"Yak, gue udah dapat akun sosmed mereka." Tiba-tiba saja Manda bersuara. "Yang ini akun IG, Twitter, dan snapchat-nya sama semua @pcx_pcy_pcz__—" Manda menunjuk cewek berambut panjang. "Dan yang ini akun IG, Twitter, AskFM-nya @jk_v_koo—Ya ampun! Alay banget nama akun lo, Kak?" Dengan satu gerakan dramatis Manda memutar bola matanya sambil sok mengelap keringat. "Yah, pokoknya gue udah dapat akun medsos kalian." Manda menyelipkan anak rambut ke belakang telinga kanannya dan menatap manis para kakak kelasnya itu. "Kalau kalian macem-macem, urusannya pasti bakalan panjang. Ngerti kan Kak?"

Lagi-lagi kedua kakak kelasnya itu hanya mengangguk-angguk seperti pajangan di mobil sambil terus mengusap air matanya.

"Ya udah, minggat sana!" bentak Kay sebal. "Awas kalau lo berani cari masalah lagi sama gue!"

Tak mengira Kay akan semudah itu melepaskan mereka, keduanya sempat bengong dulu selama beberapa waktu. Namun, saat mendengar Kay mulai menggeram, tanpa aba-aba keduanya langsung pontang-panting melarikan diri dari sana.

"Pengecut," cibir Manda.

Yona mengamini itu. Sebetulnya dia sengaja pergi ke kelas X-9 karena baru saja mendengar rumor tentang Kay. Yah, sebetulnya sih Kay dan gosip aneh-aneh sudah seperti satu paket. Hanya saja biasanya gosip itu seputar urusan berkelahi, pemalakan, tawuran, balap liar, dan hal-hal berbau kekerasan lainnya. Salah satu yang paling parah mungkin saat Kay digosipkan jadi bandar narkoba, yang berujung dengan dipanggilnya cewek itu ke ruang BP dan dia dipaksa untuk melakukan tes urine saat itu juga. Untung saja hasilnya negatif. Namun, baru kali ini ada rumor Kay cewek nggak benar hanya karena ada yang mengaku pernah melihat Kay naik turun mobil mewah—itupun nggak jelas siapa orangnya dan Yona merasa perlu memberitahu Kay tentang itu. Ternyata cewek itu sudah tahu dengan sendirinya dan sudah membereskannya dengan mudah.

"Kok lo bisa kesini, Yon?" tanya Manda tiba-tiba. "Bukannya hari ini kita nggak janjian ke kantin?

"Oh, itu...." Yona menggaruk rambut pendeknya yang sedikit berantakan. "Gue tadinya mau ngabarin kalian tentang gosip itu. Tapi ternyata kalian udah tau duluan."

"Bego, sih, mereka." Manda terkekeh. "Tadi mereka sengaja bisik-bisik tentang itu pas kita kebetulan lewat di dekat mereka. Dikiranya Kay bakalan takut karena mereka kakak kelas kali ya? Lo harus liat segimana pucatnya tampang mereka pas kita seret ke sini. Mukanya udah kayak ditepungin sama terigu, tau!"

"Hah?" Yona bengong dan menatap sepupunya itu sambil mendelik. "Kalian nyeret mereka ke sini? Ada yang lihat?"

"Ada," jawab Kay cuek. Tangannya bergerak untuk merapikan kuciran rambutnya yang berantakan. "Biarin aja. Paling-paling ada yang ngadu ke guru BP atau OSIS. Ujung-ujungnya palingan gue dikasih siraman rohani dari anak OSIS atau surat cinta dari guru BP. Kalau sampai kejadian, kalian nggak perlu ikut-ikut. Ini urusan gue."

Baru saja Kay selesai menutup mulut, di ujung belokan telah berdiri seorang cewek berambut ikal sepinggang sambil melipat tangan dan memegang sebuah buku catatan kecil. Raut wajahnya masam saat menatap Kay dan teman-temannya, kontras dengan gesturnya yang terlihat anggun dan berkelas. Setidaknya dia mencoba terlihat seperti itu.

"Kaylani dan Mandalika Joanita dari kelas X-9 dan, lo, Yonaria Dewi Anggita dari kelas X-5, ditunggu oleh ketua OSIS di ruang OSIS." Suara cewek itu terdengar dingin. "Sekarang."

Yona langsung melirik Manda yang ternyata juga sedang melirik ke arahnya. Sebetulnya mereka sudah bisa menebak ini, tapi tetap saja mereka nggak nyangka akan secepat itu dipanggil ke ruang OSIS.

"Ada apa, Kak Selvi?"

Kay mengucapkan itu dengan nada yang selalu membuat Selvi meradang. Padahal cara bicara Kay biasa saja. Namun entah kenapa bagi Selvi kata-kata itu terdengar diucapkan dengan nada mengejek setengah meledek.

"Menurut kalian?"

"Saya tahu pasti ada yang ngadu, sih," jawab Kay kalem. "Masalahnya, ini nggak ada urusannya sama Manda dan Yona. Ini tanggung jawab saya."

Selvi mendengkus jengkel dan itu membuat Yona terkekeh dalam hati. Dari cara Selvi melempar pandangan membunuh ke arah Kay, dia bisa menebak kalau cewek itu sebetulnya kepengin menjambak dan menyeret Kay ke ruang OSIS. Satu-satunya yang menghalangi cewek itu untuk tidak melakukannya mungkin karena mempertimbangkan reputasinya sebagai wakil ketua OSIS. Kan lucu banget kalau ternyata ada yang iseng merekam mereka dan menyebarkannya di internet dengan judul 'Wakil Ketua OSIS di SMA Arkatama Jaya menganiaya salah seorang murid".

"Byan minta gue manggil kalian bertiga." Ada penekanan pada nama Byan, ketua OSIS, dalam kalimat itu. "Sekarang. Atau kalian lebih suka dipanggil sama guru BP—atau mungkin sekalian Kepala Sekolah? Tinggal pilih aja mau yang mana. Kalian tau gue serius, kan?"

Ancaman itu langsung membuat Yona mengeluh. Bukan, bukan karena dia takut dengan Ketua OSIS dan guru BP. Namun, urusannya bakalan panjang kalau sampai ke Kepala Sekolah. Bisa-bisa dia dihajar oleh Mama karena dianggap bikin malu.

Takut-takut, Yona melirik Kay yang masih berdiri tenang menghadapi Selvi.

"Ini tanggung jawab saya," tegas Kay sekali lagi. "Saya sendiri yang pergi, atau saya cabut dari sini sekarang juga. Kakak tau saya serius, kan?" Tanpa menunggu jawaban dari Selvi, Kay memberi isyarat pada Manda dan Yona untuk pergi dari sana. "Sana, kalian balik ke kelas. Bentar lagi waktu istirahat selesai. Biar gue yang urus ini."

"Nggak!" tolak Manda tegas, membuat Yona kembali melirik sepupunya itu. "Gue ikut sama lo, Kay! Yona yang nggak ikutan masalah ini. Biar dia aja yang balik ke kelas!"

Namun, Kay menggerakkan tangannya seolah mengusir mereka.

"Gue bisa atasi ini," jawabnya tak kalah tegas. "Gih, sana!"

Walau merengut, Manda menuruti kata-kata Kay. Cewek itu melangkah mendahului Yona dan sedikit melengos saat melewati Selvi. Sama seperti Manda, Yona juga terpaksa menuruti Kay dan mengikuti langkah Manda. Namun saat melangkah di dekat Selvi, telinganya menangkap kata-kata yang diucapkan dengan lirih dan hanya terdengar olehnya.

"Dasar dugong. Nggak guna. Mati aja." []




[14] spaceplace.nasa.gov
[15] Yang benar dong! (b.Sunda)

A Cloudy HorizonWhere stories live. Discover now