4 - Malam Pertama

Start from the beginning
                                    

"Buka, Sti. Yuk cerita sama gue, ayo dong, Kita kan keluarga di sini, Sti," rayunya lagi.

Gagang pintu sudah di tangan, jangan sampai aku gagal membuat si Hana merasa bersalah karena refleks tertawa, entahlah kalau bukan si pelaku tiba-tiba saja sisi humorku selalu timbul. Aku harus bisa memanfaatkan dia supaya bisa ikut bergabung bersama mereka, aku kan kepo juga sama si Akbar, pengin tahu dia gimana kalau lagi kumpul-kumpul. Jangan sampai si Hana, si Ica, si Malik, sama si Wahyu lebih tahu banyak tentang dia daripada aku. Tidak boleh! Ya walaupun kesal aku juga masih menyukai si Akbar.

"Akhirnya muncul juga ini Rina Nose."

"Arianda Gande!" jawabku kesal.

"Iye dah. Kenapa sih? Gue ada salah ya? Atau kita ada salah?" tanya si Hana menginterogasi saat itu juga. "Ayo cerita sama gue, Sti. Kalau lo enggak bisa cerita sama anak-anak yang lain lo bisa cerita ke gue. Masa kita semua lagi seneng-seneng nyambut anak baru, lo malah sendirian di dalem kamar."

"Gue juga mau gabung, cuma itu si Akbar masih bikin gue kesel." Tadinya mau kujawab begitu, tapi tidak jadi supaya tidak ketahuan kalau aku suka pada si Penghuni Baru Kamar Lantai Dua. Akhirnya malah kujawab, "Lagi bete aja gue, Han. Om Diyat itu ... ngancem mau motong gaji kalau gue kerjanya kabur-kaburan."

"Dih seenaknya aja tuh bujang lapuk!" protesnya seraya melihat ke arah warung kopi padahal dia sekarang di dalam kosan. Si Hana tahu soal Om Diyat karena sering kuceritakan pada para penghuni Kosan Ceria, bahasa gaulnya kita kadang melakukan segmen 'story time' kalau sudah bingung harus ngapain di saat belum ingin tidur. "Emang lo kabur kerja, Sti? Oh iya, tadi sore kan lo udah di sini."

"Nggak kabur gue, Han. Bu Kos nyuruh gue buat bantuin dia masak, sembari nyambut si anak baru di lantai dua. Cuma masalahnya si anak baru itu kayaknya bete sama gue."

"Wah kurang ajar, masih baru dah bikin penghuni lain gak nyaman. Kudu diberi pelajaran emang!"

Cepat-cepat kuberhentikan si Hana sebelum bijuu dalam dirinya keluar dan mengobrak-abrik si penghuni baru, alias si Hana kalau sudah marah sangat menyeramkan seperti Suzanna tapi versi cantik, ya walau rambut mereka sama-sama bergelombang.

"Nggak usah, Han. Gue yang salah."

"Kok bisa?"

Sial, mulut seorang penggosip tidak bisa menyembunyikan sesuatu lebih lama lagi. "Iya, gue salah nyebut nama dia. Bukos bilang nama si anak baru itu Akmal, gue pede aja manggil nama dia sambil ngajak kenalan, eh nama dia malah Akbar. Dia bete kayaknya dari sana."

Lihat? Bukannya prihatin si Hana malah tertawa seperti simpanse yang mengeluarkan sisi humornya. Kadang memang tidak semua cerita menyedihkan berakhir sedih juga buat orang lain, ada juga yang malah tertawa seperti si Hana, atau justru malah jadi cerita menyenangkan untuk seseorang yang tidak menyukai kita. Si Hana ada di kubu mana? Tentu saja di bagian simpanse dan sisi humornya. Aku tidak sembarangan mencocokkan, si Hana memang seperti simpanse dari segi rambut, keduanya sama-sama memiliki rambut yang panjang.

"Tawa lagi lu, gue lagi bete juga!"

"Sori, Sti," jawabnya masih menahan tawa sampai pipinya seperti kue moci. "Jadi lo mau ikut gabung ke atas kan? Ayolah, beberapa hal emang butuh adaptasi dan nggak perlu basa-basi. Anggep aja kejadiannya enggak pernah kejadian."

Kalau ngomong doang sih memang gampang, jalaninya yang susah. Mana sekarang si Hana jadi kayak ulet keket nahan-nahan kencing, apa jangan-jangan dia memang niatnya mau kencing dan kebetulan nyadar aku tidak ada di antara mereka ya? Huftt, memang menyedihkan jadi orang yang tidak dominan, padahal biasanya mereka selalu mencari Asti cantik di segala situasi. Apa itu artinya si Akbar akan menggantikanku? Tidak bisa!

KOSAN CERIAWhere stories live. Discover now