Chapter 01 || First Time

27 1 0
                                    






• Selamat membaca •

Saya akan meneceritakan semuanya dari awal, semuanya terjadi pada suatu bangunan tinggi nan kokoh yang berdiri tegak disana. Perpustakaan Norfolk yang berusia ratusan tahun itu tak pernah sekalipun dibedah ulang. Omong kosong, saya akan mulai menceritakan awal kisah persahabatan gadis skizofrenia dengan seseorang yang misterius itu..




8 April 1980, pukul 6 pagi waktu Britania Raya.

Cerita bermula dengan adegan dimana kita diperkenalkan dengan gadis pendiam, Aigean Charlotte. Gadis yang dimana menutupi sisi kebahagiaannya karena suatu penyakit yang ia idap selama ini. Ia menanggap dirinya merupakan monster dan orang aneh yang pernah hidup didunia ini. Aigean hampir memasuki umur yang ke 13 tahun, bulan depan merupakan hari jadinya yang ke 13 tahun. Rambutnya yang panjang nan pirang membuat ia tampak seperti gadis polos dan lembut pada umumnya, namun semuanya bertolak belakang. Aigean cuek dan tak peduli dengan apa yang ia lihat, ia menanggap jika itu adalah hal bodoh dan konyol yang ia pernah temui. Ia memilih untuk berdiam diri dimanapun ia berada, sampai teman sekalipun tak terlalu banyak, hanya berberapa saja yang ia punya. Pernah suatu saat dirinya dijauhi oleh keluarganya karena masalah keuangan pada keluarga kecil mereka.

Gadis itu hendak pindah dari kota Birmingham menuju pedesaan Norfolk. Angin segar disana mungkin cocok untuk pengidap penyakit mental sepertinya, Aigean tampak dewasa sesaat ia baru saja pindah ke Norfolk, itu sendiri juga paksaan dari Mama, Mama selagi ibu kandung Aigean tak ingin Aigean menjadi seorang introvert dikota ini, lalu beliau sengaja mengirimnya menuju pedesaan agar mudah untuk bersosialisasi dengan siapapun asalkan tidak dengan seseorang yang dirahasiakan oleh neneknya. "Memangnya mengapa jika aku berteman dengan teman imajinasiku?" tutur Aigean dari dalam hati, ia menatap mata ibunya sembari melambaikan tangan dengan muka pucat, "—Hiduplah dengan bahagia, cerah dan periang," ujar sang ibu sembari melambaikan tangan pada sang anak. Roda mobil itu berjalan dan mulai meninggalkan Mama sendirian disana, "Aneh, justru aku seharusnya diam dirumah supaya mentalku tak kembali berantakan."

Tepat ketika paman Jo dan bibi Helen menjemput gadis itu untuk membawanya kedesa Norfolk—Tunggu! omong-omong bibi Helen dikenal dengan humornya yang tinggi. Kebetulan sekali kedua pasangan ini dikenal dengan humoris yang tinggi sehingga selalu memberikan kebahagiaan bagi siapapun yang mendengar candanya. "Hahaha, jadi kau ini pertama kali ke Norfolk, ya?" tanya bibi sembari menepuk-nepuk kepala Aigean dengan pelan; memberikan sentuhan lembut pada keponakannya yang satu ini, "—Umm, iya Mama yang memaksaku, aku berharap bibi tak kelelahan untuk mengurusku," sebaliknya kata Aigean sembari tersenyum datar, "Justru kami senang menunggu kehadiranmu di pedesaan itu—" paman Jo menyambung omongan bibi Helen, "—Disana aman, kok. Cuaca juga sedang baik-baik saja, banyak rawa-rawa yang tergenang."

Intinya Aigean bisa bebas didesa itu, ia bisa bermain, berinteraksi atau bahkan mencari seseorang untuk menjadi sandaran hidupnya yang pahit. Namun kenyataannya Aigean tak terlalu percaya jika ia akan mendapat teman baru, susah caranya.

Mobil berjalan begitu cepat dari kota Birmingham menuju pedesaan Norfolk.

Sedikit demi sedikit mereka sudah memasuki pedesaannya. Aigean berseru bahagia ketika hendak membuka jendela mobil, gadis itu melihat mercusuar, bukit, tebing dari jendela. Selama 12 tahun hidup dikota, baru pertama kalinya ia melihat desa. Ia melihat kekanan dan kirinya, rambutnya yang terombang-ambing akibat deru angin yang menghantam berberapa helai rambut. Matanya yang coklat bersinar dan memencarkan wajah yang senang, "Pemandangan yang indah.." tutur Aigean takjub melihat desanya. Paman Jo berbisik, "Shh, tapi jangan beri tahu siapa-siapa, ya?" Aigean menolak cemberut, ia penasaran, matanya membulat sebesar mungkin dan terpesona akan rahasia itu. "—Memangnya ada apa?" tanyanya dengan sebaliknya terdengar seperti suara bisik-bisik. Lalu mobil berhenti sejenak..

Disana ia melihat suatu bangunan yang menjadi pusat perhatian Aigean.

"Kenapa berhenti?" tanya gadis itu, ia kembali membuka jendela mobilnya lebar-lebar dan mengeluarkan kepalanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kenapa berhenti?" tanya gadis itu, ia kembali membuka jendela mobilnya lebar-lebar dan mengeluarkan kepalanya. Paman Jo berbisik pada gadis itu, "Jangan main kedaerah sana, ya!" pintanya dengan suara lantang dan agak kedengaran bergurau. Aigean menyipitkan mata; melihat kesuatu bangunan tinggi yang terdapat dibawah bukit sana. "Maksudnya.. bangunan tinggi itu?" tanya Aigean menoleh kearah paman, lantas paman Jo menangguk, "Intinya jangan pernah kedalam sana, ..orang-orang disini mengatakan jika tempat itu sudah lama, agak angker." Aigean penasaran dan mencoba untuk kembali bertanya, "Loh, kenapa? ada hantunya?" tanya gadis itu lalu paman Jo membalas, "Huuu~ ada yang gentayangan—" beliau bergurau pada keponakannya, memasangkan raut wajah yang jengkel serta nada suara yang menakut-nakuti.

"—Johan!" sahut bibi Helen kesal karena suaminya telah menakut-nakuti keponakannya, "Itu tidak lucu kau tahu?!" geram bibi. "Ya, intinya kamu tidak usah kesana," ujar paman pada gadis itu lalu mereka kembali menjalankan mobilnya dan meninggalkan bangunan tingginya. Aigean kala itu menoleh melihat bangunannya, ia familiar seperti apa yang pernah ia lihat dulu. Ia menyipitkan mata kebingungan, "Sepertinya tidak asing.." ujar si gadis. Sampailah mereka dirumah bibi Helen dan paman Jo pada pukul 9 pagi, suasana masih sangat sejuk. Mungkin karena cuaca yang sering berubah-ubah, dan lihatlah! burung camar dan kabut berada dimana-mana. Gadis itu berlari keatas kamar yang bibi tunjuk sebagai tempat peristirahatan si gadis, Aigean membuka jendela dan melihat pemandangan dari atas sana, awalnya sedikit jenuh karena tak ada teman yang menemaninya. Lalu kedua putra bibi Helen datang setelah sekolah, ia Adelio dan Omar, saudara dekat Aigean yang kini sudah berusia 14 tahun. Mereka tak akur dan sering bertengkar disetiap masalah yang sepele jadinya Aigean sedikit terganggu dengan ocehan kedua sepupunya itu.

Aigean memastikan dirinya merasa baik-baik saja didesa ini, dibandingkan ia tinggal di perkotaan. Agak kaget melihat warga-warga kampung yang ramah dan baik hati, dari pada dikota. Orang-orang justru sibuk, tak banyak yang ingin menyapa gadis itu. Padahal Aigean tak seburuk apa yang mereka bayangkan, hanya saja gelagatnya yang sering berbicara sendiri bak.. ya intinya seperti itu..

Seolah-olah Aigean berbicara sendiri bak bocah berusia 6 tahun dengan teman imajinasinya.

"Aku pertama kali disini, cuacanya enak dan nyaman.."
"Memutuskan untuk membuat diary, semoga disana Birmingham baik-baik saja."

Gadis itu menulis serta mengungkapkan perasaannya didalam diary setelah ia baru selesai mengganti pakaian dan mandi. Menulis apa yang ia rasakan setelah berberapa jam tiba dipedesaan, tapi rasanya agak aneh karena berbeda dengan apa yang ia rasakan sebelumnya.

"Aku menemukan bangunan tinggi disana, besar dan megah seperti istana."

"Aku penasaran."



- to be continued..

The Secret of Library [Remake]Where stories live. Discover now