ㅡ as classmates (2)

1.7K 102 17
                                    

Ali's POV

Sore ini, pengunjung cafe cukup sepi. Aku duduk dengan gelisah. Akankah dia datang? Kalau menurut otakku, dia tidak mungkin datang. Berbincang dengan anak cowok saja jarang, apalagi pergi berdua dengan cowok. Dia tidak akan mau.

Sudah tiga puluh menit aku duduk. Dari tadi hanya membolak-balik buku bahasa inggris milikku yang penuh coretan merah dari guru.

Dasar bodoh. Seharusnya aku tidak langsung mengajaknya pergi seperti ini. Pendekatan yang kupakai terlalu bar-bar. Dan menurut pandanganku, dia adalah tipe cewek yangㅡ

Aku melotot lebar ketika melihat seorang cewek baru saja turun dari angkot.

Dia datang!

Wajahku langsung sumringah. Lihat deh gayanya, keren sekali meskipun baru saja turun dari angkot. Selama ini, aku hanya melihatnya memakai seragam sekolah. Ternyata dia jauh lebih menarik saat memakai baju bebas.

Di pintu cafe, dia celingukan sejenak sebelum berjalan kepadaku sambil tersenyum.

"Maaf aku terlambat, Ali. Kamu sudah pesan?"

Aku termenung sejenak. "Kamu terlihat cantik, Raib..."

"Eh?" Wajahnya memerah.

Bodoh! Aku merutuki diriku sendiri. Bagaimana kalau Raib jadi tidak nyaman dengan pengakuanku? Itu terlalu spontan untuk tipe anak pemalu seperti Raib.

"Maaf, aku tidak bermaksudㅡ"

"Tidak apa-apa, Ali," dia tersenyum. "Ini adalah pertama kalinya aku mendengar kalimat itu dari seorang cowok."

"Benarkah?" Aku melotot tidak percaya. "Tidak mungkin."

"Betulan. Satu-satunya laki-laki yang sering bilang bahwa aku cantik adalah Papa."

"Papamu pasti orang yang jujur sekali," Aku nyengir.

Wajah Raib bersemu merah. Terlihat manis.

Dia segera membelokkan obrolan, memesan makanan. Kemudian kami membuka buku matematika sambil menunggu pesanan datang.

"Maaf, aku masih belum paham, Ali." Raib terlihat kesal, dia menguncir rambutnya asal.

"Tidak perlu minta maaf, Ra," aku tersenyum kecil. Makin cantik saja Raib saat dia menguncir rambut. "Aku akan menjelaskannya lagi. Tenang saja."

Dua jam kami berkutat dengan buku matematika. Makanan dan minuman kami sudah habis. Namun, setelah menatap angka-angka selama dua jam, kami lapar lagi.

Aku memutuskan untuk pulang saja, Raib setuju. Aku akan mengantarnya pulang.

"Ini jam berapa sih? Kenapa langitnya sudah gelap?" Raib bertanya.

"Masih jam lima. Ini mendung, Ra. Bukan gelap karena matahari terbenam," aku nyengir.

Jalanan macet. Sepuluh menit, kami masih terjebak di antara puluhan kendaraan. Saat itulah, mendadak hujan turun.

"Ra, aku lupa tidak bawa jas hujan. Kamu mau ke rumahku saja? Rumahku lebih dekat."

Raib setuju.

Kami sampai di rumahku lima menit kemudian. Baju Raib basah. "Untung saja tasku kedap air. Kamu harus segera menjemur tas dan buku-bukumu, Ali."

"Iya," aku membuka tas. Bukunya basah kuyup.

"Aduh, aku minta maaf, Aliㅡ"

"Minta maaf untuk apa, Ra? Minta maaf karena sudah menemaniku dua jam terakhir? Atau minta maaf karena menemaniku bermain hujan-hujanan?" Aku tersenyum lebar.

raib ali as | bumi series fanfictionWhere stories live. Discover now