2 - Hoseok

28 7 1
                                    

Sekarang di sinilah aku, menangisi serta menyesali kepergian Sa Da tidak ada gunanya. Sembilan bulan yang lalu, aku menikahi Sa Da, wanita tercantik, satu dari rakyat di negeri ini yang baru kutahu telah mengagumi serta menyukaiku selama 6 tahun.

Aku sudah melihat ketulusan hatinya sejak pertama kali. Dia cantik luar dan dalam. Dia selalu datang padaku sembari berlari kecil. Hingga terkadang dia hampir tersungkur karena tak sengaja menginjak pakaiannya yang panjang. Dan aku selalu berhasil menangkapnya dan membawanya ke dalam pelukanku.

Sa Da berkata dan berjanji, apapun yang terjadi ia akan menemaniku bahkan ikut berperang jika diizinkan. Dan aku tentu saja melarang keras dan tidak akan pernah mengizinkannya karena dia tengah mengandung anakku. Meski Sa Da bukanlah ratu atau selir kerajaan, dia bersedia memberiku kesempatan untuk menjadi seorang ayah dari buah cinta kami yang dua bulan lagi akan segera lahir.

Aku selalu ingin memberikan tempat terbaik serta nyaman untuk Sa Da meski keluargaku menentang jika mereka tahu. Sa Da tidak pernah menuntutku seolah aku hanya miliknya seorang. Baginya, bertemu denganku, makan siang atau makan malam denganku sudahlah cukup. Aku sangat mencintai Sa Da karena kebesaran hatinya yang berkenan menerima lelaki sepertiku. Dia ingin melakukan banyak hal untukku, hingga akhirnya aku kehilangan Sa Da karena aku percaya dia takkan datang hari itu. Hari di mana pengkhianat meluluhlantakkan pemerintahan serta wilayah kerajaan, yang membuatku selalu teringat dan menyesal dengan perasaan yang begitu pedih, saat kedua mataku menatap wajah serta mata Sa Da yang tengah berusaha keras menahan sakit pada punggungnya yang dihujani dua anak panah demi melindungi diriku.

Aku tidak berhasil melindungi Sa Da, wanita yang sangat kucintai beserta calon buah hati kami.

Tangannya yang dingin dan bergetar itu memegang wajahku yang menatapnya tak percaya. Aku masih ingat jelas wajahnya yang semakin memucat, “Lindungi dirimu… sebelum…” dia terbata, aku tahu nafasnya semakin pendek, “...melindungi negeri ini.” Dada beserta pakaianku berhasil dipenuhi darah yang keluar dari mulut Sa Da. Kata terakhir yang Sa Da ucapkan membuatku sangat kecewa padanya, “Maaf..” karena hanya maaf yang bisa dia ucapkan, dia bahkan tidak mengatakan 'aku mencintaimu' untuk terakhir kalinya. Padahal aku sangat mencintai Sa Da. Dan Sa Da wafat bersama calon buah hati kami.

Wajahku yang sudah dipenuhi peluh atau bulir air mataku yang mengalir, aku tidak tahu bagian mana dari diriku yang sakit hingga aku tidak dapat membedakan kedua hal tersebut, hatiku yang kehilangan Sa Da beserta bayiku atau jantungku yang kini sudah tertancap satu anak panah yang beberapa saat lalu datang dari arah depan.

Sepuluh detik setelah Sa Da menghembuskan nafas terakhir. Ternyata dewa tahu akhir baik dari kehidupanku dan Sa Da, dari pada aku kembali dengan selamat sembari membawa jasad Sa Da, lebih baik aku ikut mati bersamanya di sini.

Dan benar, kesadaranku perlahan menghilang, setelah kilas balik kehidupan bahagiaku bersama Sa Da diputar ulang dalam kotak memoriku yang tersimpan rapi di dalam kepala, lalu semuanya menghilang. <>

anocein : jhs ✔️Where stories live. Discover now