⁰¹

50 14 1
                                    

Yang dapat ku ingat saat itu hanya suara samar-samar seorang wanita dengan seorang pria. Sedangkan aku terbaring di sebuah ranjang rumah sakit dengan jarum infus yang tertancap di telapak tanganku.

Cahaya yang menyilaukan menyabut kedua kelopak mataku saat terbuka, butuh beberapa menit untuk membiasakan penglihatanku.

Setelahnya aku dapat melihat seorang pria berjubah putih tengah berbincang didepan wanita dengan figur yang tinggi, wanita itu tampak asing menurutku. Dan, saat sudah sepenuhnya sadar, disitulah aku tahu jika aku berada didalam ruangan sebuah rumah sakit.

Karena merasa tidak nyaman aku mencoba untuk bergerak, memindahkan tubuhku sedikit kebawah di ranjang yang keras ini. Namun sayang, itu menyebabkan suara decitan dari ranjang ini.

Sontak kedua figur itu menoleh ke arah ku, si pria yang kuyakini adalah seorang dokter lantas menghampiri ranjangku.

"Halo dek" ucap nya sembari melambaikan tangannya padaku, dahiku mengernyit karena ekspresi aneh diwajah dokter itu.

"I- iya, halo juga" aku sedikit terkejut karena baru menyadari tenggorokan ku yang terasa sangat kering, suara ku menjadi serak dan aku terbatuk.

Uhuk!!

Uhuk!!

Uhuk!!

"Ini Pasya minum air nya" tawar wanita tinggi tadi.

Karena tidak ada pilihan lain maka aku menerima pemberian sebotol air itu dan langsung meneguknya habis. Tenggorokan ku terasa amat kering, kepala ku juga terasa sedikit pening. Jadi, aku berusaha kembali merebahkan tubuhku di ranjang ini.

"Kamu masih ingat namamu?" Tanya dokter itu. Aku mengangguk singkat.

"Coba kasih tahu dokter"

"P. Pasya Harsa Cudamani" ucapku,  dokter itu lantas melihat lembaran kertas yang ia bawa.

Setelahnya ia melontarkan berbagai macam pertanyaan pada ku, sebagian besar merupakan informasi tentang data diri ku. Aku menjawabnya dengan jujur. Karena aku ingat semua hal tentang diriku, tentu saja.

"Pasya dulu tinggal dimana?"

"Jalan R.A Kartini di sebelah barat stasiun kota" jawabku.

"Bisa tolong yang lebih spesifik?"

"Rumah saya disebelah barat jalan, rumah kecil bercat putih. Gerbang hitam"

Lalu Dokter tadi menunjukkan sebuah foto yang ia keluarkan dari lembaran kertas digenggaman nya. "Yang seperti ini?" Kulihat foto tersebut. Setelahnya aku menatap dokter itu sebentar lalu mengangguk, entah kenapa ia bertanya hal seperti ini.

"Orang tua nya Pasya kerja dimana?"

Aku tak menjawab, aku masih mencoba memikirkannya. Aku menautkan alisku, entah kenapa tapi tidak ada informasi yang bisa aku ingat dari pertanyaan satu itu. Dengan ragu aku menggelengkan kepala ku.

Dokter itu mengangguk lalu mengalihkan pandangannya pada kertas yang ia genggam. Lalu bertanya lagi "Pasya punya adik?".

Lagi, aku mencoba memikirkannya. Seingat ku aku tidak memiliki seorang adik, karena itu aku menjawabnya.

"Engga"

Saat mendengar itu si dokter bertukar pandangan dengan wanita tinggi yang semenjak tadi berdiri dengan setia disamping ranjang ku.

"Pasya, kamu ingat ibu kamu?" Tanya dokter itu dengan tatapan yang seperti tak sabaran menunggu jawaban atas pertanyaan tadi.

Mendengar pertanyaan itu, sesuatu dalam kepala ku mencoba mencari tahu. Mataku berkedip tak tenang, saat kucoba tuk mengingat kata 'ibu' tak ada yang muncul dalam kepala ku.

ASMARA LOKA : 𝐹𝑜𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑀𝑒 𝑁𝑜𝑡Where stories live. Discover now