaan penuh penyesalan. Perasaan ketakutan.

Tiga perasaan itu kembali datang menyusup dalam hatiku, setelah sepuluh tahun tak pernah dirasakan. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Hatiku cukup tenang ketika melihat Gabriel-lah dibalik pintu rumahku.

"Kita harus menemukan Brisia. Segera!!!"

Aku masih bungkam, membiarkan penjelasan Gabriel mengalir.

"Salah satu saksi mata kerajaan Langit bersaksi dia melihat Brisia yang mempengaruhi Asher, bukan sebaliknya." Semua tindak–tanduk keburukan Brisia sudah terbongkar di istana Langit. Raut wajah Gabriel sedikit menggambarkan kelegaan, tapi belum sepenuhnya merasakan kelegaan.

"Kita harus cari San. Dia dibawa oleh Brisia." Kubeberkan satu fakta penting sekaligus memberikan secarik kertas.

"Dia sudah mengincarmu dari awal, sejak Asher diasingkan ke bumi."

Aku tidak bisa melakukan hal lebih, kekuatan dewaku sudah lenyap berpuluh-puluh tahun lalu. Yang bisa kuharapkan hanyalah Gabriel untuk melacak keberadaan Brisia. Sebuah alat kecil tiba-tiba muncul di udara. Teknologi mutakhir Langit yang digadang bisa melacak lokasi seluruh penghuni Langit. Aku ingat teknologi adalah ciptaan Asher dua puluh tahun lalu, saat dia masih menjadi ilmuwan di Langit.

"Kenapa kalian selalu mengandalkan teknologi Langit?"

Suara lembut mengejutkan kami berdua. Sosok Brisia—entah sejak kapan—tengah bersantai pada pintu utama rumahku. Wajahnya masih tetap cantik seperti dua puluh tahun lalu, sayang tidak dengan sikapnya yang semakin busuk dan menjijikan.

"Dimana San?"

"San? Bukannya dia Asher, ya?"

"Cukup main-mainnya, Brisia." bentakku. Aku tak akan membiarkan Brisia kembali membunuh siapapun lagi, cukup istri dan anakku yang meregang di tangannya, tidak untuk San.

"Gab, sebenarnya apa yang kurang dari aku?"

Dan aku kembali berada di antara pertengkaran Brisia dan Gabriel untuk kesekian kalinya. Sudah tidak terhitung keberadaanku, selalu terjebak ketika mereka cekcok seperti ini. Andai saja keadaannya bukan seperti ini, aku memilih meninggalkan mereka berdua. Tapi tidak sekarang, meninggalkan Gabriel sendiri sama saja menyerahkan dia ke tangan musuh yaitu Brisia. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Jawab, Gab." Suara tinggi Brisia mengiris hatiku. Wanita itu hanya minta perhatian dari Gabriel, tidak lebih seperti wanita pada umumnya. Dia hanya membutuhkan kasih sayang. Interaksi mereka membuatku menarikku ke belakang, menarikku untuk mengingatkan kehidupan Brisia sebagai anak salah satu keluarga petinggi Langit membuat Brisia tertekan.

"Brisia, dimana San?" Terpaksa kupotong pembicaraan tak bermutu ini. Kami berdua di buru waktu, hidup mati San ada ditangan kami berdua. Brisia bisa saja langsung menyuruh anak buahnya membunuh langsung San, tapi aku yakin Brisia tidak akan melakukan itu. Dia tidak membunuh semudah itu, sebelum Brisia menyiksa batin kami berdua terlebih dahulu.

Seulas senyuman licik terukir di wajah cantiknya. Dia tersenyum penuh kemenangan, sementara kami berdua terjun ke dalam dunianya. Dua buah blindfold dilemparkan padaku dan Gabriel, wanita cantik itu memerintahkan 'tuk menggunakannya sebelum kami dibawa ke tempat persembunyian Brisia.

Indra pendengaranku menajam berkali-kali lipat. Suara langkah kaki—beberapa langkah kaki—mulai menyerbu kami berdua. Beberapa tangan mulai mengambil alih semua anggota gerak kami. Alat pengekang dipasangkan pada tubuh kami. Dan yang terakhir yang aku rasakan adalah rasa dingin menjalar dalam peredaran darahku.

Sedetik berikutnya, rasa kantuk menyerangku.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wild Animal [Robert & San]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang