"Hei... Tuh, adek kelas kesayangan Lo." Sakusa menunjuk kearah atas, membuat mata Shinsuke bergerak mengikutinya.

Ketika pandangannya berhenti pada sebuah jendela, ada sosok Atsumu yang berdiri disana- tapi langsung buru-buru memundurkan langkahnya hingga tak terlihat lagi dari luar.

Dari raut wajahnya yang tertutupi oleh gelapnya lorong asrama, Shinsuke tahu betul kalau Atsumu masih dihantui oleh rasa bimbang.

Melihat si kembar yang menderita, membuat kebencian di hati Shinsuke semakin bertambah-tambah. Ia mengacungkan pisau itu ke arah Sakusa.

"Gue bersumpah, gue gabakal mati sebelum ngebunuh Lo, Mi." Shinsuke murka, dan kembali maju mendekati Sakusa. Sedangkan Sakusa hanya diam, karena Mary sudah bersiap menghempas tubuh Shinsuke kala itu.

Sakusa sedikit lupa, kalau Shinsuke memiliki khodam pelindung yang juga akan menjaganya mati-matian.

Sang kakek menggerakkan kedua telapak tangannya, hingga timbullah angin yang berhasil mendorong Mary sedikit menjauh dari Sakusa.

"Tolong ya, kakek..." Gumam Shinsuke dalam batinnya, ia sedikit melirik sebelum perhatiannya kembali kepada Sakusa.

"Tangan kosong dong." Pinta Sakusa. Ia merasa perkelahiannya bersama Shinsuke tidaklah adil.

Sembari menimbang-nimbang, kedua tangan Shinsuke melepaskan pisau yang ia genggam- melemparnya jauh hingga singgah entah dimana.

Baru saja Shinsuke hendak memulai, Suna tiba-tiba saja muncul- dan berdiri tepat di sampingnya.

"Kak Shin, Lo gapapa kan?!" Kala itu, Suna hendak melepaskan earphone yang ia kenakan- tapi Shinsuke buru-buru memasangkannya kembali pada telinga Suna.

Shinsuke menggeleng, lalu berbicara perlahan-lahan agar Suna mengerti ucapannya.

"Kem- ba- li... Ke... Ge- dung... Se- ko- lah...!" Perintah Shinsuke tak dituruti oleh Suna. Ia menggeleng kuat, lalu menundukkan pandangannya.

Decikan keras tercipta dari bibir Shinsuke, Suna membuatnya hampir kehilangan jejak Sakusa- karena saat ia menoleh, Sakusa sudah berlari kecil menuju tangga.

"Na- ik... Ke... A- tas..." Sekali lagi, Shinsuke memberikan isyarat kalau Suna tidak boleh melepas earphone miliknya. Selanjutnya Shinsuke menunjuk tangga satunya, tepat sebelum ia pergi mengejar Sakusa.

Suna sendirian, kebingungan mengapa Shinsuke melarangnya untuk melepas earphone. Rasanya berbahaya jika masuk ke gedung tanpa bisa mendengar suara-suara didalam, tapi Suna sudah berjanji kalau ia akan membantu Sinsuke.

Dengan sedikit berat hati, Suna melangkahkan kakinya- menaiki anak tangga yang satunya dengan harapan bisa berpapasan untuk menjebak Sakusa.

*****

Sepasang mata milik Osamu tak henti-hentinya menatap cahaya bulan. Meskipun pandangannya mulai memerah, Osamu tak sekalipun ingin mengedipkan matanya.

Ada banyak rasa takut dihatinya. Ada suara-suara yang bergema didalam kepalanya, berkata kalau ia tidak akan bisa membuka matanya lagi.

"Lo khawatirin apa sih, Sam...?" Gumam Osamu kepada dirinya sendiri. Akhirnya, ia mengerjapkan matanya yang sudah mulai terasa kering itu beberapa kali.

Tidak ada yang terjadi. Osamu masih bisa membuka matanya lagi.

Pandangannya bergulir, kepada luka sayatan panjang pada salah satu lengannya. Sedikit demi sedikit, sayatan itu menghilang- tapi belum sempurna.

Dari banyaknya cermin yang mungkin sudah dihancurkan, membuat regenerasi Osamu melambat.

Osamu juga merasa dingin, sangat dingin. Ia tidak sempat mengambil jaket miliknya, dan hanya mengenakan kaos biasa di malam itu.

Bloody Mary - Haikyuu [ END ] ✓Where stories live. Discover now