"Lee Jihoon."

"Apa Lee Jihoon tidak hadir?"

Suara profesor yang memanggil Jihoon membuat atensi Soonyoung yang sedari tadi menatap beberapa kolom pesannya dengan laki-laki itu bergeming.

Lee Jihoon, ia tidak tahu keadaan laki-laki itu seusai kejadian tadi malam saat ia bercanda menawarkan pergi menonton film dengannya.

"Hei, Lee Jihoon benar-benar absen?"

"Ada apa dengannya?"

"Tidak tahu. Mungkin dia sakit."

Samar-samar percakapan dua mahasiswa yang merupakan teman Soonyoung membuatnya berpikir yang tidak-tidak.

"Apakah dia benar sakit?" Gumamnya memikirkan bagaimana Jihoon di apartemen sendiri dengan kondisi seperti itu. Dengan suara deretan kursi yang ia duduki berbunyi keras lantaran terdorong tubuhnya yang kini berdiri. Tanpa mempedulikan suara teriakan profesor memanggilnya. Soonyoung bergegas pergi dari sana karena kini benaknya semakin berkabut memikirkan si menggemaskan.


[Panggilan masuk.
Benalu 3. ]

Sementara itu, Jihoon yang lebih memilih tinggal di apartemennya hari ini, menatap kesal ponsel di samping laptopnya yang terus bergetar sedari tadi.

Tanpa mempedulikan ponsel yang terus menganggunya. Jihoon lebih memilih terus mencari di situ Naver beberapa rasa yang terjadi padanya.


[Mencari : Sensasi tubuh yang aneh.
Mencari : Keinginan yang tidak normal.
Mencari : Gangguan hormon.]

Duk!!

Duk!!

"Hei Lee Jihoon! Kau di dalam?"

Suara keras pintu apartemen yang di ketuk begitu brutal membuat Jihoon terkejut hingga menatap ke arah pintu dengan matanya yang membulat.

"Kenapa kau tidak masuk kelas?"

"Kau di dalam, kan?"

Teriak seseorang lagi yang padahal saat ini ingin sekali ia hindari. Dalam tubuh lemasnya Jihoon menjatuhkan perlahan tubuhnya yang tadi terduduk di lantai menjadi tertidur di sana.

Matanya menatap kosong ke depan dengan mendesah pelan merasa begitu putus asa. "Aku berharap bisa memformat otakku."

"Lee Jihoon!!" Teriak Soonyoung begitu khawatir sembari mengetuk pintu apartemen di depannya dengan kepalan tangannya. Soonyoung benar-benar meninggalkan kelas dan pergi ke apotek membawa beberapa obat yang kini tersimpan di kantong yang ia pegang. Tubuh tegapnya mendekat di pintu dengan daun telinga yang menempel di sana, mencoba untuk mendengarkan apakah masih ada tanda kehidupan di balik pintu.

"Apakah dia pingsan?" Gumamnya.

"Aku akan menelpon 911 jika kau tidak menjawab." Teriaknya lagi. Namun dirinya segera mundur beberapa langkah kala pintu di depannya terbuka dan menampakkan seseorang yang sangat ingin ia temui.

Dapat ia lihat, Jihoon yang mengenakan topi yang sama seperti kemarin lengkap dengan pakaian dan celana yang sama. Ia begitu yakin jika laki-laki di depannya tidak sempat berganti.

"Ada apa denganmu?" Tanya Soonyoung melihat penampilan Jihoon.

"Berhenti buat keributan dan mengangguku. Aku bisa memanggil polisi karena hal ini." Sarkas Jihoon menatap tajam laki-laki tinggi di depannya.

"Aku khawatir kalau kau sakit. Kau sudah pergi ke dokter?" Khawatir Soonyoung mencoba menyentuh leher laki-laki itu. Tetapi Jihoon lebih dulu menepisnya dengan kencang.  Membuat Soonyoung begitu heran karena tadi malam marga Lee tidak seperti ini.

"Aku hanya mencoba melihat jika kau demam." Bilang Soonyoung.

"Urus saja urusanmu sendiri! Atau aku sungguh memanggil polisi." Teriak Jihoon marah.

"Lihat kau. Bagaimana bisa aku tidak khawatir?" Ucap Soonyoung yang masih mencoba tenang.

"Kau tidak menjawab teleponku. Dan kau mengabaikan pesanku." Lanjutnya.

"Aku tidak pernah memintamu untuk peduli." Teriak Jihoon mengintimidasi.

Wajah Soonyoung menegang. Ia begitu terkejut dengan Jihoon yang begitu sensitif tak seperti biasanya. "Aku pikir kita baik-baik saja sekarang?" Tanyanya pelan.

"Masalahnya apa?" Tanyanya mencoba mengendalikan emosi.

"Berhenti bersikap seperti kita berteman. Kita melakukan presentasi bersama, tapi aku tetap membencimu." Bilang Jihoon penuh penekanan.

"Aku hanya khawatir denganmu, dan ini caramu berbicara denganku?" Rahang Soonyoung mulai mengeras.

"Baiklah aku minta maaf. Aku lah yang lebih dulu kasar padamu. Tapi itu hanya terjadi selama beberapa hari." Ucap Soonyoung mengalah.

"Aku sudah mencoba yang terbaik untuk berbaikan denganmu." Lanjutnya pelan.

"Aku tidak pernah mau itu." Lagi, jawab Jihoon yang masih penuh amarah.

"Kau selalu punya cara untuk mendorong orang menjauh." Desah Soonyoung tak percaya dengan ucapan Jihoon.

"Aku masih benci melihatmu setiap hari."

Soonyoung tersenyum kecewa. Kantong obat yang ia bawa ia remas begitu kuat menahan amarahnya. "Pastinya sangat sulit berpura-pura denganku." Ujarnya.

"Lagipula yang kau pedulikan hanyalah nilai. Menyedihkan." Sarkasnya.

"Pergi saja dari pandanganku." Jawab Jihoon tak mau mengalah.

"Jangan memberi perintah padaku, kau sialan." Ujar Soonyoung tersulut emosi.

"Kau tidak akan pernah bertemu denganku lagi." Ucapnya membanting kantong obat-obatan yang ia bawa dengan bantingan yang keras. Pergi meninggalkan Jihoon tanpa menoleh ke belakang.

Jihoon yang masih sama tersulut emosi, menatap punggung lebar itu dengan tajam, seolah jika ia menatapnya punggung di balut jaket leather itu akan tersayat-sayat oleh ulahnya. Tanpa ia sadari jika dirinya hanya berusaha bersembunyi dari rasanya sendiri.

°
°
°
°
°

BERSAMBUNG

drama banget ini orang berdua wkwk

Kenapa ya makin kesini mereka makin miripಥ‿ಥ

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kenapa ya makin kesini mereka makin miripಥ‿ಥ

SEMANTIC ERROR || SoonHoonWhere stories live. Discover now