6

152 19 4
                                    

"Kenapa menatapku seperti itu?"

Jay menggeleng lalu kembali ke kamar. Ia sudah mengerjakan pekerjaan rumah, setidaknya ia meringankan sedikit beban Minho dan Sunghoon. Sunghoon sudah pergi ke sekolah jam enam lewat sepuluh menit. Sedangkan Jay akan berangkat ke tempat kerja pukul delapan. Sekarang, ia tidak tahu harus melakukan apa.

Karena meja belajar Sunghoon penuh dengan buku, Jay memutuskan untuk membaca. Jay tidak akan merusak barang orang-orang, karena ia tahu kalau itu bukanlah miliknya. Maka, Jay akan menggunakannya dengan hati-hati.

Setelah jam menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh menit, Jay memutuskan untuk menaruh kembali bukunya ke tempat semula. Ia berjalan keluar sampai di depan pintu kamar Minho. Niat hati ingin pamit pada Minho, tapi Jay terlalu takut. Jadi, Jay pergi tanpa berpamitan pada Minho.

Jay sedang beristirahat sambil melihat pemandangan jalanan, pekerjaannya sudah ia bereskan. Biasanya jam segini orang-orang pada tidur siang atau gak mereka lagi ibadah. Jadi, ia bisa istirahat sejenak.

Perjalanan menuju tempat kerjanya berjalan dengan baik. Jay memang tidak bisa jalan sendirian, tapi kalau di hari yang cerah ia masih bisa mengalahkan rasa takutnya. Untuk beberapa hari yang lalu, saat Jay meminta Sunghoon untuk menemaninya, itu hanyalah sebuah alibi karena Jay hanya ingin menghabiskan waktu dengannya.

"Sunghoon lagi apa, ya?"

Jay menggeleng, lalu kembali bekerja karena ada pelanggan datang.

Pukul 15.10

Sunghoon sudah pulang sekolah. Jalan ke rumah Sunghoon pasti melewati tempat Jay bekerja. Diam-diam Jay memerhatikan Sunghoon. Dia terlihat bahagia berbicara dengan teman-temannya. Orang seperti Sunghoon memang pantas untuk mendapatkan kebahagiaan.

Jay mulai memikirkan kebahagiaannya sendiri. Akankah masa itu datang? Ia berharap akan datang lebih cepat. Bukannya Jay tidak merasa bahagia saat ini. Hanya saja, ia ingin merasakan kebahagiaan yang lebih. Manusia memang tidak akan pernah puas.

Dua teman Sunghoon menghampiri kedai di mana Jay bekerja. Tentu saja Jay melayani mereka, membantu Pak Tono menyiapkan pesanan.

Karena Sunghoon satu circle dengan mereka, Sunghoon pun ikut mampir ke kedai.

"Siapa, nih, Pak? Anak barunya bukan?"

"Emangnya ada anak baru brojol sebesar ini?" Jawab salah satu temannya.

"Dia mau bantuin saya ngelayanin pelanggan. Apa, ya, itu namanya ... mirip-mirip pegawai. Nah, namanya Jay," jawab Pak Tono.

"Cantik amat, Pak, pegawainya."

Sunghoon tertawa, yang lainnya pun tertawa. Jay ingin marah, tapi ia menahannya. Terlihat baik-baik saja itu lebih bagus.

"Udah, jangan digodain terus, bibirnya udah nguncup, tuh. Kasihan," ucap Sunghoon.

Kali ini, Pak Tono ikutan tertawa.

"Nih, pesanan kalian, bayar dulu baru pergi."

"Iya, Pak. Pasti bayar, kok, kita."

Dua teman Sunghoon pun membayar dengan uang pas.

"Udah, sana pergi, jangan gangguin pegawai baru saya. Nanti, dia gak betah, gak ada yang mau bantuin saya di sini."

"Justru itu, Pak. Kita, nih, mau temenan sama dia, biar dia makin betah di sini. Iya gak, Jay?"

"Iya apa?"

"Dia ngomong aja lucu masa? Aduh."

"Mulai miring, nih, anak satu. Ayo pulang," ucap Sunghoon.

"Yah ... padahal mau ngobrol dulu sama Jay."

"Lain kali bisa, dia sibuk."

"Nanti kita ketemu lagi, ya? Dadah."

Jay hanya menatap mereka sambil tersenyum.

"Cuy, Jay senyum ke aku!"

"Norak."

Di rumah, lebih tepatnya di kamar. Sunghoon menatap Jay bingung.

"Kak Jay kenapa cemberut gitu?"

"Gak apa-apa."

"Aku ada salah, ya? Bilang, dong."

"Maksud kamu ketawa pas temen kamu bilang aku cantik itu apa?"

"Oh, itu, aku ketawa karena dia berani berkata jujur di depan orangnya langsung."

"Maksud kamu aku beneran cantik, gitu, Hoon?"

Sunghoon mempraktekan gelagat seperti orang sedang berpikir.

"Iya."

"Oh, jadi itu alasan kamu izinin aku tinggal di rumah kamu?"

"Bukan, dong, Kak, beda lagi itu. Kak Jay mending tidur, deh, sudah malam."

Jay mengerucutkan lagi bibirnya. Sunghoon hanya tersenyum melihat tingkah laku Jay.

"Kak Jay mending tidur sendiri atau mau aku tidurin?"

"Maksud kamu gimana?!" Refleks Jay, terlalu terkejut dengan kalimat yang keluar dari mulut Sunghoon.

"Kakak maunya kayak gimana?"

"Makin gila aku di dekatmu, Hoon."

Sunghoon terkekeh.

"Kak Minho selama ini di dekatku gak apa-apa, tuh. Sehat-sehat saja."

"Emangnya tidurin versi kamu itu kayak gimana?"

Sunghoon memeluk Jay, membuat yang tua berada di dada yang lebih muda.

"Kak Jay jangan mesum, ya. Soalnya, aku anaknya alim."

"Sunghoon ...."

"Apa cantik? Aku di sini, gak kemana-mana."

"Aku benar-benar akan gila."

"Sama-sama."

"Kamu aneh."

"Aneh-aneh gini kalau ngilang pasti dicariin," ucapnya diakhiri dengan kekehan.











































to be continue

<3

Phobia [jayhoon] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang