Chapter 12 | Enemy

Start from the beginning
                                    

"Mereka juga suka bantuin aku tau. Lagian, aku sama sekali ga keberatan, selagi aku bisa dan aku mengerti, why not? Lagian aku udah bilang biar aku yang periksain tugas Soodam kalau kamu ga bisa," kelakarku.

"Tapi ini udah keseringan loh, aku jadi kesel sendiri. Pokonya jangan baik terus sama orang kayak mereka." Setelah mencak-mencak mengeluarkan kekesalan, Vernon merogoh tas ranselnya yang super besar dan mengeluarkan sesuatu seperti salep dari tasnya. "Padahal mereka udah aku tegur beberapa kali." Vernon masih berujar sewot.

"Tegur??"

"It's the last straw. Biar mereka ga manfaatin kamu terus. Memang dia ke kuliah buat apa kalau bukan buat kerjain tugas?? Pamer kekayaan??" Wow induk babi lucu sekali kalau lagi marah.

"Aku cuman periksain doang, ga kerjain tugas mereka dari awal sampai akhir, no sweat,"  ralatku.

"Itu sama aja! Kalau mereka disuruh ngulang, itu tandanya mereka masih perlu banyak belajar, bukannya ngebebanin kamu terus."

"Oke, deh, lain kali aku bakal lebih tegas," kataku mencoba menenangkan Vernon.

Dia masih mencak-mencak sambil menatap wajahku cukup lama kemudian menggeleng takjub. "Ini juga mata udah ga tidur berapa tahun? Emang cita-cita kamu udah ganti jadi nenek moyang panda?" Ujarnya heran dengan tangan yang bergerak mengolesi lingkaran hitam mataku.

Aku terkekeh, ada-ada aja. Aku dan panda menjadi satu keturunan? "Emang separah itu ya?" Aku mengambil cermin kecil untuk melihat mata panda yang menjadi musuh Vernon sejak dulu.

"Aku takutnya besok kamu di seret ke kebun binatang disangkanya panda lepas—hey don't laugh. I'm serious," aku lanjut terbahak dan bodohnya aku lupa sedang berada dimana. Aku dan Vernon kompak menunduk dan meminta maaf setelah ditegur petugas perpustakaan.

"Makanya jangan ngelawak."

"Ngelawak apaan?! I'm telling the fact," kata Vernon tidak terima kusalahkan.

"Oke, aku nenek moyang panda dan kamu induk babi, call?" Karena punya selera humor yang sama aku dan Vernon lantas berjabat tangan seperti telah menyelesaikan suatu misi penting lalu kita terkekeh lagi dalam diam.

"Oh my God, Ver... I have to go now. Aku harus jemput Jaehyun di bandara, see ya." Aku berjengkit kaget melihat jam dilayar handphoneku. Jaehyun bisa marah-marah kalau aku membuatnya menuggu sedetik saja di bandara.

"Mau aku anterin ga?"

"Ga usah, lagian aku ga mau berada disituasi canggung." Dengan tergesa-gesa aku memasukkan buku dan laptop ke dalam tas lalu berpamitan dengan Vernon. Memesan taksi segera kemudian meluncur ke apartemen Jaehyun. Soalnya dia menyuruhku untuk memakai mobil yang menganggur untuk menjemputnya, aku juga datang beberapa kali ke apartemennya untuk membersihkan dan memanaskan mobil kesayangannya.

Karena sudah mengantongi kunci mobil Jaehyun, langsung saja aku melesat ke bandara di sore hari yang lumayan padat. Untuk menghilangkan kebosanan aku memutar lagu yang sedang diperbincangkan satu Korea Selatan, lagu salah satu grup pria, Seventeen. Aku suka salah personilnya yang paling tinggi, aku pernah bertemu dia diacara musik saat menemani Jaehyun. Dia ganteng sekali sampai aku tidak rela berkedip sekalipun.

Setelah memarkirkan mobil mahal Jaehyun dengan hati-hati dan penuh kasih sayang, aku langsung keluar untuk mencari keberadaan dia. Dia melihatku terlebih dahulu, dan langsung kuhampiri biar cepat kubawa pulang dan aku juga bisa istirahat.

"Oyy Choi Rachel~ baru ditinggal dua Minggu pipinya udah kayak balon aja, kayak ikan Buntet menggembung." Tentu saja sapaan tidak sopan itu datang dari si manusia menyebalkan.

What's Wrong With Manager Choi?¿ | Jaehyun Where stories live. Discover now