Tentang Byan (1)

Mulai dari awal
                                    

Pertanyaan itu membuat Byan terdiam. Cowok itu terlihat mencoba memikirkan jawaban apa yang sebaiknya dia keluarkan.

"Mungkin.... saya hanya sedang kurang fokus," ucapnya lamat-lamat. "Maaf. Saya akan coba perbaiki nilai-nilai saya."

"Sebaiknya begitu." Bu Yani mengangguk-angguk. "Memang nilai-nilai Nak Byan masih yang terbaik di sekolah ini. Tapi perlu diingat kalau Nak Byan kebanggaan sekolah ini. Kami sangat berharap Nak Byan bisa terus mempertahankan prestasinya, bahkan kalau bisa lebih ditingkatkan lagi, untuk membawa nama baik sekolah dan juga nama baik Yayasan Arkatama ke tingkat yang lebih tinggi. Coba fokus dulu pada masalah sekolah, UN, dan abaikan masalah lainnya."

"Terus, bagaimana dengan pilihan jurusan kuliah Nak Byan?" Tanpa menunggu kesempatan Byan untuk menjawab, Bu Yani kembali melanjutkan, "Nak Byan serius mau coba SNMPTN—Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri? Bukannya Nak Byan sudah pasti akan melanjutkan kuliah ke jurusan Kedokteran di Universitas Arkatama, seperti keinginan Bapak Ketua Yayasan dan juga Ibu?"

"Itu...." Sebetulnya Byan sudah menduga pertanyaan ini pasti akan keluar juga, cepat atau lambat. Namun, tetap saja perlu waktu baginya untuk merangkai jawaban yang tepat.

"Ibu mengerti, Nak Byan mungkin kepengin menantang kemampuan diri."

Lagi-lagi Bu Yani mengambil kesimpulan sendiri, membuat Byan serius mempertanyakan kompetensi perempuan itu sebagai guru BP.

"Kalau alasannya seperti itu, bisa dimengerti kalau Nak Byan pengin coba-coba tembus SNMPTN. Tapi kenapa pilih jurusan Teknik Informatika? Kenapa nggak pilih jurusan Kedokteran di kampus lain—Universitas Padjajaran, misalnya," kata Bu Yani.

"Saya hanya pengin mencoba bidang lain," jawab Byan tenang.

"Ibu mengerti," kata Bu Yani. "Tapi, karena Nak Byan sebetulnya sudah pasti akan masuk jurusan Kedokteran di kampus milik yayasan, sebaiknya tidak mendaftar SNMPTN. Kalau nanti Nak Byan lulus—dan Ibu yakin pasti lulus—sekolah bisa dapat sanksi kalau Nak Byan mengundurkan diri. Itu berlaku juga untuk murid lainnya."

Penjelasan itu membuat Byan kembali terdiam. Ternyata memang nggak mungkin....

Tanpa sadar Byan mendengkus pelan. Sialnya, itu tertangkap oleh Bu Yani yang mengira kalau cowok itu punya unek-unek lain untuk diceritakan.

"Ada masalah lagi, Nak Byan?"

Pertanyaan tersebut membuat Byan nyaris gelagapan. Untung cowok itu bisa cepat menguasai dirinya dan bersikap setenang biasanya.

"Perihal jabatan saya sebagai ketua OSIS," katanya. "Mohon maaf, seharusnya anak kelas XII sudah tidak boleh menduduki jabatan strategis di OSIS. Waktu itu jabatan pengurus angkatan kami memang diperpanjang atas permintaan pihak sekolah, dan kami setuju. Tapi sebentar lagi kami akan menghadapi UN dan kepengurusan ini jadi nggak maksimal. Mungkin kita bisa mulai mengadakan pemilihan pengurus baru sebelum UN dimulai, dan serah terima jabatan setelah UN selesai. Kami juga sudah merancang acara pentas seni dan malam keakraban selepas UN yang akan ditutup dengan sertijab kepengurusan lama pada kepengurusan baru."

Bu Yani manggut-manggut mendengar penjelasan panjang lebar itu.

"Maaf Ibu koreksi sedikit," kata guru perempuan itu kemudian. "Soal perpanjangan jabatan pengurus, itu bukan hanya usulan dari pihak sekolah. Sepertinya banyak siswa yang puas dengan kepemimpinan Nak Byan selama dua tahun terakhir, makanya muncul usulan supaya kalian saja yang terus mengelola OSIS ini sampai waktunya kelulusan nanti. Saat kami menyampaikan aspirasi tersebut pada Ketua Yayasan, beliau menyambut baik dan karena itulah ada pengecualian untuk kepengurusan sekarang."

Karena melihat Byan seperti tak puas dengan jawaban itu, Bu Yani memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan dengan menepuk bahu Byan.

"Ibu percaya tugas OSIS ini nggak akan mengganggu waktu belajar Nak Byan dan pengurus lain. Kita sama-sama tahu kalau kepengurusan angkatan ini hanya formalitas saja, karena sebetulnya tahun ini OSIS SMA Arkatama Jaya sedang banyak vakum. Jadi, jangan terlalu dipikirkan, ya? Soal pemilihan bisa kita lakukan setelan selesai UN nanti. Ibu rasa Bapak Ketua Yayasan akan sependapat dengan itu. Tetaplah fokus pada nilai-nilai Nak Byan karena kamu kebanggaan sekolah ini."

Frasa "hanya formalitas" dan "kebanggaan sekolah" itu kembali bergaung di ruangan kecil ini, tapi gemanya terus terasa hingga cowok itu meninggalkan ruangan BP dengan langkah berat. Perasaannya sesak. Namun dia tahu, dia tak boleh menunjukkan itu. Karenanya, begitu pintu ruang BP dan dia melangkah keluar dari sana, ekspresi wajahnya kembali seperti biasanya. Tenang, terkendali, sempurna. []

*
*
*
Halo!

Part pertama dari Byan pun dimulai ^^ Part ini lebih panjang dari part-part sebelumnya, so brace yourself ya!

Semoga kalian suka!


[26] wikipedia

A Cloudy HorizonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang