📷 chapter s e v e n

Start from the beginning
                                    

"Udah, udah, cukup, nggak ada gunanya juga masalah itu diperpanjang," ujar Alsa kemudian seraya bingkas dari kursi dan menyampirkan tote bag di bahu kanan, tak lupa pula ia bawa kembali boks kue yang sudah kosong. "Sekarang, lo mau ikut gue ke depan atau ngajak yang lain? Mumpung banyak yang belum balik, tuh."

Sejenak Kania memandangi teman-teman sekelas mereka yang satu per satu mulai meninggalkan ruangan. Beberapanya ada juga yang masih berkumpul di depan ruangan sembari membicarakan sesuatu. "Hmm, nggak akan ngajak yang lain deh gue, Sa. Sendiri aja gue ke supermarketnya," putus Kania pada akhirnya.

"Oke kalau gitu," sahut Alsa singkat. Ia pun mengajak Kania untuk bergegas pergi menuju gerbang depan kampus.

Baru saja Alsa dan Kania menginjakkan kaki di luar ruangan, mereka tiba-tiba dikejutkan oleh Jeremy yang tampaknya hendak kembali masuk ke dalam. Keduanya pun secara otomatis mundur dan memberikan akses jalan bagi laki-laki itu. Rupanya, Jeremy sudah ceroboh karena meninggalkan jaket miliknya di kursinya. Beruntung sekali ia masih dapat mengingatnya dan tidak langsung pulang begitu saja.

"Hadoh, Jerami!" hardik Kania saat itu juga. "Macam adegan jumpscare di film hantu aja tau nggak, lo tiba-tiba muncul begitu!"

"Jumpscare apaan, emangnya muka gue nyeremin?" balas Jeremy tak terima sembari melangkah menghampiri Alsa dan Kania.

"Ya, coba aja lo ngaca sono!"

Jeremy yang kebetulan tengah memegang ponsel di tangan kanannya langsung saja menghadapkan layarnya ke depan wajah, memerhatikan pantulan dirinya sendiri. Kemudian, dengan santainya ia berkata, "Ganteng, kok."

"Jer, sumpah, gue nggak nyangka lo ternyata senarsis ini," ujar Alsa sembari mengernyit jijik, tak jauh berbeda dengan Kania yang sudah memasang ekspresi seolah ia mau memuntahkan isi perutnya. "Nggak ada yang muji ya lo, makanya muji diri sendiri?"

Jeremy kontan tertawa ringan. "Ya, nggak gitu juga kali, Sa." Sejenak ia mendorong pelan punggung kedua temannya agar segera keluar dari ruangan. "Eh, btw, kalian mau pada pulang, 'kan? Bareng dong, ke depannya."

"Lah, bukannya lo bawa motor, Jer?" tanya Kania heran.

"Motor gue bannya bocor, belum sempet dibawa ke bengkel. Tadi pagi sih, gue nebeng temen sekos gue, tapi sekarang dia udah balik duluan kayaknya. Ya udah deh, gue pulangnya jalan aja."

Percakapan Alsa, Kania, dan Jeremy pun terus berlanjut sembari mengambil langkah menuju lift yang akan membawa ketiganya ke lantai satu. Lalu setibanya di sana, mereka segera saja meninggalkan gedung FIKOM dan harus menempuh jarak yang lumayan agar dapat mencapai gerbang depan atau yang disebut juga sebagai gerbang utama Universitas Santosha. Sebelum tiba di tujuan, mereka tentunya akan melewati beberapa fakultas sebab letak FIKOM memang agak terbelakang.

Kala sepasang netra Alsa akhirnya menangkap sebuah plang yang bertuliskan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, secara otomatis ia mengarahkan pandangannya pada taman yang di depan gedung fakultas tersebut. Ada sedikit keinginan dalam hati agar ia dapat kembali menemukan sesuatu yang menarik lagi hari ini, seperti apa yang terjadi sekitar dua minggu lalu.

Tanpa sadar, langkah Alsa mulai melambat ketika ia akhirnya mendapati figur seorang laki-laki bertubuh tinggi di sana, tengah berdiri sembari mengarahkan kamera yang terkalung di lehernya ke arah langit. Ia tampak melakukannya beberapa kali sampai ia merasa puas dengan hasil yang diperoleh. Meski hanya bisa melihat tampak samping wajahnya dari kejauhan,  Alsa tetap dapat melihat bagaimana sudut bibirnya tertarik ke atas.

Yang laki-laki itu lakukan selanjutnya adalah mengambil dua langkah mundur. Namun, saat itu ia baru menyadari bahwa ada seekor kucing yang duduk menunggu tepat di dekatnya. Ia kemudian segera berjongkok dan mengelus kepala si kucing. Setelahnya, ia pun menjadikan makhluk berbulu itu sebagai objek fotonya, sama seperti saat pertama kali Alsa melihatnya.

Meskipun Alsa belum mendapatkan kesempatan untuk melihat wajahnya dengan lebih jelas, setelah memerhatikannya secara saksama, Alsa justru merasa pernah melihat figur seperti itu di suatu tempat. Tapi, di mana, ya?

"Hadeh, nih anak malah bengong di situ. Pantes aja gue dari tadi ngomong nggak didengerin!"

Alsa pun sekonyong-konyong tertarik kembali pada kenyataan. Ia lalu menoleh ke depan. Kedua matanya membulat saat mendapati Jeremy dan Kania berjalan ke arahnya dengan sorot heran yang tampak di mata mereka. Sungguh, Alsa benar-benar tak sadar ia sampai berhenti berjalan hanya karena laki-laki yang bahkan tidak ia ketahui identitasnya itu.

"Eh, sori, sori," ujar Alsa menyesal. Otaknya kemudian bekerja cepat untuk memikirkan alibi. "I-itu, gue nggak sengaja liat cowok itu, bikin gue jadi mikir. Kapan ya, kita bisa bawa kamera kayak gitu ke kampus?"

Kania kemudian turut memerhatikan laki-laki yang Alsa maksud, membuat gadis itu jadi berdebar sendiri, takut kawannya itu langsung berpikiran macam-macam tentangnya. "Ya elah, kalau mau bawa mah ya bawa aja, Sa. Kalau nunggu matkul fotografi di semester dua sih, masih lumayan lama. Lagian, nggak ada larangannya ini, 'kan? Itu anak FEB juga bebas aja bawa-bawa kamera."

Alsa lalu terkekeh kaku. "Oh, iya, lo bener juga, sih." Ada jeda sejenak. "Ya udah kalau gitu, lanjut yuk--"

"Eh, gue kayaknya kenal tuh orang," celetuk Jeremy yang baru Alsa sadari bahwa sejak tadi, ia turut memandangi laki-laki berkalung kamera itu dalam diam.

"... hah? Serius?" tanya Alsa tak percaya.

"Itu kenalan gue yang tadi pagi minjem gimbal, Sa, inget kan, lo? Mumpung ada orangnya, gue samperin bentar ya, guys, biar langsung dibalikin hari ini juga." Tanpa menunggu balasan dari kedua temannya, Jeremy segera beranjak menghampiri laki-laki di taman itu.

Mendengar apa yang Jeremy katakan, sontak saja membuat Alsa tergeming dengan segala macam pikiran dalam benaknya. Berarti, yang tadi pagi itu .... Ya Tuhan, meski hanya dapat melihat punggungnya saja, kenapa Alsa tidak langsung menyadari kalau laki-laki itu adalah orang yang sama, sih?

📷

author's note:

hayolooo, ternyata alsa yang udah lebih dulu "ketemu" sama radya, guys, bukan sebaliknya wkwk.

jadi penasaran ga siiih gimana sama kelanjutannya?

makanyaaa tungguin terus kelanjutnya yaa, dan sampe ketemu lagi di chapter berikut! <3


bandung, 1 september 2022

love, dinda.

Through the Lens [END]Where stories live. Discover now