“Jangan lupa cuci pakaian” Omel Winwin, pria itu nampak sibuk pada tas mahalnya yang baru ia beli beberapa hari lalu.

“Setelah itu cuci piringnya” Tambahnya.

“Sayang, habiskan rotimu. Papa berangkat duluan, karena ada teman yang ingin melihat baju keluaran terbaru” Tutur Winwin.

Jaemin hanya melengos menuju belakang rumah mereka. Dia mulai merendam beberapa pakaian kotor dan menuang bubuk deterjen.

Ingatkan bahwa Winwin itu menolak menggunakan mesin cuci dengan alasan tidak sebersih menggunakan tenaga manual. Kadang jika Jaemin kepalang kesal, dia akan mengatai Papanya dalam hati, sangat picik dan sengaja menguras tenaganya. Sudah tahu jika juga bekerja.

Jaemin mulai terduduk pada kursi kayu setinggi jengkal orang dewasa, entah apa yang tengah Papanya itu bicarakan dengan anak kesayangannya, Jaemin tak ingin perduli.

Tak beberapa lama, Jaemin melongok dan melihat Renjun berdiri diambang pintu dapur. Dia langsung meletakkan tas yang ia bawa lalu menarik lengan kemejanya hingga sebatas siku dan mendudukan tubuhnya didepan Jaemin.

“Papa sudah berangkat, Kak” Tutur Renjun menarik sehelai kain lalu mengambil sebuah sikat dan mulai membantu Jaemin mencuci pakaian.

“Hei, bersiaplah bekerja. Nanti kau terlambat” Tutur Jaemin. Pekerjaannya terhenti dan dia lihat Renjun dengan penuh tenaga menyikati pakaian kotor.

“Ini masih pukul tujuh kurang. Ayo cepat selesaikan, nanti Kakak juga terlambat bekerja” Omel Renjun.

Ingatkan bahwa Renjun tidak sepicik Winwin. Dia beruntung adiknya memiliki sikap yang baik seperti Ayah mereka. Kadang saat tak ada Winwin, dia akan membantu Jaemin membersihkan rumah. Atau jika Winwin pulang membawa makanan lezat, dia akan berpura-pura kenyang agar Jaemin juga bisa ikut menikmatinya.

Jaemin beruntung hidupnya tak semenyedihkan Cinderella, selama ada Renjun.

Setelah mencuci, Renjun bertugas menjemur pakaian dan Jaemin mencuci piring, karena rumah sudah dibersihkan barulah mereka bersiap untuk berangkat bekerja. Renjun berangkat lebih dulu karena pekerjaan rumah sudah selesai. Sementara Jaemin harus membersihkan diri.

Jaemin keluar dari rumah mengenakan kaos berwarna coklat dibalut celana jeans berwarna biru dengan tas selempang kecil berwarna hitam tempat dimeletakkan beberapa lembar uang untuk kebutuhan darurat, kartu dan ponsel.

Dia berjalan menyusuri komplek perumahan untuk keluar menuju jalan raya hingga akhirnya dia berhenti disebuah halte.

Dari jarak sepuluh meter, seorang pria dengan sorot mata tajam nampak berlari kecil seraya melirik jam tangannya. Penampilannya sangat formal mengenakan kemeja abu-abu dibalut jas berwarna navy dan dasi senada dengan jasnya. Rambutnya berwarna hitam dan berponi.

Matanya membulat saat melihat bus berhenti dihalte, dia berlari dan dengan cepat masuk ke dalam bus yang sama dengan Jaemin.

Namanya Jung Jeno.
Dia terpaksa naik bus karena ban mobilnya bocor, dia sudah memanggil petugas derek untuk menarik mobilnya. Sementara dia ada rapat penting pagi ini.

Jeno duduk dengan tenang pada kursi kosong, didepannya sekitar limapuluh centi ada Jaemin yang berdiri dengan tangan memegang tiang bus. Lalu dia lihat seorang pria dibelakang Jaemin mengulum seringai.

Alis Jeno bertaut melihat bagaimana tangannya yang dipenuhi tato bergerak menuju bokong Jaemin.

Sementara pria itu membulatkan matanya saat merasakan sebuah tangan meremat bokongnya, kepalanya menoleh kebelakang dan melihat pria dengan tubuh kekar, berwajah sangar mendelik kearahnya. Jaemin berjengit takut, dia menunduk dengan satu tangan berusaha menghalang-halangi tangan pria itu untuk meremas bokongnya.

Jeno masih dengan wajah bingungnya melihat Jaemin mencoba menahan tangan pria itu untuk memegang bokongnya. Sementara wajah Jaemin sudah memerah menahan tangis. Jeno langsung beranjak dari kursinya. Dia menarik tangan pria itu dan memelintirnya membuat pria itu memekik kaget.

Semua perhatian dibus tertuju pada Jeno.

“Akhh sakit sakit... Lepaskan... Akh kau siapa? Akh dasar orang gila” Teriak pria itu. Jeno semakin memelintir tangan pria itu hingga ia berteriak.

“Kenapa kau diam saja saat dia mencoba melecehkanmu?” Omel Jeno pada Jaemin membuat pria itu tersentak kaget.

Semua mata langsung menatap kearah Jaemin dan mulai berbisik.

“Aigoo sudah diremas-remas. Dia pasti menikmatinya makanya diam saja” Ucap seorang pria yang duduk tak jauh dari mereka.

“Anak muda, berhentilah jadi pahlawan kesiangan” Tuturnya lagi dengan suaranya yang besar dan lantang.

Seluruh penumpang Bus langsung tertawa membuat Jeno mengerutkan alisnya. Dia lihat Jaemin yang sudah memerah dengan mata berkaca-kaca. Liquid bening sudah menggenang dikelopak matanya siap untuk tumpah.

Dia langsung berteriak agar bus menepi dan setelahnya dia berlari keluar dari Bus. Jeno yang merasa bersalah, lantas menyusul setelah melepaskan cengkramannya pada preman tadi.

“Hei... Tunggu” Panggil Jeno

Jaemin terus berlari seraya menghapus airmatanya dari balik kacamata yang ia kenakan. Langkahnya terhenti saat Jeno berhasil meraih pergelangan tangannya dan membuat pria itu berbalik.

“Hei...” Panggil Jeno

“Sudah puas kau mempermalukanku?” Omel Jaemin.

“Aku? Dasar tidak tahu terima kasih, aku menolongmu tadi dari pelecehan” Balas Jeno mengomel.

“Kenapa kau diam saja saat dia melecehkanmu seperti itu?”

“Memangnya ada yang perduli jika aku berteriak?” Tanya Jaemin.

“Tentu saja. Itu pelecehan dan itu salah” Sahut Jeno.

“Kau tidak lihat respon mereka di bus tadi? Mereka bahkan balas mengatai aku”

Pertemuan pertama dan mereka tak saling kenal, tapi mereka berseteru dipinggir jalan.

“Selama kau tidak berpenampilan menarik dan kau tidak kaya, kau tidak akan didengar, orang-orang tidak akan perduli” Racau Jaemin.

Jeno terpaku mendengar kalimat itu keluar dari bibir Jaemin, dia lihat banyak luka dari wajah itu. Jeno terdiam seribu bahasa dan melihat dada Jaemin naik turun setelah meluapkan emosinya.

“Kau tidak tahu kan? Karena kau tampan dan penampilanmu? Hah aku yakin kau hanya sedang sial naik bus tadi” Ucap Jaemin sarkastik.

“Lalu dengan begitu kau diam saja dilecehkan?”

“Tidak ada yang akan membelaku, aku harus menyelamatkan diriku sendiri. Aku berusaha, kau tahu. Dunia kejam untuk orang-orang sepertiku”

“Tidak, tidak semua memandang rupa” Sahut Jeno

“Tidak semua, tapi mayoritas dan aku adalah minoritas itu”

“Hei, masih banyak orang yang melihat orang lain dari hatinya... Kau hanya...”

“Hanya apa? Kenyataannya, yang menarik dan yang kaya lah yang diutamakan, yang di sanjung dan dihargai. Kita hidup didunia seperti ini”

“Dijaman ini, secantik apapun hatimu akan kalah dengan cantik rupamu” Dengus Jaemin.

Dia mengusap air matanya sekali lagi lalu menghempas tangan Jeno yang sejak tadi setia mencengkram pergelangan tangannya.

Jeno tertegun melihat wajah Jaemin yang dibalut kacamata. Dia tatap lekat lagi wajah itu yang perlahan berjalan meninggalkannya. Bibirnya lantas mengulum senyum tipis lalu ekor matanya bergerak mengikuti Jaemin.

“Tidak hanya cantik hatinya, tapi juga rupanya” Gumam Jeno tersenyum simpul.

Minderella [NOMIN]Where stories live. Discover now