20. PEMBATALAN INVESTASI

Începe de la început
                                    

Bagas Wijaya, yang tidak lain adalah Ayah Citra.

Ternyata keberuntungan itu memang berpihak pada Alora, buktinya hari ini dia tidak sengaja melihat proyek kerjasama antara Jovan dan juga Ayah Citra.

Alora memutar laptop itu menjadi menghadap Jovan. "Sejak kapan Papi menjalin kerjasama dengan perusahaan Bagas Wijaya?"

"Bagas Wijaya?" ulang Jovan. "Sepertinya belum lama"

"Kenapa Papi mau bekerjasama?"

"Dari yang Papi lihat, perusahaan Wijaya punya kemampuan untuk berkembang, hanya saja belum ada perusahaan besar yang mau berinvestasi, maka dari itu Papi memutuskan untuk berinvestasi," jelas Jovan, berjalan menghampiri Alora kemudian duduk di hadapannya.

Alora tidak merespon untuk sesaat. Ia memikirkan sesuatu setelah mendengar perkataan Jovan. Sungguh sangat disayangkan Bagas memiliki anak seperti Citra, yang bisa menghancurkan hidup keluarga mereka.

Ya, Alora tidak main-main atas perkataannya waktu itu. Ia benar-benar akan menghancurkan keluarga Citra, termasuk bisnis Ayahnya.

"Kenapa diem?"

"Aku keberatan kalo Papi kerjasama dengan keluarga Bagas Wijaya."

"Kenapa?"

Alora sedikit menyerong, agar Jovan bisa melihat bekas tamparan Citra kemarin. Terlihat jelas pipinya yang masih memar. Bekasnya tidak langsung hilang, terlebih lagi pada kulit Alora yang putih bersih.

Apalagi Citra menamparnya dua kali. Alora tidak menyangka sebelumnya kalau Citra akan seberani itu.

"Itu bekas tamparan?" tanya Jovan panik.

Alora mengangguk. "Anak Bagas Wijaya yang udah berani nampar aku. Wanita yang namanya Citra itu anak Bagas, dia bahkan ngatain aku wanita ular," jawab Alora, nadanya berubah sendu.

Alora benar-benar pandai memainkan ekspresi wajahnya. Bisa disebut queen manipulatif?

"Aku gak suka diremehin, dan aku nggak terima karena dia udah berani nampar aku."

Jovan masih memerhatikan pipi Alora. Amarahnya benar-benar murka saat melihat anaknya yang bersedih.

Seharusnya kemarin dia bunuh saja wanita bernama Citra itu.

Tidak, tidak ada yang boleh menyakiti Alora, bahkan jika itu hanya seujung kuku pun, ia tidak akan membiarkan.

"Papi gak sadar kalo pipi kamu memar, jadi karena dia? Kamu tenang aja, sayang. Secepatnya Papi akan batalin kerjasama kita," ujar Jovan mantap.

"Kalo bisa malem ini, biar nggak nunggu lama lagi."

"Iya sayang, Papi akan mengatur pertemuan malam ini."

"Undang sekalian sama keluarga mereka, Pi. Pertemuannya di rumah aja, supaya Alora juga tau," usul Alora yang langsung di angguki oleh Jovan.

"Apa ini sakit? Berani sekali wanita itu mengangkat tangan pada putri kecil Papi," kata Jovan setelah berpindah tempat, duduk di samping Alora.

"Apa harus Papi membunuh dia dengan tangan Papi sendiri?"

"Nggak," tolak Alora tegas.

"Sakitnya nggak seberapa, tapi Alora gak suka dia sentuh Alora sembarangan," katanya mengadu.

"Maafin Papi karena nggak bisa jaga kamu. Apa perlu Papi suruh bodyguard untuk menjaga kamu di sekolah?" Jovan khawatir, takutnya hal seperti ini akan terulang lagi.

Alora justru tertawa. "Papi lupa kalo Alora bukan cewek lemah? Alora bisa jaga diri, tapi kemaren itu kecelakaan kecil aja."

Walau tidak terlalu percaya, Jovan tetap mengangguk. Tapi Jovan akan meminta anak buahnya untuk menjaga Alora, terlebih lagi saat ini banyak pesaing bisnisnya yang mengincar Alora.

Obsesi AsmaraUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum