Forty three || This ending scene

110 11 0
                                    

Jerman, 10 Oktober

Sesungguhnya jika kembali melihat ke belakang, ada banyak yang terjadi yang membuat ia tidak
menyangka sama sekali akan bertemu dengan seseorang yang ternyata akan membuat nya jatuh cinta sebegitu dalam.

Pertemuan awal mereka yang terbilang tak terduga, dan terkesan seperti bertemu dengan orang biasa tapi justru malah berakhir menjadi sebuah kisah manis yang berakhir tanpa kejelasan. Mungkin Seokjin akan menyebutnya, sebuah kisah yang di mulai tanpa prolog dan berakhir dengan tanpa epilog juga.

Walau ia sudah tahu jika gadis yang di cintai nya sudah selesai dengan sang adik, ia tetap saja masih merasa tidak pantas jika harus muncul lagi di hadapan sosok nya.

Keenam adik nya sudah kembali ke Seoul sejak tadi pagi, ia yang mengantar nya ke Bandara hamburg. Rupanya mereka memang tidak akan lama di Jerman karena masih punya sesuatu yang harus di kerjakan di Seoul sana.

Dan sekarang, Seokjin sedang menikmati indahnya pemandangan matahari terbenam dari lantai paling atas apartemen nya. Akhir akhir ini ia suka menghabiskan waktu di rooftop, yang di mana di sana hanya ada Seokjin dan diri nya sendiri saja.

Sambil membawa sebuah notebook kecil, ia mulai menulis. Ini bukan kebiasaan nya sama sekali. Sejak dulu Seokjin paling anti dengan yang nama nya menulis, tapi entah kenapa dia jadi suka melakukan itu sekarang.

"Dan akhirnya aku menerima kenyataan, bahwa kita tidak akan pernah bersama. Matahari yang terbenam indah bukan?"

Senyum manis nya yang terlihat sendu kini tercetak jelas di wajah tampan nya. Ada sedikit rasa sesak yang menghantam kuat tepat pada relung hati nya, benar, dia mungkin sudah harus menerima kenyataan bahwa ia dan gadis itu tidak akan pernah bisa bersama lagi kecuali suatu saat takdir kembali mempertemukan mereka di titik terbaik nya.

Pria pemilik bahu lebar itu menutup kembali notebook nya, dan menatap pada matahari yang perlahan meninggalkan tahta nya untuk bergantian menerangi bumi dengan bulan.

Menurut dugaan nya, malam ini pasti akan sangat cerah karena bulan yang muncul adalah bulan sabit, di sertai begitu banyak bintang bintang. Seokjin selalu suka bagaimana cahaya bulan menerangi malam nya, ia selalu menyukai bulan dan suasana malam hari. Karena itu lagu solo yang ia punya adalah tentang bulan dan malam hari. Hanya berbeda vibes saja, satu lagu sedih satu nya lagi lagu ceria.

Jemari nya kembali meraih pulpen dan notebook itu, menuliskan sesuatu di sana yang tak lain adalah ungkapan isi hati nya sendiri.

"Starting from the moon, ending so the sunset"

Ia menghela nafas, berpikir untuk tidur barang semenit akan membuat nya lupa dengan masalah yang di alami nya hari ini, Seokjin berusaha memejamkan kedua matanya.

Tubuh nya bergerak mencari posisi nyaman di kursi sofa panjang yang ia tempati, ketika nafas nya akhirnya berangsur dengan teratur, hal itu membuktikan bahwa ia sudah terlelap sekarang. Tiga puluh menit kemudian, saat Seokjin sedang asyik berkelana di alam mimpi nya, suara dering ponsel di sertai getaran membuat Seokjin terbangun, dan terpaksa meraba meja yang ada di dekat nya untuk meraih ponsel milik nya.

Saat melihat sekilas siapa yang menelpon nya sekarang, Seokjin langsung terduduk tegak. Ternyata Ayah nya lah yang menelpon nya. Tanpa menunggu apapun, ia segera mengangkat telpon itu dan tak lama kemudian suara sang Ayah terdengar di sana.

"Yeobsoyo?" suara Seokjin masih samar karena nyawa nya belum terkumpul dengan sempurna. Ia bahkan baru bangun sekitar empat menit yang lalu.

"Yeobsoyo, Seokjin-ah..... Kau sakit?" di sebrang sana, suara sang Ayah membalas sapaan nya terdengar ada keraguan.

My StarWhere stories live. Discover now