Chapter 5 | Dumb

81 48 77
                                    

"Perempuan. Aku benar-benar sudah ga sabar melihat bagaimana wajahnya."




"Pasti cantik, ibunya saja cantik begini." Aku mengelus perut Herin yang sudah membesar karena usia kandunganya.

"Kata dokter aku harus sering-sering beraktivitas biar persalinannya lancar. Tapi, dia aktif banget, aku suka kaget kalau dia tiba-tiba nendang. Aku belum terbiasa," adu Herin.

Aku menyeruput minumanku. Kita sekarang berada di salah satu cafe di dekat kampus. Aku dan Herin sudah berjanji bertemu dari Minggu lalu dan baru sekarang ada waktu untuk mewujudkannya.

"Jangan menyusahkan ibumu, ya, anak pintar," halusku menatap perut buncitnya.

Herin murung, dia memangku dagunya. "Aku ga pernah bayangin diumur segini udah jadi ibu. Aku tidak menyalahkan anak ini. Tapi, apa boleh kau menyesal bertemu dia?" Aku menyentuh jemari Herin mencoba menguatkannya. "Tau ga Rachel, dia udah hilang dua bulan tanpa kabar. Terakhir kali ketemu dia bilang ada perjalanan bisnis satu bulan. Sesibuk itu sampai tidak ada waktu untuk sekedar kasi aku kabar atau paling tidak menanyakan kabar anaknya." Selalu saja permasalahan berputar pada itu, lama-lama aku muak dan ingin meninju cowok stress yang bodoh menelantarkan cewek secantik dan sebaik Herin.

"Ibu hamil ga boleh stress. Daripada mikirin dia mending kamu fokus aja ke diri kamu sendiri dan baby kamu." Herin tersenyum masam bagaimanapun yang kubisa cuman memberinya semangat.

"Aku jadi rindu kuliah. Rindu sibuk ngerjain tugas yang ga ada henti-hentinya, rindu dengerin Soodam mengumpat, rindu Vernon yang ngomel-ngomel kayak kakek-kakek." Herin terkekeh apatis sambil mengaduk-aduk makanannya tak berselera.

Kubalas dengan kekehan riang mencairkan suasana. "Sekarang Soodam punya kosa kata umpatan baru tau. Bahkan Lami juga udah bisa bilang 's' karena sering mengumpat. Pokonya kocak banget deh, kapan-kapan jalan-jalan ke kampus. Nanti aku temenin." Herin mulai tampak antusias, matanya tiba-tiba berbinar.

"Mau banget, aku mau makan ramen pedas di samping fakultas. Aku udah lama banget ga makan itu," ujar Herin yang sepertinya sedang membayangkan bagaimana lezatnya ramen yang sedang dibicarakan.

Aku memberinya dua jempol, "Mereka ada menu baru loh. Tapi belum sempat kucobain karena belum ada waktu. Kapan-kapan kita kesana bareng-bareng," kataku setelah menelan cake coklat. Mataku langsung membulat, cakenya enak banget.

"Sejak hamil aku hanya makan makanan sehat. Sayur, buah, susu semuanya terasa hambar. Aku mau street food, makan ramen pedas, makan di pinggir jalan, makan belut buatan bibi. Tapi mana boleh, mama ga bolehin aku keluar. Aku udah kaya pengantin yang dipingit," ringis Herin.

Dia memang sering mengirimiku pesan untuk memesankannya fast food. Tapi, aku tidak berani karena semenjak Herin hamil dia selalu keluar masuk rumah sakit. Mulai dari kurang gizi, hampir keguguran, depresi dan banyak lainnya. Diusia muda dan hamil tanpa ada dukungan dari pihak keluarga memang membuat stress untung saja Herin kuat sampai sekarang.

"Aku mau nonton, kamu ada kegiatan setelah ini ga?"

"Ga ada sih. Aku juga udah lama ga nonton—LOH KOK ADA ORANG INI SIH??!!"

"Ga usah kaget gitu liat orang ganteng." Jaehyun menutup mulutku yang masih ingin melayangkan protes kemudian duduk di sampingku dengan sebelah lengannya yang menggantung di pundaku, sok kenal.

"Ngapain kesini? Bukannya ada syuting jam 5 nanti?" desisku menyingkirkan lengannya yang berat.

Dia menaikkan bahu lalu melepas maskernya. Tanpa basa-basi dulu dia meminum minumanku sampai tandas. "Kamu kan managerku. Coba deh periksa jadwalku hati-hati."

What's Wrong With Manager Choi?¿ | Jaehyun Where stories live. Discover now