Bab 2

1.4K 42 0
                                    

"Lubangnya terlalu kecil."

Charlie menyerahkan kotak sabun cairnya kepada Arthur. Dia membuka tutup sabun cair itu lalu memberikannya kembali pada Charlie.

Mereka selesai mandi dalam 30 menit. Saat turun ke lantai bawah, Gavin dan Aneisha sudah berangkat kerja. Di atas meja makan, sarapan untuk mereka sudah di siapkan lebih dulu oleh Aneisha.

Setelah selesai dengan sarapannya, Charlie mengajak Arthur untuk pergi ke taman bermain di dekat rumah.

Saat sedang bermain bersama Charlie, jantung Arthur lagi-lagi berdebar dengan kencang seperti yang ia rasakan tadi malam.

"Kak, wajahmu memerah, apa kau sakit?"ucap Charlie dengan nada yang sedikit khawatir.

"Tidak, ini karena cuaca nya sangat panas. Kau tidak perlu khawatir."

Charlie berjalan ke arah Arthur lalu menyentuh dahi nya. Badan Arthur tidak panas, tapi kenapa wajahnya bisa semerah itu? Charlie menarik bahu Arthur hingga sejajar dengan bahunya. Ia mengecup kening Arthur dan tersenyum.

"Ayo kita pulang."

Wajah Arthur semakin memerah setelah apa yang dilakukan oleh Charlie. Ia hanya pasrah saat Charlie menarik tangannya.

Sesampainya di rumah, mereka duduk di sofa yang ada di ruang keluarga. Charlie dan Arthur menonton kartun yang tayang di tv sampai Charlie tertidur.

Arthur yang baru menyadari jika Charlie sudah tertidur, mengecilkan volume tv itu. Ia selalu bertanya-tanya di dalam kepalanya, kenapa jantungnya berdebar kencang setiap kali melakukan kontak fisik dengan Charlie?

Tangannya mengelus kepala Charlie dengan lembut. Arthur merasa senang setiap kali Charlie tersenyum kepadanya, setiap kali Charlie menggandeng tangannya. Ia juga suka cara Charlie memperlakukannya. Arthur benar-benar merasa dihargai semenjak ia di angkat oleh orang tua Charlie.

Saat sedang menatapi Charlie, anak itu tiba-tiba saja membuka matanya. Ia mendekati Arthur sambil tersenyum tipis.

"Apa aku mengganggu tidurmu?"

Charlie tidak menjawab pertanyaan dari Arthur, ia malah mendekatkan kepalanya ke dada Arthur dan mengalungkan tangannya di leher Arthur.

Saat Charlie hendak berbicara, telepon rumah yang berada di dekat pintu utama tiba-tiba saja berdering. Charlie langsung berlari untuk mengangkat telepon tersebut.

"Halo?"

"Charlie~ kami tidak bisa pulang malam ini.. Untuk makan malam kalian berdua, sudah bunda siapkan di dalam kulkas ya~ tinggal panaskan saja di oven, oke?"

"Oke bunda!"

"Bilang ke Arthur juga ya~ kalau ada orang asing yang ketuk pintu jangan di buka, oke? Jangan lupa kunci semua pintu ya? Ah, satu lagi, jangan tidur terlalu larut!"

"Siap bun!"

Aneisha memutus panggilan itu setelah selesai berbicara. Charlie meletakkan kembali telepon itu ke atas meja lalu beralih ke arah Arthur.

"Hanya ada kita berdua malam ini.."ucap Charlie sambil tersenyum manis.

Arthur memiringkan kepalanya dengan bingung karena tidak tau apa maksud dari perkataan Charlie. Melihat reaksi Arthur, membuat Charlie merotasikan matanya sambil menghelas nafas.

Saat Charlie mengeluarkan dua kotak makanan cepat saji dari kulkas, ia meletakkannya di samping oven.

"Kak, aku tidak tau cara menggunakan oven."

"Biar aku yang melakukannya."

Arthur membuka oven itu lalu memasukkan dua kotak yang berisi makanan cepat saji tadi ke dalam oven. Charlie yang berdiri di belakang Arthur menatapnya dengan kagum.

Saat timernya habis, Arthur mengeluarkan kotak itu menggunakan alas tangan, dan meletakkannya ke atas meja. Mereka berdua menghabiskan makan malam itu dengan tenang.

Setelah keduanya selesai makan, mereka pergi ke lantai atas untuk tidur. Charlie yang sudah menggosok giginya terlebih dulu, langsung pergi ke kamarnya. Ia melihat Arthur yang sedang mencari sesuatu di laci mejanya.

"Kak, apa yang kau cari?"

"Senter."

Saat sudah menemukan benda yang ia cari, Arthur pergi ke kamar mandi untuk menggosok giginya. Saat hendak mengambil air dari keran, lampu rumah itu tiba-tiba saja mati.

"Sudah kuduga.."

Arthur menyelesaikan kegiatannya dengan cepat dan kembali ke kamar. Setibanya di kamar, Charlie langsung berlari ke arahnya sambil memeluknya dengan erat. Bahunya bergetar seperti orang yang sedang menangis.

"Charlie, ada apa?"

"A-aku benci gelap.."

Kedua tangan Arthur mengangkat tubuh anak itu ke atas ranjang. Ia mengelus kepala Charlie lembut, dan mengecupnya.

"Shh.. Tenanglah, ada aku disini. Semuanya akan baik-baik saja."

"Janji?"

"Iya, aku janji."

Arthur meletakkan senter yang di pegangnya di atas nakas, dan berbaring di samping Charlie. Saat ia menutup matanya, tiba-tiba Arthur merasa jika ada yang membuka kancing baju tidurnya. Itu adalah ulah Charlie.

"Charlie? Ngh-"

Ketika tangan dingin Charlie menyentuh permukaan kulitnya, Arthur tidak sengaja mengerang. Bagaimana tidak? Charlie tiba-tiba saja membuka baju tidurnya dan langsung menyentuh nipple nya. Wajahnya langsung memerah.

"Kak, wajahmu memerah lagi. Apa karena aku menyentuh ini?"

"Bukan. Ini hanya karena cuacanya panas."

"Tapi di luar sedang hujan.."

Tadinya ia ingin tidur sambil memeluk Arthur dengan baju tidurnya yang terbuka, tapi, karena melihat wajah Arthur yang lagi-lagi memerah membuatnya kasihan. Charlie mengurungkan niatnya tersebut, lalu kembali memasang kancing baju tidur Arthur.

"Ayo tidur."ucap Charlie sebelum ia menutup matanya. Walau begitu, tangannya tetap melingkar sempurna di tubuh Arthur.

Keesokan paginya

Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah gorden mengenai kedua mata Arthur. Begitu ia bangun, wajah Charlie langsung menyambutnya.

"Selamat pagi, kak."

_____________

To Be Continued..









Lovely MistakeOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz