Forty five || I miss you.

116 12 0
                                    

London selalu berhasil menjadi pilihan terbaik semua orang, entah untuk tujuan kota wisata, atau kota pelarian. Suasana London yang sejuk pada saat usai musim gugur, daun daun berguguran, cocok untuk menenangkan pikiran sejenak dari hiruk piruk dunia.

Kota metropolitan terbesar yang merupakan ibu kota negara Inggris ini telah menjadi permukiman utama selama dua milenium sejak didirikan oleh Romawi pada abad ke-1 dengan nama Londinium. Aku begitu tertarik pada kota ini karena saat aku masih kecil, Ayah selalu menceritakan tentang negara Inggris pada ku, beliau selalu bercerita banyak hal. Salah satu nya tentang putri putri kerajaan yang ada di Inggris, kata Ayah, mereka semua cantik dan manis.

Aku mengeratkan long coat yang ku pakai sekarang, sambil terus melangkahkan kaki menuju stasiun St. Pancras international. Untuk segera bertolak ke Swiss. Berhubung sebentar lagi aku akan kembali ke Seoul, kurasa tidak ada salah nya untuk berkunjung sebentar ke sana.

Ketika sudah masuk ke dalam kereta, aku segera mencari tempat duduk yang bersebelahan langsung dengan jendela, sembari menunggu untuk sampai ke tujuan, aku bisa memandangi pemandangan yang ku lewati sambil membaca buku. Kebetulan aku membawa dua buku fiksi keluaran terbaru yang author nya merupakan penulis favorit ku!

Sudah bukan hal yang aneh bagi masyarakat eropa yang hanya menaiki kereta api saja sudah bisa berpindah negara. Kereta api cepat di sini adalah kendaraan yang paling banyak di minati masyarakat yang hobi nya bepergian. Aku sendiri pun jadi suka naik kereta api sejak tinggal di London. Padahal saat masih di Seoul, aku lebih memilih menggunakan mobil pribadi di banding naik kereta api.

Buku berjudul London love story yang baru saja aku beli secara online itu kini sudah ada di pangkuan ku, aku bersiap membaca nya sambil memasang airpods yang memutar lagu dengan melodi tenang di sana. Cerita karya penulis terkenal di Indonesia ini benar benar membuat ku tertarik, terlebih lagi cerita ini berkisah di kota yang sekarang aku tempati.

"Noona..? Kau kah itu?"

Seseorang tiba tiba menyapa ku, hal itu sontak membuat ku mau tak mau mendongak. Dan benar saja, seseorang yang begitu aku kenal ada di sana. Kim Namjoon.

Aku terkekeh, merasa sedikit canggung dengan pertemuan tiba tiba kami ini.

"Iya, ini aku. Kau tidak duduk, Joon?"

Pria yang terlihat membawa sebuah ransel berukuran sedang itu sekarang sudah duduk di hadapan ku, dia mengeluarkan sebuah tab keluaran terbaru dan menatap ku lekat lekat.

"How was your day?"

"Very well, what about you?" tanya ku balik dan menutup buku yang baru saja ku baca sampai halaman ke 4. Buku ini menarik, tapi lebih menarik berbicara dengan seseorang yang sekarang ada di depan ku.

Namjoon terlihat berdeham, "Sudah lama sejak terakhir kita bertemu, kan?" ucap nya sambil memberi ku sepotong roti, dia melepas long coat berwarna abu abu yang di pakai nya, dan membiarkan otot otot nya terekspos di balik kaos putih lengan pendek yang menjadi pakaian dalam nya sekarang.

"Kau benar, rasanya kita tidak bertemu sekitar... 7 tahun ya?"

Laki laki itu mengangguk pelan, dia menghela nafas nya. Dari raut wajahnya sekarang, ku pikir Namjoon sedang mengkhawatirkan sesuatu. Tapi aku tidak mau tahu itu apa. Mungkin masalah pribadi nya.

"Kau tidak ingin kembali ke Seoul barang sehari saja, Noona?" Namjoon kembali merubah bahasa nya dengan bahasa Korea, ku pikir dia lebih nyaman dengan bahasa tempat lahirnya sendiri, sekalipun bahasa Inggris nya sangat sangat mahir.

Aku memajukan kedua bibir ku sejenak, dan memilih menyandarkan tubuh lelah ini ke kursi yang ku duduki sekarang. "Kau tau aku sangat ingin kembali, tapi aku juga tidak mau terluka lagi" suara ku melirih di akhir kalimat.

My StarWhere stories live. Discover now