19

163 32 2
                                    

Bau amis darah menusuk hidung. Suara rantai yang menabrak tembok samar-samar terdengar. Disusul isakan dan teriakan yang padam karena tembok tebal ini.

"Hei, kita tak akan menerobos masuk, kan?" Liam bertanya.

Aku menelan salivaku kasar. Melirik dua laki-laki di sebelahku, raut wajah mereka tak jauh berbeda. Takut dan ragu. Dua emosi ini begitu mendominasi.

"N-nona, kita kembali saja, ya? I-ni, tidak mungkin." Ia menarik ujung bajuku. Wajah Zeke yang paling pucat di antara kami bertiga.

Aku tahu maksudmu, Zeke. Aku paham sekali. Memang tantangan kali ini amat sangat mustahil kita hadapi.

Kereta yang kami ikuti tadi pergi jauh ke daerah yang jarang dihuni, karena konon katanya tanah tersebut ditempati oleh undead saat matahari terbenam. Ditambah lagi proyek jalan untuk menyusuri rimba yang terhenti di tengah jalan.

Tapi tetap saja, siapa sangka tempat tersebut justru menjadi markas para penculik?

LAGIPULA INI BENTENG, BUKAN GUBUK SEPERTI WAKTU AKU DICULIK!

Mungkin karena tak adanya penduduk sekitar, mereka dapat membangun rumah kejahatan tanpa khawatir. Ya, pasti mereka organisasi besar.

"Sebentar lagi akan malam. Juga di sini tidak nyaman karena mayat babi hutan ini. Ugh-- isi perutku."

Aku memandangi babi mati itu. Bau amis yang dikeluarkannya cukup mengocok isi perutku. Ditambah kepalanya yang tak ada, semakin merusak suasana. Bahkan Zeke hampir saja pingsan tadi.

Aku mengusap kedua tanganku. Keringat dingin membasahi, menambah perasaan gelisah yang kian membuncah. Ini jalan buntu. Aku kembali berjalan di tempat.

Hei, Dewa Kaerusss, bisa bantu aku?

Heiiii!

WOYYY!

Aku terus mengirimkannya pesan, walau aku tahu jikalau balasan tak akan pernah sampai padaku. Dewa Kaerus semakin sulit untuk dihubungi semenjak kejadian waktu itu.

Tapi yoo kenapa menghilang di era aku ketimpa masalah terus?

"Kau sehat?" Liam menjentikkan jarinya ke jidatku.

"Aww-- ish, jangan ganggu aku dulu! Aku lagi mikir."

Aku mengusap pelan jidatku, berusaha menghapus rasa sakit. Otakku terus berputar. Jumpalitan memikirkan cara untuk menerobos masuk.

"Hei, aku memutuskan untuk kembali," Liam bangkit dari posisinya, "aku masih ingin hidup, tak ingin mati. Lagipula kenapa kau mau melakukannya? Ini tak seperti dewa menyuruhmu, kan?"

Dewa?

...

...

...

"ITU DIA!"

Sial, kenapa aku bisa lupa kalau memiliki skill Mata Dewa? Astaga, bodohnya aku!

"Hei, kau baik-baik saja, kan?" Liam menatapku aneh. Wajahnya seakan-akan mengatakan, 'apa dia menjadi gila karena aku sentil tadi?'

Jelas. Kini aku tertawa karena kemenangan bisa kuraih sekarang. Terima kasih atas pengingatnya, Liam.

Sistem, alokasi fitur peta menjadi penanda musuh.

[Peta sedang diproses ... 20%]

Aku memejamkan mataku sebentar lalu membukanya kembali. Penglihatan di depanku berubah drastis. Berbagai macam informasi terpampang jelas.

Fragile Fantasyحيث تعيش القصص. اكتشف الآن