09

13 3 0
                                    

Halaman dua puluh empat
08/08/2010

   Tanggal 29 Februari tahun 2001 kami pertama kali bertemu, saat itu aku tak sengaja meninggalkan dompetku di angkutan umum saat sampai di depan sekolah. Biru menepuk pundakku dan berkata, "Dompetmu tadi jatuh. Eh kamu bukannya yang tinggal di rumah nomor enam belas, kan?"

   Aku mengangguk kaku, aku bahkan tak ingat punya tetangga seperti dia. Saat itu kami berdua masih terlalu kecil untuk mengenal apa itu cinta, yang kata orang-orang semanis permen. 

   Kamu harus tahu, Biru di masa kecil benar-benar menggemaskan dan lugu. Aku suka lesung pipinya saat tersenyum. Aku baru tahu jika dia punya riwayat sakit saat dia pingsan waktu tes lari saat Sekolah Dasar dulu.

  Karena itu, aku selalu mengawasinya. Aku tidak ingin dia jatuh sakit. Karena saat dia pingsan, hidungnya mengeluarkan darah. Baru kali ini aku terlalu mengkhawatirkan seseorang melebihi diriku sendiri, baru kali ini aku peduli dengan keadaan orang lain. Dan semua berawal karena Biru.

  Biru merentangkan tangan ke arahku, "Kenalin, aku Biru. Karena Mama suka warna biru, jadi anaknya dikasih nama Biru deh. Itu aku."

   Aku membalas jabatan tangannya, "Aku Kia."

  "Udah, gitu aja?"

  "Iya, emangnya kenapa?"

  "Kurang panjang perkenalannya, kalo bisa sepanjang tol Cipularang."

   Dan entah kenapa, karena itu membuat kita menjadi dekat. Aku menghabiskan masa kecilku dengan Biru, hingga di umur delapan belas tahun.

    Lima hari sebelum ulang tahunnya, Biru meninggalkan dunia ini.

   .ೃ࿔

Halaman dua puluh lima
10/11/2022


   Seperti halnya ingatan kita, kamu yang pertama terlukis dalam pikiranku. Jika kamu lupa, kenangan itu akan muncul dan ingatanmu menjadi jelas. Seperti itulah Biru saat datang menemuiku di hari terakhir bulan Februari.

  Biru memang bukan siapa-siapa, melainkan hari yang tiba-tiba mengacaukanku. Tanpa permisi dia datang dan masuk dalam ingatanku lalu mengacaukannya dan Biru pergi secara tiba-tiba. Terkadang aku memikirkannya lagi, dalam diam Biru datang padaku dan mengacaukan pikiranku.

   Biru berkata, "Kalo kamu lupa sama memori yang bermekaran di akhir musim ini, tambahkan saat ini dengan hari-hari lain."

   Aku saat itu masih terlalu awal untuk mengerti apa yang dia maksud. Kupikir dia baru saja belajar cara menjadi pria sejati pada Kak Jake, seperti yang selalu dia ceritakan. Ternyata saat ku tanya, dia menjawab jika kalimat itu keluar begitu saja dari dalam mulutnya.

   Apakah itu mungkin hanya kebetulan atau sebuah mimpi saat dirinya mengatakan itu?

   Aku tak bisa menghapus kenangan yang begitu jelas ini, mungkin hanya kenangan sederhana tapi aku benar-benar merasakan kebahagiaan saat itu. Aku ingin menghentikan waktu, jika itu mungkin.

   Bahkan jika aku berdoa pada Tuhan setiap hari, aku tak bisa melihatnya. Bahkan aku selalu bertanya pada sang semesta, apakah engkau mendengarkan harapanku?

   "Aku takut..."

   "Aku merasa kesakitan, tolong obati aku..."

   "Aku kesulitan..."

   "Kamu di mana? Aku mencarimu..."

   Kapanpun suara itu berhenti, aku mencarinya lagi untukmu. Akankah aku bisa melihatmu suatu saat seperti yang kuharapkan? Seperti saat itu, saat bintang bersinar.

  Akankah kamu mau memelukku dengan erat?

.ೃ࿔

Star In 2010 ✔️Where stories live. Discover now