Sugawara sampai lupa, dengan apa yang dikatakan oleh Shinsuke pagi tadi. Ia malah memutar balik badannya, dan langsung berpapasan begitu dekat dengan sebuah cermin besar. yang dilihat oleh sugawara saat ini adalah seorang pria dengan rambut yang kemungkinan berwarna pirang, tapi menjadi lebih gelap karena tak ada cahaya yangn meneranginya.

“lo ngapain sih, minggir!” Sugawara hendak mendorongnya, tapi ternyata tangan Sugawara tidak dapat menyentuh sosok dihadapannya.

Ia tersenyum, atau lebih tepatnya menyeringai. Membuat sugawara sempat membeku selama beberapa saat.

“berkat lo… gue dapet stok nyawa lagi buat dia.” Katanya dengan nada suara yang rendah.

Napas Sugawara terasa begitu berat, hingga bahu-nya terlihat naik turun. Langkah kakinya bergerak mundur, karena sosok dihadapannya sudah mengulurkan kedua tangan- seolah sudah siap untuk mencekik leher Sugawara.

Iya, Sugawara fokus memandang sepasang tangan dihadapannya- sampai lupa kalau dibelakangnya masih ada deretan anak tangga yang menjulang kebawah. Ketika sandalnya menyentuh ujung anak tangga, padangan Sugawara segera berpaling sejenak ke arah belakang- dan saat ia menoleh kembali, sepasang tangan itu bisa menyentuh Sugawara.

Tubuh Sugawara terdorong, menyisakan pandangannya yang buram. Sebelum benar-benar jatuh, ia yakin kalau sosok dihadapannya melambai sambil bergumam sesuatu.

“Maaf… dan Terimakasih.”

*****

“Omi-”

PSSTTT!!

Wajah Shinsuke diserang oleh sebuah semprotan pengharum ruangan. Ia tidak habis pikir mengapa seorang Sakusa Kiyoomi menyambutnya dengan tak menyenangkan.

“gue kaget, salah lo sendiri bikin kaget.” Kata Omi begitu santai. Sebagian wajah yang tertutup masker membuat Shinsuke tidak dapat memastikan ekspresi terkejut Sakusa. “… masih bau bangkai nggak, sih?” Tanya Sakusa kemudian.

“sedikit sih, baunya darimana, ya?” Kata Shinsuke yang langsung masuk ke dalam UKS. Ia mendapati kembar Miya sedang berbaring di masing-masing ranjang yang ada disana. Ada selang Oksigen yang sepertinya dipasang oleh Sakusa tepat ke bagian hidung milik Osamu, sedangkan Atsumu masih terlelap dengan plester penurun demam pada dahi-nya.

“nggak tau. Akademi ini makin lama nyeremin, dan banyak makan korban.” Sakusa menarik salah satu kursi, mempersilahkan Shinsuke duduk disana.

Meskipun Shinsuke agak terkejut, tapi ia mengangguk setuju. Respon Sakusa sangat berbeda jauh dengan Ushijima. Nalarnya berkata, mungkin rasa curiga yang menyelimuti Kuroo adalah benar. Apalagi Ushijima tidak mempercayai hal-hal ghaib.

“Mi, gue harus tanyain ini. tolong jawab yang jujur.” Shinsuke duduk berhadapan dengan Sakusa.

Ada helaan napas yang keluar dari mulut Sakusa, ia segera melepas maskernya karena didalam ruangan itu cukup pengap. Hanya ada segelintir angina yang masuk melalui pintu dan celah jendela yang terbuka.

“perihal cermin yang dipasang dimana-mana? Iya, itu usul gue.” Sakusa memasukkan maskernya pada sebuah pouch plastik, lalu menyimpannya kedalam saku celananya. “… Wakatoshi juga cerita kalo dia dituduh. Kenapa sih? Padahal Wakatoshi udah ngasih tau alasan kenapa di gedung asrama maupun sekolah dipasang cermin.” Jelas Sakusa dengan nada bicara yang sinis.

“jadi itu beneran usulan lo?” Tanya Shinsuke, berusaha memastikannya kembali. Baik raut wajah Ushijima maupun Sakusa, keduanya memiliki ekspresi yang sulit untuk ditebak. Ditambah, Shinsuke jarang melihat wajah Sakusa yang tidak dibalut masker- ia tidak dapat menerka apakah ekspresi itu asli atau dibuat-buat.

Bloody Mary - Haikyuu [ END ] ✓Where stories live. Discover now