Chapter 7: Weird Kindness

10 4 6
                                    

I've been torned for all this time. This feeling, this moment, this kindness, everything feel so weird for me.

***

Sudah berhari-hari kedatangan ketiga sekawan dalam hidup Nina itu mengubah harinya yang tenang menjadi penuh canda tawa yang menjengkelkan baginya. Ini aneh, semuanya begitu aneh nan asing baginya.

Mereka selalu menghampiri meja Nina. Mengajaknya menghabiskan waktu istirahat dengan memakan jajanan kantin atau sekadar membicarakan hal yang tak berbobot, meski begitu, semua ini tidaknya terlalu buruk, bukan?

Semua hari itu selalu sama baginya, membosankan dan berjalan monoton dengan warna hitam putihnya. Tak ada yang menarik dan indah untuk dipandang. Karena pandangannya memang sesempit itu.

"Eh, tau gak tadi aku liat kepala sekolah, lho di kantin!" ucap Sacanata untuk memulai pembicaraan sembari menarik kursinya mendekat ke mejaku.

Yiov duduk di atas mejaku, tidak sopan sekali, tetapi kubiarkan saja. Selama dia tidak berniat untuk tampak superior jadi kubiarkan saja dia menduduki mejaku. Ansius duduk di kursi depanku sembari membaca buku yang selumbari kamis dirinya incar. Bahkan dia yang nampak tak peduli dengan kehidupan sosialnya pun sampai mengirim pesan ke seluruh anak kelas hanya demi menanyakan buku itu. Bukan buku yang begitu berbobot sehingga sulit aku baca seperti kumpulan filosofi, melainkan sebuah buku mengenai antariksa. Begitu sulit sebab buku itu keluaran NASA dan terdapat sample NASA.

"Terus?" tanya Yiov sembari mengigit sandwich miliknya.

"Ihh, pasti ada sesuatu tau! Aneh aja, kan, kepala sekolah pergi ke kantin!" balas Sacanata sambil menekankan pendapatnya itu.

"Dia itu kepala sekolah bukan artis," Ansius ikut membalas perkataan Sacanata.

Ketiganya terdiam seketika—Nina, Sacanata dan Yiov—pasalnya si peringkat 1 yang terkenal maniak buku itu biasanya terlalu hanyut ke dalam tulisan dan serasa memiliki dunia tersendiri ketika dia tengah membaca sebuah buku. Ikut bergabung dalam sebuah obrolan sembari mata yang fokus membaca kata per kata itu bukanlah gaya Ansius. Entah ada gerangan apa yang membuat maniak buku itu mampu membelas dua kesadarannya.

Satu hal yang berbekas adalah ketika Ansius sibuk membaca buku saat jam istirahat hingga dia tak sadar jam istirahat telah usai. Bahkan mengabaikan guru biologi yang masuk ke dalam kelasnya. Untung saja karena kepribadian dan prestasinya, guru itu hanya memberinya teguran halus.

Nina menopangkan dagunya dikedua tangannya. Menyimak obrolan ketiga orang itu. Sejujurnya Nina tak membenci mereka, hanya saja karena tiga anak populer di sekolahnya itu tiba-tiba berteman dan mendekatinya, hal itu membuat Nina menjadi pusat perhatian satu sekolah. Yang satu murid kebanggaan, yang satu biang kerok masalah dan yang satunya si pandai bersilat lidah.

Jujur saja, pada guru lebih geleng kepala melihat tingkah Sacanata daripada Yiov. Pasalnya, dibandingan dengan Yiov yang merupakan murid biasa dan hobi membuat masalah, Sacanata itu hobi sekali mencari musuh—memiliki rival di sekolah adalah harapannya—dan perlu kalian ketahui dia adalah peringkat ketiga satu angkatan. Top 3 dan pembuat masalah. Mau mengancam untuk di skors pun tak mungkin, siapa juga yang ingin membuang berlian.

Padahal harapanku adalah pergi tanpa diketahui siapapun, kalau begini jadinya sih aku harus memutar otak.

Sementara Nina tenggelam dalam lamunannya menyelami perasaannya yang sebenarnya, benci atau suka saat ketiga orang itu mendekatinya. Begitu Nina terbangun dari lamunannya tahu-tahu saja mejanya telah berubah menjadi kapal pecah. Remah jajanan yang menghiasi mejanya terlebih Sacanata dan Yiov yang masih beradu argumen mengenai kepala sekolah membuat dirinya pusing tujuh keliling. Bahkan raut kesal Ansius dapat terlihat jelas.

"Kenapa kau tidak percaya? Kepsek kita itu mantan anak dancer, lho,"

"Darimana kau tahu?"

"Coba saja suruh dia menari! Benarkan, Nina? Ngomong-ngomong kamu kan bisa menari, bukan?" tanya Sacanata sembari menoleh ke arah Nina.

Nina terkejut, tubuhnya langsung ditarik untuk berdiri—beranjak dari kursi. Wajahnya pucat tak tertolong. Sebaris perkataan yang mana, yang membuat Nina pucat?

***

Rasanya ingin berteriak, mereka sangat menggangguku, aku sangat membencinya. Berhentikan berbuat baik kepadaku, aku tahu semua yang kalian lakukan hanyalah pencitraan. Semua anak pintar itu sama saja. Mereka tak lebih dari serigala berbulu domba. Hobinya hanya mencari muka di depan banyak orang. Membangun image bagus di atas penderitaan seseorang.

Mereka semua itu memakai topeng kebohongan.

Jantungku berdetak begitu cepat,  dua atau bahkan tiga kali lebih cepat. Rasanya aku ingin meledakkan diriku, melempar semua yang ada di hadapanku ke sembarang arah. Tubuhku berkeringat dingin, pandanganku mulai kabur. Perasaan tak enak dan tertekan mulai menenggelamkanku. Perlahan, napasku tersendat. Aku mulai meremas dadaku.

" ... kamu kan bisa menari, bukan?"

Aku bangkit berdiri seperti orang gila. Mereka semua membuatku sesak. Aku muak. Jantungku berdetak semakin kencang dan napasku tertenti sejenak. Keringan dingin semakin membanjiriku, seragam yang kukenakan kini menjadi basah kuyup seperti diguyur hujan.

Tarian, menari, tari. Darimana dia tahu? Aku sudah berhenti menari, aku sudah tak bisa menari. Jangan paksa aku menari. Berhenti menyebutkan kata itu, aku membencinya.

Jangan mendekatiku, jangan tertawa. Apa-apaan dengan semua tatapan kasihan kalian? Aku tak ingin dikasihani. Berhenti memandangku sebagai orang lemah. Kalian menyiksaku, kalian memuakkan.

Tolong ... tolong ... napasku, seseorang tolong bebaskan aku ...

***

Kenangan kelam bagaikan tape film kuno kembali berputar dengan acak dalam benaknya.

Aku semakin tenggelam ke dalam rasa sakitku. Semuanya begitu kabur, netraku seakan berhenti berfungsi. Pandanganku mulai kabur, mereka semua tampak menyeramkan di mataku sekarang, wajah mereka tak ada. Senyap, hanya ada suara seperti dengungan yang kudengar. Sangat menakutkan. Dingin. Mengapa aku harus merasakan hal ini.

Aku menutupi kedua telingaku, suara dengungan yang hanya semakin membunuhku. Aku memejamkan mataku, aku tak ingin menatap wajah mereka.

Seseorang, tolong bangunkan aku ...

"Na ... "

"Na,"

"Nina!"

Вы достигли последнюю опубликованную часть.

⏰ Недавно обновлено: Nov 13, 2022 ⏰

Добавте эту историю в библиотеку и получите уведомление, когда следующия часть будет доступна!

Under the AquaМесто, где живут истории. Откройте их для себя