5. Rasa yang beda (Lisa x Orion)

171 7 0
                                    

...

"Lisa." Jival membentak di telepon setelah Lisa sampai di apartemennya. Lisa menjauhkan ponsel dari telinganya. "Lis, bos kamu itu saya bukan Jisell. Duh, gimana nih? Kamu tertangkap kamera."

"Hah?" Lisa mengerjapkan matanya.

"Sudah lah. Intinya kamu diam saja untuk sekarang. Ada berita negatif dan positif jadi enggak akan menjadi masalah, biar para netizen yang maha benar itu bertengkar sendiri." Jival menghela napasnya.

"Oh iya." Lisa membalas seadanya pikirannya kembali kacau saat ini karena ia tertangkap kamera, ia bahkan tidak berani membuka media sosial di second accond miliknya. Lisa merasakan degupan jantungnya karena gugup dan takut.

"Gue 'kan enggak salah." Lisa berteriak di dalam kamarnya. Air mata yang selama ini ia tahan kini luruh juga. "Memang salahnya aku di mana?"

Lisa naik ke tempat tidurnya sambil melepas kepangan rambutnya, suara tangis sesegukan bahkan bisa terdengar di kamar Orion.

Orion yang baru masuk ke kamarnya terdiam dengan kening terangkat mendengar isak tangis dari unit apartemen sebelahnya. Orion tidak bermaksud untuk mendengarkan tangis itu tetapi ia hanya ingin tahu. Orion duduk di kursi meja kerjanya yang bersebelahan dengan tembok pembatas apartemennya.

"Aku tidak minta di lahirkan dengan keadaan begini. Kalian hanya memandang dari penampilan dan apa kata orang tanpa tahu fakta." Suara teriakan Lisa membuat Orion menghela napas. "Coba kalian ada di posisiku, coba saja kalian pasti enggak sanggup. Huaaaaaa ..."

"Apa salahnya Lis. Kamu tetap cantik dengan kulit gelap." Orion berkata pelan. "Kamu baik dan tulus."

"Huaaaaa, kenapa enggak ada yang tulus? Mbak Jisell dan Mbak Jennie tulus tapi mereka enggak bisa menemani terus. Aku mau berhenti saja, aku mau pulang, semua orang di sini jahat." Lisa menangis sesegukan lalu menghapus air matanya lalu berdecak kesal. "Warna coklatnya luntur anjir."

Lisa kembali menangis dengan keras. Orion tidak bisa membiarkan gadis itu terus menangis. Orion bangun dari duduknya sambil mengetik sesuatu di layar ponselnya lalu keluar tanpa mendengar kalimat terakhir Lisa.

"IYA APA SALAHNYA KALAU MUKA GUE CANTIKNYA UNREAL, KALIAN AJA YANG IRI ENGGAK BISA PUNYA WAJAH SECANTIK GUE LALISA!"  Lisa berdecak kesal kalu masuk ke kamar mandi.

***

"Dad ...." Jisell tersenyum lebar melihat ayahnya yang sekarang menghela napas melihat anak perempuannya yang hamil besar sedang mengunjungi kantornya. "Hehe.."

"Emang agak aneh." Jival berkata pelan.

"Itu 'kan Lilis aku culik tadi, jangan di marahin ya, kasihan." Jisell tersenyum.

"Bos dia bukan kamu. Daddy sudah cukup pusing sama berita dia." Jival membalas.

"Dad 'kan tahu dia itu artis terkenal, super star. Dad juga tahu kalau semua itu enggak benar, cukup deh main media play nya, kasihan Lilis udah satu bulan lebih jadi orang jelek." Jisell berkacak pinggang, Jisell 'kan enggak pengen kalau Lilis si perawan ting-tingnya di perkosa Orion si penjahat kelamin.

"Nanti dulu, si Lisa belum pernah hidup susah. Sesekali dia bebas enggak apa-apa dong." Jival membalas. "Mending kamu pulang, nanti di cari suami bule kamu. Hus!"

"Entar kalau Lilis di persuka tetangganya gimana? Entar enak, entar dia ketagihan terus si tetangganya enggak mau tanggung jawab gimana?"

"Ya sudah, Daddy yang tanggung jawab." Jival tersenyum.

"Anda udah mau punya cucu ya Pak, enggak usah mau mikir punya sugar baby, udah tua juga." Jisell berdecak kesal.

"Canda sayang, sana pulang! Lagian siapa sih tetangga yang mau memperkosa cewek tampilan dekil kayak Lilis, kalau kayak Lisa bisa jadi." Jival membalas.

Sexy Man Next doorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang