"Dokter sedang dalam perjalanan kemari," timpal Daren yang langsung membungkam Calista.

"Benarkah? Apa Om yang sudah memanggilnya?" tanya Zain dengan wajah sumringah.

"Pelayan yang menelepon."

"Lalu biayanya bagaimana? Mama sepertinya tidak punya uang, uangnya sudah habis untuk berobat Zain waktu dirumah sakit." Zain nampak akan menangis, bocah itu benar-benar sedih memikirkan mereka sudah tidak lagi memiliki uang untuk membayar pengobatan sang mama.

Daren menarik napasnya sebelum membuangnya dengan kasar. "Untuk itu kamu tidak perlu khawatir, karena kalian tinggal dirumahku maka aku yang akan membiayai kalian."

Mendengar itu Zain langsung mengarahkan kursi rodanya kearah Daren dan sebelum Daren menyadari apa yang terjadi, bocah itu sudah mencium punggung tangannya.

"Terimakasih Om. Terimakasih sudah baik kepada kami."

Tindakan tiba-tiba bocah itu seketika membuat Daren membeku. Rasa hangat yang sulit ia jabarkan berhasil memenuhi dadanya.

"Zain janji nanti setelah Zain benar-benar sembuh Zain akan cari uang untuk membayar uang Om," ucap bocah itu.

"Zain...." Calista menatap sang putra dengan sendu, tanpa bisa ia cegah air mata menetes dari kedua netranya.

Dilain pihak, kata-kata penuh ketulusan bocah itu rupanya berhasil membuat Daren tersentuh. Ia sungguh tidak menyangka jika efek dari ucapan anak yang ia benci akan mempengaruhi perasaannya. Seharusnya tidak begini bukan?

"Aku tidak membutuhkan uang orang-orang miskin seperti kalian. Jadi jangan repot-repot memikirkan untuk mengembalikannya padaku!"

Usai mengatakan kalimat tajam itu, Daren bertolak dari ruangan. Ia kesal pada dirinya yang kerap merasa luluh tiap kali berhadapan dengan bocah itu. Tiba dikamarnya, Daren langsung membanting pintu. Duduk ditepian ranjang dengan napas memburu. Ia reflek mengusap wajahnya, seketika ia tertegun saat mendapati adanya jejak basah disana.

Air matanya.

Astaga sejak kapan ia mulai menangis? Apakah rasanya memang sesakit itu hingga air matanya mengalir dengan sendirinya? Padahal ia membawa mereka tinggal bersama bukan untuk membuatnya menjadi pria cengeng. Tapi mengapa tiap kali berhadapan dengan bocah itu ada sesak yang sulit sekali ia definisikan?

***

Malam harinya, Daren diam-diam memasuki kamar Zain dan Calista. Ia memastikan keduanya sudah tertidur sebelum memasuki ruangan itu. Tiba didekat ranjang, Daren tertegun saat melihat Calista merintih. Reflek ia menyentuh kening wanita itu yang terasa panas. Pelayannya bilang Calista sudah meminum obat yang dokter berikan tapi kenapa demamnya belum juga turun? Apakah obatnya tidak bekerja dengan baik?

Tanpa membuang waktu Daren segera mengambil air ke dapur untuk mengompres Calista. Dulu wanita itu pernah merawat dirinya yang demam dengan memberi kompresan pada keningnya, jadi kini Daren akan melakukan hal yang sama. Ia hanya tidak mau berhutang budi pada siapapun-apalagi pada wanita itu. Daren tak ingin ada satu saja kebaikan wanita itu yang membuatnya bimbang untuk membalaskan dendam.

Daren kembali dengan membawa mangkuk beling berukuran besar dan handuk kecil. Ia merendam handuk tersebut ke dalam wadah tersebut yang berisi air hangat, meremasnya hingga airnya berjatuhan kedalam wadah sebelum menaruhnya kekening Calista.

"Apa kau seperti ini gara-gara aku?" gumamnya seraya mengusap rambut Calista yang basah oleh keringat. "Ini belum seberapa Cal, karena luka yang kau tinggal disini itu jauh lebih sakit dari apa yang sanggup ku lakukan padamu." Senyuman miris terulas dibibir senada dengan tatapannya yang berubah sendu. "Kau curang Cal, kau membuatku merasa bersalah atas apa terjadi padamu saat ini." Ia lalu menarik napasnya dengan dalam, seakan beban berat sedang menimpa dadanya.

Tiba-tiba ia terkesiap oleh suara Zain yang melindur. Dengan reflek ia menoleh kearah bocah itu yang tertidur disamping Calista. Untuk sesaat ia tertegun memandangi wajah lelap bocah itu yang nampak lucu. Anak itu memiliki mata yang sangat mirip dengan Calista. Mungkin itu sebabnya ia tidak pernah bisa marah pada bocah itu, karena setiap kali bocah itu menatapnya akan selalu mengingatkannya pada Calista. Tapi anehnya Daren merasa anak itu juga sedikit mirip dengannya, terutama dibagian bibir dan hidung. Tapi itu jelas tidak mungkin, bukan? Lagipula mana bisa hal itu terjadi mengingat Zain bukanlah darah dagingnya. Mungkin Daren hanya terlalu terbawa perasaan karena interaksi mereka beberapa hari ini.

Tbc

Cerita ini sudah hadir versi lengkapnya dalam bentuk pdf. Untuk info pemesanan bisa hubungi nomer whatsapp 085724884402

Selain itu, cerita Calista juga akan segera hadir versi cetaknya, bagi teman² yg ingin memeluk kisah mereka dalam bentuk buku udah mulai bisa pesan ya bukunya🤗

Fyi, Cerita ini akan tetap di tamatkan di wattpad, jdi temen² jangan khawatir ya, kalian tetap bisa nikmatin cerita ini secara gratis🙏😉

Love
Neayoz😘

LoveNeayoz😘

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Calista (My You)Where stories live. Discover now