"Tunggu, kalian mau membawa putraku kemana?" tanya Calista dengan panik.

"Mama tolong Zain, Ma."

Suara Zain yang ketakutan mendorong Calista untuk mengejar ketiganya, tapi baru satu langkah dihela Daren menangkap lengannya.

"Daren lepaskan!" Calista meronta, ia masih berniat mengejar kepergian pria-pria itu. "Berhenti kalian! Lepaskan putraku," serunya pada pria-pria itu yang kini sudah melangkah jauh.

"Hentikan!" sentak Daren. "Kau tidak perlu mencemaskan putramu karena mereka tidak akan menyakitinya tanpa perintah dariku!"

Calista tercengang, menatap Daren dengan frustasi. "Sebenarnya apa yang kau rencanakan kepada kami?"

Daren terdiam, hanya menatap Calista dengan tajam. "Kau tidak lupa kan, putramu berhutang nyawa padaku? Jika bukan karena aku yang membantu membayar op...."

"Beri aku waktu untuk mengembalikan uangmu. A-aku berjanji, aku akan mengembalikannya secepatnya."

Calista menunduk dengan sepasang jemari yang saling meremas. Waktu itu Faldo berjanji akan mengganti uang Daren, Calista hanya perlu menghubungi pria itu kembali maka urusannya dengan Daren selesai. Ya seharusnya seperti itu bukan? Tapi bagaimana caranya meminta tolong kepada Faldo mengingat sekarang saja mantan suaminya itu sulit ia hubungi?

Daren mendengkus dengan nada yang tidak lebih dari ejekan. "Uang segitu bahkan tidak ada nilainya untukku."

Ya, Calista tahu itu. Tapi kan tidak ada salahnya, mengharapkan Daren mau melepaskan mereka dengan mengembalikan uang yang sudah pria itu keluarkan.

"Lalu dengan cara apa aku bisa membayarnya?" tanya Calista, dengan mengumpulkan keberanian yang tidak seberapa ia membalas tatapan Daren.

"Ikutlah denganku, maka akan ku beritahu cara lain untuk mengembalikan uangku."

***

Disinilah Calista berada saat ini, didalam perjalanan menuju tempat yang tidak ia ketahui. Sejak berangkat dari rumah sakit Daren tidak lagi mengatakan apapun padanya kendati saat ini pria itu berada dimobil yang sama dengannya.

"Ma bagaimana mereka membangun gedung-gedung tinggi itu? Apakah mereka dibantu oleh spiderman?"

Pertanyaan Zain mengembalikan fokus Calista, selama dalam perjalanan putranya itu memang tidak pernah berhenti berceloteh. Calista maklum mengingat selama ini Zain tinggal dikota kecil-dimana tidak ada gedung-gedung pencakar langit seperti di ibu kota. Namun Calista khawatir celotehan Zain mengganggu Daren yang sejak tadi selalu sibuk dengan ponselnya. Sepertinya pria itu sedang sibuk membalas satu persatu email yang masuk, sesekali ia juga akan berbicara ditelepon mengenai pekerjaan.

"Spiderman itu hanya tokoh fiktif Zain, kan sudah sering Mama bilang kalau di dunia nyata spiderman itu tidak ada," sahut Calista dengan sabar sesaat setelah ia melirik Daren yang duduk diseberang mereka.

"Lalu bagaimana caranya mereka membuat gedung setinggi langit? Apa mereka punya kekuatan untuk terbang?" tanya Zain lagi sembari menatap gedung-gedung yang mereka lalui dengan takjub.

"Itu namanya teknologi, di jaman modern seperti sekarang kau dapat melakukan apapun dengan bantuan teknologi." Daren menimbrung.

Sikap Daren yang tanpa diduga-duga itu reflek membuat Calista terbungkam, ia bahkan menduga pendengarannya bermasalah.

"Benarkah?" Zain menolehkan wajahnya, mata bulatnya kini menatap Daren dengan berbinar-binar-seakan jawaban itu membuatnya tertarik. "Lalu apakah dengan teknologi kita bisa terbang seperti burung?"

"Zain...." Calista merangkul bahu putranya, bermaksud agar sang putra berhenti bertanya. Daren pasti takan suka meladeni imajinasi Zain yang terlalu tinggi.

"Tentu saja, kau bisa terbang dengan adanya teknologi," jawab Daren dengan ekspresinya yang datar.

Jawaban pria itu sekali lagi membuat Calista tercengang, hingga ia tidak bisa berkata-kata.

"Om pernah terbang?"

"Zain, sudah!" Calista membekap mulut Zain. "Maaf, Zain memang anak yang selalu ingin tahu. Kau bisa abaikan jika kau tak suka," ucapnya pada Daren.

"Pernah ... dan Mamamu juga," jawab Daren, mengabaikan ucapan Calista.

Calista tertegun atas jawaban Daren, kata-kata pria itu membuatnya mengingat masa lalu mereka. Ia menyadari Daren tengah membahas perihal olahraga paralayang yang dulu sering mereka lakukan. Tanpa bisa ia cegah, kenangan lama itu berhasil menyakiti hatinya. Dengan perasan yang pedih ia menatap Daren yang juga kini menatap kearahnya dengan sorot mata tidak terbaca.

"Benar Ma? Kenapa Mama tidak mengajak Zain terbang juga?" Zain mencebikan bibirnya, merajuk.

"Itu kan dulu, waktu Zain belum lahir." Calista mencoba tersenyum sembari memalingkan wajahnya.

"Kalau begitu kapan Mama akan ajak Zain kesana?"

Calista menghela napas pelan. "Nanti ya, kan Zain juga baru sembuh."

"Tapi Mama janji ya, nanti kalau Zain sudah sembuh benar Mama akan ajak Zain terbang juga." Zain menyodorkan kelingkingnya.

Daren tercenung memperhatikan, tanpa sadar sikap Zain mengingatkannya pada dirinya sewaktu kecil. Kata Adara-sang mama-dulu ia juga begitu cerewet hingga sering membuat kewalahan orang rumah dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaannya.

Lantas apa hubungannya anak itu denganmu hingga kau menyangkut-pautkan sikapnya dengan sikapmu dimasa kecil dulu?

Sebuah suara didalam kepalanya berhasil mengentak kesadaran Daren. Ya, Zain tidak ada hubungan dengannya. Bisa-bisanya ia berpikir mereka memiliki kesamaan. Sudah cukup ia bermurah hati dengan terus menanggapi celotehan bocah itu.

Siapapun tolong ingatkan Daren jika bocah itu adalah musuhnya.

"Teruslah bermimpi, karena kalian tidak akan kemana-mana tanpa seijin dariku," ujar Daren dengan nada dingin, tatapannya bahkan sudah kembali menajam seperti biasanya.

"Apakah Om ingin ikut juga?" Zain bertanya dengan polosnya, tanpa menyadari jika situasi sudah kembali berubah. Daren kembali membangun tembok dinginnya pada mereka. "Tenang saja, Om nanti diajak kok. Iya kan Ma?"

Daren membuka tutup mulutnya, amarahnya kembali menguap ketika mata bulat itu menatapnya dengan binar kebahagiaan. Seakan percuma saja memasang raut seram jika bocah itu tidak ada takutnya. Ia reflek menoleh pada Calista yang seperti tengah menahan senyum, apakah saat ini ia sedang ditertawakan?

Dasar bocah sialan!

Sepertinya ia harus memikirkan cara lain untuk membuat bocah itu takut padanya.

***

Tbc

Semoga suka dg part ini 😉

Love

Neayoz😘

Calista (My You)Where stories live. Discover now