Chapter 16

217 34 9
                                    

Selamat datang di chapter 16

Tinggalkan jejak dengan vote, komen, atau benerin typo

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like I do

♥️♥️♥️

____________________________________________________

Aku masih sangat mencintai Alejandro. Jadi, tidak ada salahnya memperjuangkan Alejandro lagi, bukan?

—Quorra Wyatt
____________________________________________________

—Quorra Wyatt____________________________________________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Musim semi
Santander, Madrid, 28 Mei
10.21 p.m.

Selayaknya tadi, Alejandro Rexford mengulurkan lengan kekarnya padaku. Namun, diriku masih belum terbiasa dengan itu lantaran mengingat bagaimana bentuk hubungan kami sebenarnya. Apakah ini merupakan hal lumrah bagi kami yang bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun? Seolah-olah, kami hanya murni sebagai rekan kerja yang bersikap baik terhadap sesama manusia tanpa embel-embel label mantan kekasih?

“Kenapa kau hanya memelototi lenganku seperti itu? Apa kau berharap aku menggendongmu, Mi Querido?”

Pertanyaan Alejandro membuyarkan pikiranku sekaligus melebarkan mataku. Dari lengan pria itu, aku beralih menatapnya lagi. “A-apa?” tanyaku sedikit gelagapan sebab tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. “Tentu saja tidak,” sangkalku jujur.

Dengan senyum miring, Alejandro mengejek, “Tapi wajahmu mengatakannya dengan jelas, Mi Querido.”

Aku berdeham sekali untuk mencoba tidak terpengaruh terhadap panggilan Alejandro yang berpotensi besar membuat diriku salah tingkah. “Sudah kubilang tidak. Kenapa aku harus memintamu menggendongku? Jangan mengada-ngada, Alex.”

Aku menegakkan tubuh sambil menenteng sepatu-sepatuku ketika Alejandro menurunkan lengannya untuk dialihkan fungsi menunjuk berharap. “Tumitmu sakit. Wajar saja kalau kau ingin aku menggendongmu.”

“Astaga. Hanya lecet sedikit, Alex. Aku masih bisa berjalan normal tanpa sepatu. Aku tidak semanja itu.”

“Tapi kau boleh melakukannya. Dan aku ingin kau bermanja-manja padaku,” jawabnya ngotot kemudian meralatnya. “Maksudku, terserah kau saja. Baguslah kalau kau bisa jalan sendiri.”

“Apa yang baru saja kau katakan? Kau ingin aku bermanja-manja padamu?” tanyaku. Sekali lagi tidak percaya dengan apa yang kudengar. Barangkali runguku salah menerjemahkan kata-kata Alejandro yang mengkonfrotasi harapanku.

Pria itu mengelak, “Aku bilang terserah kau saja. Baguslah kalau kau bisa berjalan sendiri.”

Aku tahu, tidak seharusnya pipiku memanas oleh perkataan Alejandro yang mungkin juga dikatakannya pada semua wanita selayaknya playboy ulung pada umumnya. Namun, tetap saja, semenjak Alejandro mengaku akulah satu-satunya wanita yang dia perlakukan secara khusus malam ini agar mengganti gaun—yang katanya bodoh—ditambah perkataannya barusan, aku jadi ingin meletakkan harapan hubungan kami akan membaik.

THE DEVIL EXWhere stories live. Discover now